Nirempati Bahasa Elite Politik dan Perilaku Homo Habilis

Baru saja dilantik, menteri pengganti Sri Mulyani sudah membuat ribut. Banyak orang menganggapnya sebagai pejabat dengan penggunaan bahasa khas elite politik saat ini yang mencerminkan nirempati.
Oleh wartawan, ia dimintai komentar tentang 17+8 tuntutan rakyat. Ia bersikap seperti Homo habilis, yang menganggap informasi yang baru ia dapat sebagai ancaman.
Homo habilis hidup pada masa 2,5 juta – 1,8 juta tahun yang lalu yang memiliki kemampuan menggunakan batu sebagai alat. Akan bertahankah elite politik yang memilih menggunakan batu untuk menyelesaikan masalah?
Pada masa kehidupannya, Homo habilis harus bisa beradaptasi untuk bertahan hidup. Ia memiliki ancaman buaya, beruang, harimau, dan sebagainya yang sewaktu-waktu dapat memangsanya.
Besar otak Homo habilis setengah dari otak kita sekarang. Tingginya sekitar 1,5 meter.
Homo habilis sangat sensitif dengan informasi baru yang mereka dengar. Itu dampak dari keberadaan mereka yang terisolasi, dan menganggap hal-hal baru itu sebagai ancaman atau peluang, akibat kehidupan meeka yang terisolasi.
Demikianlah, ketika ada suara-suara binatang, mereka akan waspada. Homo habilis menanggapinya sebagai dua kemungkinan: makanan atau ancaman.
Meski belum memanfaatkan otak secara maksimal, beruntung mereka cekatan dalam menggunakan tangan dan batu sebagai alat. Hal itu bisa mendukung kehidupan survival mereka di alam bebas dan liar.
Apakah alam demokrasi Indonesai sudah kelewat bebas dan liar? Banyak orang yang memberi saran kepada menteri pengganti Sri Mulyani, lewat media sosial, untuk ikut kursus komunikasi publik.
Alasannya, menjadi pejabat publik, perlu paham fungsi penting komunikasi, sehingga memilih diksi yang tepat dalam bahasa, sehingga bahasanya tidak menyakiti. Tapi, menteri pengganti itu memang mengikuti jejak bosnya yang dulu pernah bilang “Ndhasmu!”
Juga, menteri pengganti itu bisa menyamakan frekuensi dengan beberapa anggota DPR yang telah mengundang amarah massa akhir Agustus lalu. Ia kaget dengan posisi barunya yang mendapat sorotan luas public, berbeda dengan posisinya semula di Lembaga Penjamin Simpanan, yang terisolasi, sepi dari sorotan publik.
