Habibie Bukan Raja, Jijik untuk Terus Berkuasa dengan Segala Cara
Mengaku tidak berambisi menjadi presiden, pengganti Soeharto ini menepis anggapan akan mempertahankan status quo. "Saya bukan raja. Saya tidak mau eksklusif," kata dia menjawab pertanyaan majalah Time.
Dalam suasana reformasi yang serbacepat pada 1998, kata BJ Habibie, sang pengganti Soeharto sebagai presiden, mempertahankan status quo adalah mustahil. "Tidak ada kehidupan yang status quo," kata Habibie.
Maka, demi menyelamatkan reformasi, Habibie jijik terhadap berbagai upaya melanggengkan kekuasaan. "Keinginan untuk terus berkuasa dengan segala cara dan tanpa memperhatikan suara demokrasi adalah menjijikkan bagi Habibie," ujar Indonesianis Prof Daniel S Lev.
Oohya! Baca juga ya:
Bung Karno Beli 50 Burung Sebelum Bisa Menikahi Fatmawati, untuk Apa?
Untuk itu, Habibie menjalankan pemerintahan tidak secara represif. Ia jalankan demokrasi dengan membebaskan tahanan politik, menjamin kebebasan pers dan berserikat, dan melaksanakan pemilu yang demokratis.
Dalam waktu yang singkat, Habibie bekerja secara fokus bukan untuk membuat dirinya bisa lama menjadi presiden. Ia pulihkan ekonomi dengan menaikkan nilai rupiah atas dolar.
Ia bebasksn tahanan politik bukan untuk mendapat simpati. Ia jamin kebebasan pers bukan untuk membujuk pers agar mendukung dirinya. Ia percepat pemilu juga buksn untuk membuka lebar-lebar pekuang dirinya menjadi presiden lagi.
Bukan. Bukan untuk diri dan kelompoknya.
Oohya! Baca juga ya:
Bung Karno pun Pernah Gagal Menagih Utang ke Teman Dekat, Apa Kata Teman yang Ditagih Itu?
Melainkan demi demokrasi. Demi reformasi berjalan pada rel yang semestinya.
Habibie, kata Danirl S Lev, hanya ingin mendorong lahirnya mind of liberation. Ingin membuka lebar proses politik.
Habibie, kata Daniel S Lev, juga hanya ngin mempersiapkan pergantian pemerintahan secara baik. Hasilnya, untuk pertama kalinya MPR tidak di bawah komando presiden.
Sidang Umum MPR memperlihatkan keberdayaan, mencuatkan kegembiraan. "Hal itu telah memecah tabu di masa lalu yang menjadikan MPR tunduk pada komando presiden," ujar Daniel S Lev.
Ketika ia dicalonkan lagi oleh Golkar, ia memilih mengundurkan diri. Budayawan Darmanto Jatman terenyuh, dan mengaku, "Saya jadi menaruh hormat padanya karena telah memberikan contoh berdemokrasi yang baik selama ini."
Ia mengundurkan diri bukan karena laporan pertanggungjawabannya ditolak oleh MPR. Melainkan karena ia menilai masih ada banyak putra bangsa yang kebih mampu darinya menjalankan reformasi sepenuhnya.
Oohya! Baca juga ya:
Dianggap Dukun, Bung Karno Disebut Bapak Penolong Semua Orang
"Saya harapkan sikap Habibie ini dapat mengetuk hati sanubari kaum elite politik yang tengah mempertahankan ambisi pribadi dan kelompoknya dengan mengabaikan kepentingan bangsa dan negara," kata Ketua Presidium Barisan Nasional Kemal Idris yang sering berseberangan dengan Habibie.
Politik yang diperlihatkan Habibie, kata Goenawan Mohamad, adalah politik dengan sepercik peradaban.
Priyantono Oemar
Sumber rujukan:
The True Life of Habibie, Cerita di Balik Kesuksesan, karya A Makmur Makka (2008)
Untuk Yang Mulia Para Pencuri Naskah/Plagiator
Selama empat hari, Raffles menjarah Keraton Yogyakarta. Dari berbagai jenis barang yang dijarah itu terdapat naskah-naskah Jawa yang kemudian ia pakai sebagai bahan untuk buku The History of Java. Kendati naskah-naskah itu hasil jarahan, ia tetap menyebutkannya ketika ada bagian-bagian yang ia ambil untuk bukunya, seperti dalam kalimat: “Syair berikut adalah dari Niti Sastra Kawi”, “Cerita ini kemudian diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris oleh Crawfurd”.
Redaksi
[email protected]