Egek

Lebih dari 200 Warga dari Masyarakat Pesisir Bertemu di Jakarta, Ada Apa?

Lebih dari 200 warga pesisir bertemu di Jakarta. Masyarakat pesisir terus terancam keberadaannya. Ruang mereka terancam dirampas oleh kekuatan kapital yang difasilitasi pemerintah.

Masyarakat pesisir di Indonesia bertemu di Jakarta pada pagi ini hingga lusa (Selasa-Kamis, 8-10 Oktober 2024). Mereka, lebih dari 200 warga pesisir, mewakili komunitas masyarakat pesisir dari seluruh Indonesia, akan membahas topik-topik krisis kebaharian. Ada apa dengan isu kebaharian Indonesia?

Koalisi Rakyat untuk Keadilan Perikanan (Kiara) mengumpulkan mereka di acara Temu Akbar Masyarakat Pesisir 2024. Tema pertemuan itu: Memperjuangkan Kebaharian Indonesia.

“Kondisi saudara-saudara kita, masyarakat pesisir, terutama nelayan kecil, perempuan nelayan, bahkan ekosistem pesisir kita terancam – atau rusak, dan semakin menjadi-jadi justru dalam 10 tahun terakhir kepemimpinan rezim Jokowi Widodo (Presiden Indonesia),” ujar Sekjen Kiara Susan Herawati.

Scroll untuk membaca

Scroll untuk membaca

Oohya! Baca juga ya:

G30S/PKI, untuk Apa Mahasiswa Keliling Jawa-Bali 40 Hari?

Acara ini menjadi momentum penting untuk memperkuat advokasi dan solidaritas kepada masyarakat pesisir Indonesia yang hingga hari ini ruang hidupnya terancam. Bahkan, beberapa di antaranya telah rusak dan tidak bisa kembali seperti semula.

“Keputusan-keputusan rezim ini sering kali mengutamakan kepentingan investor, sementara hak-hak konstitusional masyarakat pesisir yang telah dijamin oleh MK Nomor 3 Tahun 2010 diabaikan,” jelas Susan Herawati.

Putusan MK ini menegaskan bahwa masyarakat pesisir memiliki hak konstitusional dalam mengakses laut secara bebas. Berhak pula mengelola wilayah pesisir berdasarkan pengetahuan lokal dan kearifan komunitasnya. Mereka juga berhak mendapatkan manfaat dari sumber daya laut dan pesisir; serta bisa menikmati perairan yang bersih dan sehat.

Selain itu, putusan tersebut sesungguhnya telah memberikan perlindungan yang lebih kuat terhadap hak-hak masyarakat pesisir. Sebaliknya, segala usaha privatisasi wilayah pesisir yang mengancam kelangsungan hidup dikategorikan melanggar aturan.

Bahkan, usaha privatisasi itu cenderung ke kejahatan lingkungan dan kemanusiaan. Karena itu, Temu Akbar Masyarakat Pesisir 2024 menjadi strategis dalam menghadapi tantangan-tantangan yang kian menekan masyarakat pesisir dan keadilan ekosistem pesisir Indonesia.

Oohya! Baca juga ya:

Isu G30S/PKI Tersiar, Kenapa Mahasiswa Bandung Dikepung Tentara di Alun-Alun?

Dalam Temu Akbar ini, perwakilan masyarakat pesisir dari seluruh Indonesia hadir untuk berbagi pengalaman. Mereka juga akan menguatkan solidaritas dan merumuskan langkah-langkah konkret untuk memperjuangkan hak mereka.

Kiara dan jaringannya juga menyoroti beberapa isu kritis. Termasuk pula, eksploitasi wilayah pesisir oleh industri ekstraktif, kriminalisasi nelayan kecil, dan ancaman perubahan iklim yang semakin nyata.

“Pesisir dan pulau-pulau kecil menjadi wilayah pertama yang terancam tenggelam akibat naiknya permukaan laut,” kata Susan Herawati.

Langkah mitigasi yang dilakukan pemerintah, disebut oleh Kiara belum memadai untuk mengatasi ancaman itu. “Kami menuntut pemerintah untuk serius melakukan restorasi ekosistem pesisir, seperti mangrove, lamun, dan terumbu karang, yang menjadi benteng alamiah kita, dan bukan malah memperparah dan merusaknya,” tambah Susan Herawati.

Masyarakat pesisir yang akan bertemu di Jakarta ini juga memanfaatkan Temu Akbar itu untuk menghimpun rekomendasi kolektif. Rekomendasi itu akan disampaikan oleh warga pesisir perwakilan masyarakat pesisir langsung kepada Kementerian Kelautan dan Perikanan, Kementerian Desa, serta Komisi IV DPR RI.

Dalam sesi dialog dengan kementerian terkait, peserta akan mendiskusikan solusi nyata untuk melindungi hak-hak masyarakat pesisir serta meningkatkan kesejahteraan mereka. Selama ini, masyarakat pesisir telah berjuang sendiri menghadapi ketidakpastian.

Oohya! Baca juga ya:

Anies Baswedan dan Jakarta yang Disalahpahami

“Melalui Temu Akbar ini, kami berharap bisa membangun kekuatan kolektif yang lebih besar dan mendesak pemerintah untuk mengambil langkah tegas dalam melindungi kami, nelayan kecil, perempuan nelayan, dan pembudidaya,” kata Susan Herawati.

Priyantono Oemar