Bikin Trilogi Pedesaan, Layakkah Bupati Grobogan Ini Jadi Pahlawan Nasional?
Soenarto menjadi bupati Grobogan terlama pada masa Grobogan sebagai kabupaten di bawah kekuasaan administratif Hindia Belanda. Soenarto memerintah pada 1909-1933. Ia dikenal sebagai tokoh pencipta Trilogi Pedesaan.
“Di desa-desa harus ada sekolah desa, balai desa, dan lumbung desa.” Demikian yang tercatat dalam buku Sejarah Hari Jadi Kabupaten Grobogan yang disusun Pemkab Grobogan dan Jurusan Sejarah UNS pada 1991/1992, mengenai Trilogi Pedesaan yang dibuat Soenarto.
Trilogi Pedesaan ini kemudian diterapkan di berbagai kabupaten. Lantas, layakkah Soenarto diajukan menjadi pahlawan nasional? (Tahun ini Presiden Prabowo mengundurkan pengumuman nama-nama pahlawan nasional 2024).
Pemerintah kolonial menetapkan Grobogan sebagai kabupaten pada 1864, dipisahkan dari Demak. Tapi pada masa Mataram, menurut Sejarah Hari Jadi Kabupaten Grobogan, Grobogan sudah menjadi kabupaten sejak 1726, ketika Martopuro ditunjuk sebagai bupati Grobogan oleh Amangkurat IV.
“Dalam pengangkatan tersebut daerah-daerah yang menjadi wilayah kekuasaan Kabupaten Grobogan adalah Selo, Teras Karas, Wirosari, Grobogan, Santenan, dan beberapa daerah di Sukowati bagian utara Bengawan Solo,” tulis buku Sejarah Hari Jadi Kabupaten Grobogan.
Namun Martopuro memerintah dari Kartosuro, ibu kota Mataram. Menantu Martopuro, yaitu Suryonagoro, ditempatkan di Grobogan.
“OLeh karena kota Kartosuro pada waktu itu sedang dalam keadaan kacau, mak RT Martopuro masih tetap di Kartosuro. Sedang pengawasan terhadao daerah Grobogan diserahkan kepada kemenakan sekaligus menantunya: RT Suryonegoro (Suwandi),” tulis buku Sejarah Hari Jadi Kabupaten Grobogan.
Tugas Suryonagoro untuk mewakili Martopuro menjalankan urusan sehari-hari pemerintahan. Karenanya, Suryonagoro tinggal di Grobogan sebagai patih (bupati patih).
“Tugasnya menciptakan struktur pemerintahan kabupaten, walaupun belum lengkap seperti pemerintahan kabupaten pangreh praja, seperti adanya bupati patih, kaliwon, panewu, mantra, dan seterusnya sampai jabatan bekel di desa-desa,” lanjut buku Sejarah Hari Jadi Kabupaten Grobogan.
Pada 1753, Martopuro digantikan oleh Suryonagoro yang kemudian memerintah hingga 1761. Dalam hal ini, Martopuro memerintah selama 27 tahun. Lebih lama dari masa pemerintahan Soenarto.
Saat menjadi bupati, Martopuro disibukkan oleh urusan perang melawan Kompeni. Sementara, karena tidak dalam masa perang, Soenarto sibuk dengan urusan pembangunan wilayah.
Dengan trilogi pedesaannya itu, Bupati Grobogan Soenarto antara lain mengembangkan dana kesehatan dan dana kesejahteraan. Sekolah desa dan lumbung desa dikembangkan. Balai desa dan pemerintahan desa juga didirikan.