Egek

COP28, Jokowi Dapat 100 Juta Dolar AS dari PM Norwegia, Ini Kata CEO Econusa

Presiden Jokowi di COP28, Dubai, Uni Emirat Arab, mendapat pembayaran dana kontribusi dari Norwegia atas keberhasilan pengurangan emisi.

Pemerintah Norwegia mengumumkan pemberian dana kontribusi sebesar 100 juta dolar Amerika Serikat kepada Pemerintah Indonesia. Pengumuman itu dilakukan dalam perhelatan United Nations Climate Change Conference (COP28) di Dubai, Jumat (1/12/2023).

Pendanaan ini diberikan untuk mendukung upaya berkelanjutan yang dilakukan Indonesia dalam mengurangi emisi yang dihasilkan dari deforestasi dan degradasi hutan. Kontribusi ini adalah pembayaran kedua setelah sebelumnya Pemerintah Norwegia membayar sebesar 56 juta dolar Amerika.

Pembayaran pertama ini dilakukan usai Pemerintah Indonesia dan Pemerintah Norwegia menandatangani perjanjian bersama. Yaitu perjanjian untuk memperkuat upaya memerangi perubahan iklim dan perlindungan hutan di Indonesia pada September 2022.

Scroll untuk membaca

Scroll untuk membaca

Oohya! Baca juga ya:

Sebagai Sayidin Panatagama Kalifah Rasulullah, Seberapa Bisakah Diponegoro Mengikuti Jejak Rasulullah?

Presiden Jokowi dan Perdana Menteri Norwegia Jonas Gahr Støre hadir di Dubai. Pada Jumat itu, di sela acara World Climate Action Summit (WCAS) COP28 di Ruang Bilateral, Expo City Dubai, Dubai, Uni Emirat Arab, mereka mengadakan pertemuan bilateral.

"Saya berharap Norwegia dapat memberikan pandangan yang berimbang, khususnya terkait Peraturan Deforestasi Uni Eropa yang bersifat diskriminatif dan berdampak besar terhadap 16 juta orang yang sebagian besar adalah petani kecil," ujar Jokowi, seperti dikutip republika.co.id, Jumat (1/12/2023).

Kepada Jonas, Jokowi menyampaikan, Indonesia berhasil menurunkan emisi melalui pengendalian deforestasi dan degradasi hutan yang telah terbukti serta diakui secara global. Meski demikian, masih terdapat sejumlah komitmen result-based payment yang belum diberikan atas capaian penurunan emisi tersebut.

CEO Yayasan Econusa, Bustar Maitar, mengatakan pembayaran 100 juta dolar Amerika dari Norwegia bukanlah hadiah. Melainkan penghargaan atas kerja keras pemerintah Indonesia di bawah kepemimpinan Presiden Joko Widodo dan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) Siti Nurbaya.

“Saya mengikuti dengan baik kesepakatan bilateral Indonesia-Norwegia sejak ditandatangani pada 2010. Da?am delapan tahun terakhir, Pemerintah Indonesia di bawah kepemimpinan Presiden Joko Widodo dan Menteri LHK Ibu Siti Nurbaya telah menunjukkan langkah-langkah korektif dan progresif,” kata Bustar, Sabtu (2/12/2023).

Oohya! Baca juga ya:

Di Forest Defender Camp, Anak Muda Adat Desak Pemerintah Cabut Semua Izin Eksploitasi SDA di Tanah Papua

Menurut Bustar, angka deforestasi Indonesia telah turun secara drastis. Dari 1,09 juta hektare pada tahun 2014/2015 menjadi 115.500 hektare pada 2019/2020 atau menurun hampir 90 persen.

“Ini adalah penurunan level terendah sepanjang sejarah Indonesia,” kata Bustar.

Bustar menjelaskan, langkah maju pemerintah Indonesia juga ditunjukkan melalui pengurangan dan pengendalian kebakaran hutan dan perlindungan lahan gambut. Juga moratorium hutan menjadi permanen, pencabutan dan evaluasi perizinan lebih dari tiga juta hektare lahan, restorasi kawasan penting bakau, serta upaya perhutanan sosial yang terus berkembang.

Menurut Bustar, Yayasan Econusa mengapresiasi upaya pemerintah melalui Kementerian LHK dalam melindungi lebih dari 50 persen hutan tropis Indonesia yang tersisa, khususnya di Indonesia Timur. Econusa terus berkomitmen untuk mendukung pemerintah dalam pencapaian target FOLU Net Sink 2030.

Di antaranya dengan memperkuat kapasitas masyarakat adat dalam upaya pengelolaan dan perlindungan hutan. Juga, mempromosikan kearifan lokal masyarakat adat dalam menjaga alam sebagai referensi kepada pemerintah untuk memperkuat kebijakan tata kelola hutan dan pembangunan berkelanjutan, khususnya di wilayah Papua dan Kepulauan Maluku.

Oohya! Baca juga ya:

Anak-Anak Muda Sangihe Bertekad Pertahankan Pulau Sangihe, tidak Boleh Ada Perusakan

“Kesejahteraan serta pengakuan atas wilayah masyarakat adat untuk mendukung perlindungan hutan adalah kunci terjaganya benteng terakhir hutan Indonesia,” ujar Bustar.

Ma Roejan