Kendeng

Juru Tuntun Kuda Amangkurat IV Jadi Bupati Grobogan, Apa yang Ia Lakukan Ketika Pengganti Raja Masih Muda?

Bupati Grobogan yang pertama, di zaman Keraton Kartosuro, adalah seorang pekatik. Juru tuntun kuda.

Namanya Ngabehi Wongsodipo. Dia hanyalah pekatik, juru tuntun kuda, tetapi kemudian diangkat oleh Raja Amangkurat IV sebagai bupati Grobogan pada 4 Maret 1726.

Diberi pangkat tumenggung, berganti nama menjadi Raden Tumenggung Martopuro. Selama menjadi bupati Grobogan, Martopuro tetap tinggal di Kartosuro.

Di kemudian hari, Bupati Grobogan ini diam-diam menaikkan sendiri pangkatnya. Dari tumenggung menjadi adipati.

Scroll untuk membaca

Scroll untuk membaca

Oohya! Baca juga ya: Keasyikan Naik Gunung Sejak Pandemi, TBC Sembuh, Lalu Mengapa Akhirnya Kecanduan Berfoto di Patok Puncak?

Itu ia lakukan ketika pada 1741 Pakubuwono II beralih memihak kepada Belanda. Bersama bupati-bupati di pesisir utara dan masyarakat Cina, ia berencana melakukan pemberontakan terhadap Belanda.

Pemberontakan itu semula sudah disetujui Pakubuwono II. Patih Notokusomo bahkan sudah menyerbu Belanda di Semarang, meski gagal.

Dalam pemerintahan di bawah Keraton Kartosuro ada jenjang pangkat. Pangkat tumenggung setara dengan mayor di miilter. Bupati yang baru diangkat pangkatnya tumenggung.

Oohya! Baca juga ya: Dalam Setahun Penduduk Grobogan Berkurang 90,9 Persen, Asisten Residen yang Perbaiki Keadaan Justru Dimutasi

Di atas tumenggung ada adipati, di militer setingkat dengan overste atau letnan kolonel. Patih Keraton Kartosuro, pangkatnya juga adipati. Di atas adipati ada pangkat pangeran, setara dengan kolonel di militer.

Pakubuwono II menjadi raja setelah Amangkurat IV meninggal. Usianya masih 16 tahun, Adipati Danurejo yang menjadi patih di masa Amangkurat IV, tetap menjadi patih sekaligus menjadi wali (penasihat) raja.

Danurejo anti-Belanda. Ia –didukung oleh ibu suri dan Tumenggung Martopuro—berhasil mempengaruhi Pakubuwono II untuk juga membenci Belanda. 

Oohya! Baca juga ya: Muhaimin Jelaskan Tiga Fungsi Sarung, Mengapa Ia Sabet Anies Baswedan dengan Sarung?

Sifatnya yang labil membuat Pakubuwono II di kemudian hari memihak kepada Belanda. Ia melaporkan Danurejo ke Belanda, sehingga Belanda mengasingkan Danurejo ke Srilanka.

Posisi patih digantikan oleh Adipati Notokusomo. Notokusumo juga membenci Belanda, sehingga ia juga berusaha mempengaruhi Pakubuwono II.

Melihat situasi itu, Tumenggung Martopuro memilih pergi ke Grobogan, menaikkan sendiri pangkatnya, lalu menyusun kekuatan. Setelah menaikkan pangkat, Tumenggung Martopuro memakai nama Adipati Puger. 

Di Keraton Kartosuro ada yang bernama Pangeran Adipati Puger pada masa pemerintahan Raja Amangkurat II. Ia pernah berselisih dengan Amangkurat II.

Pada 1703 Amangkurat II meninggal, posisinya digantikan oleh Amangkurat III. Pangeran Puger juga sering berselisih dengan Amangkurat III yang masih usia muda ini.

Pangeran Puger meminta bantuan Belanda untuk merebut kekuasaan dari Amangkurat III. Pangeran Puger kemudian naik tahta dengan nama Pakubuwono I. Memerintah pada 1709-1719.

Oohya! Baca juga ya: Para Pemuda Ribut Setelah Polisi Belanda Lakukan Interupsi di Kongres Pemuda Indonesia Kedua

Perebutan kekuasaan ini tidak gratis. Wilayah Demak, Grobogan, Selo, Ungaran diberikan kepada Belanda.

Ketika Amangkurat IV naik tahta menggantikan Pakubuwono I pada 1719, ia memiliki utang budi pada pekatiknya, Wongsodipo. Wongsodipo telah menyelamatkannya dalam peristiwa perang dengan Adipati Blitar dan Adipati Purboyo.

Utang budi itu dibayar Amangkurat IV dengan pemberian jabatan bupati di Grobogan. Ketika Amangkurat IV akan meninggal, ia berwasiat agar menjadikan Pangeran Adipati Purboyoso sebagai penggantinya.

Oohya! Baca juga ya: Putra Raja Majapahit Jadi Suami Putri Junjung Buih Setelah Patih Lambung Mangkurat Remehkan Raja Majapahit

Purboyoso adalah putra tertua dari Ratu Sepuh yang sudah disingkirkan dari istana. Amangkurat IV memiliki 20 anak: 20 laki-laki, delapan perempuan. Yang tertua adalah Pangeran Ario Mangkunegoro dan Raden Mas Sandeyo, keduanya dari istri-istri selir.

Setelah jenazah diiring ke Astana Imogiri, keadaan keraton sunyi. Patih Danurejo meminta prajurit kepatihan siaga di tempat-tempat tersembunyi.

Danurejo meminta Pangeran Aryo Mangkunegoro keluar istana. Karena menjadi anak tertua, pangeran ini merasa yang berhak menggantikan posisi ayahnya.

Oohya! Baca juga ya: Jadi Cawapres, Usia Gibran Beda 36 Tahun di Bawah Usia Prabowo, Begini Komentar Prabowo

“Bila Gusti setuju, tinggalkan dulu istana jika memang Ananda ingin menjadi raja menggantikan ayahanda. Hamba belum berunding dengan semua punggawa dan belum percaya kepada jenderal di Betawi,” kata Danurejo kepada Pangeran Ario Mangkunegoro.

Setelah Pangeran pergi, pintu dikunci. Danurejo memanggil semua bupati di wilayah Kartosuro masuk istana diam-diam.

Ia meminta pendapat dari mereka mengenai wasiat raja. Semua setuju untuk menjalankan wasiat raja, kecuali Pangeran Madura dan Ki Jayaningrat.

Pangeran Madura mengusulkan Pangeran Aryo Mangkunegoro meniadi raja. Alasannya, ia adalah putra tertua raja. Sementara, dua anak dari Ratu Sepuh masih muda-muda.

“Bila yang diangkat adalah putra-putra yang masih muda, itu hanya membuat negara rusak karena mereka belum menguasai cara memerintah; mereka yang masih terlalu muda memiliki suatu keinginan, meski keinginan itu tidak baik tetap saja harus dilaksanakan, karena itu adalah perintah raja,” kata Pangeran Madura.

Ki Jayaningrat segera menolak usulan Pangeran Madura. Menurut dia, yang pantas menjadi raja adalah Raden Mas Sandeyo.

Oohya! Baca juga ya: Papeda Jadi Google Doodle, Dukung Pangan Lokal Posko Jenggala Tanam Sagu Setelah Banjir Bandang di Wasior

“Kalau Pangeran Aryo dijadikan raja, citranya kurang bagus karena ia dilahirkan dari ibu yang berasal dari desa, sedangkan Raden Mas Sandeyo yang berwajah tampan, meski anak selir, ibunya adalah putri sulung Adipati Sinduprojo,” kata Jayaningrat.

Jayaningrat juga tidak setuju jika Pangeran Adipati Purboyoso jugadijadikan raja. Ia belum layak naik tahta karena masih sangat muda.

Namun, Patih Danurejo tetap berpegang pada wasiat raja. Maka nama Pangeran Adipati Purboyoso yang diajukkan kepada Gubernur Jenderal Hindia-Belanda. Para bupati diminta persetujuannya.

Oohya! Baca juga ya: Bukan Sin Po yang Memuat Pertama Kali Lagu 'Indonesia Raya', Melainkan Koran di Bandung

“Kartosuro semakin mundur,kekuasan Adipati Sampang dan Jayaningrat sebenarnya mengingkari kodrat Pangeran Adipati,” kata Danurejo.

Pangeran Adipati Purboyoso yang baru berusia 16 tahun dan labil itu kemudian naik tahta dengan nama Paubuwono II.

Priyantono Oemar

Sumber rujukan:
- Babad Tanah Jawi Buku V penerjemah Amir Rochyatmo dkk, penyunting Sapardi Djoko Damono dan Sonya Sondakh (2004)
- Bataviaasch Handelsblad, 3 Oktober 1860
- Sejarah dan Hari Jadi Kabupaten Grobogan (1990/1991)

Untuk Yang Mulia Para Pencuri Naskah/Plagiator

Selama empat hari, Raffles menjarah Keraton Yogyakarta. Dari berbagai jenis barang yang dijarah itu terdapat naskah-naskah Jawa yang kemudian ia pakai sebagai bahan untuk buku The History of Java. Kendati naskah-naskah itu hasil jarahan, ia tetap menyebutkannya ketika ada bagian-bagian yang ia ambil untuk bukunya, seperti dalam kalimat: “Syair berikut adalah dari Niti Sastra Kawi”, “Cerita ini kemudian diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris oleh Crawfurd”.

Redaksi
[email protected]

Berita Terkait

Image

Di Grobogan Ada Tanah yang oleh Raffles Dihadiahkan kepada Pakualam