Dapat SNI, Selalu Berdoa Tiap Lihat Kontainer, Eh, Dapat Order 1 Kontainer Kecap Haji Malah Bingung
Tiap lihat kontainer, Nurjannah Dongoran (46 tahun) selalu berdoa. Tapi begitu dapat order kecap satu kontainer 20 feet untuk keperluan haji dan umrah, ia malah bingung, antara bisa memenuhi order atau tidak.
Sebab sebelumnya tak pernah mendapat order sebanyak ini. “Pembeli mintanya tiga minggu, saya bilang sanggupnya tujuh minggu,” kata Nurjannah Dongoran saat menceritakan kisahnya sebagai pelaku UMKM penerap SNI di Peringatan Bulan Mutu Nasional yang diadakan oleh Badan Standardisasi Nasional (BSN) di Jakarta pada Rabu (20/11/2024).
Ia baru bisa memproduksi 10 ribu botol kecap ukuran 135 mililiter per bulan. Tiba-tiba harus menyiapkan satu kontainer dalam tiga minggu. Satu kontainer isi 60 ribu botol, tentu saja ia menjadi gamang.
Nurjannah memulai usaha memproduksi kecap pada 2017. Pada 2020 sudah mulai mengekspor ke Jepang dalam kapasitas kecil untuk memasok toko di sana.
Kecap yang ia produksi berbahan kedelai lokal dan berbeda dengan kecap lainnya, ia tidak menggunakan MSG. Tidak pula menggunakan bahan pengawet dan gluten.
“Kami pilih bikin kecap yang sehat, pakai rempah. Mikirnya untuk pasar lokal,” ujar Nurjannah.
Tentu saja rasanya berbeda dengan kecap-kecap yang sudah beredar lama di Indonesia. Banyak yang mengaku tidak suka. Pasar lokal tidak suka.
Tapi begitu ada orang asing yang mencicipi, mereka menyukainya. Mula pertama Nurjannah bertemu calon pembeli asing bermula dari ajakan ikut pameran.
Berlima dengan UMKM lain, ia ikut trade expo. Di situ ia memberanikan diri menyapa orang-orang asing agar bersedia mencicipi kecapnya.
Mereka bilang enak rasanya. Nurjannah pun berpikir ada peluang ekspor.
Ketika dibilang bebas gluten, mereka tak percaya. Nurjannah pun menunjukkan hasil uji laboratoriumnya.
Suka rasa kecapnya, tetapi mereka tak serta-merta mereka langsung membelinya. “Mereka tanya sertifikasi apa yang sudah kami punyai,” ujar Nurjannah.
Sudah punya sertifikasi SNI, sudah punya pula sertifikasi halal dan sertifikasi BPOM. Tapi, mereka tanya sertifikasi good manufacturing practices (GMP). Tentu saja Nurjannah bingung. Apa lagi ini?
Sertifikasi SNI sudah, BPOM sudah, masih ditanya sertifikasi GMP pula. Sertifikasi GMP untuk menjamin pengolahan sesuai prosedur operasional dan standar sanitasi.
Itu menjadi tantangan bagi Nurjannah. Ia pun kemudian memproses sertifikasi ini.