Egek

Nasib Nelayan di Lokasi PSN PIK 2 Tangerang Laut Dipagar Bambu

Sekitar 200 warga Kabupaten Tangerang hadir di diskusi tentang PSN PIK 2, sehari sebelum Presiden Jokowi lengser. Mereka antusias menyanyikan lagu Indonesia Raya. Mereka mengeluh susah melaut karena laut sudah dipagar bambu.

Sekitar 200 warga dari beberapa desa di Kabupaten Tangerang datang di diskusi Strategi Nasionalisasi Proyek Swasta, Problematik PIK 2 Sebagai PSN. Diskusi diadakan oleh Komite Peduli PIK (Koppik) pada Sabtu (19/10/2024), sehari sebelum Presiden Jokowi lengser.

Karena keputusan Jokowi menjadikan PIK 2 sebagai proyek strategis nasional (PSN)-lah, yang membuat warga pantura Kabupaten Tangerang menjadi sengsara. Kebanyakan mereka yang hadir di diskusi berprofesi sebagai nelayan.

Sebelum diskusi dimulai, warga diminta mengungkapkan hal-hal yang meeka alamai. Ada yang menyebut susah melaut karena pengembang sudah menanam batang bambu di laut sehingga menghalangi perahu mereka.

Scroll untuk membaca

Scroll untuk membaca

Sebelum acara, mereka menyanyikan lagu “Indonesia Raya” dengan penuh semangat. Penanda bahwa mereka masih warga negara Indonesia yang harus mendapat perlakuan yang layak.

Sebelum jadi PSN, pengembang PIK 2 menawar harga tanah Rp 1,1 juta per meter persegi. Warga memberi harga Rp 2,2 juta per meter persegi.

Ada warga yang sudah setuju dan menerima 80 persen pembayaran. Tapi begitu, PIK 2 menjadi PSN, harga tanah ditetapkan Rp 50 ribu per meter persegi.

“Orang tua kami ditahan dengan tuduhan memalsukan surat-surat tanah. Divonis pengadilan tiga tahun empat bulan. Ada pihak lain yang memalsukan surat tanah milik leluhur kami dan justru dimenangkan pengadilan,” ujar Kevin, warga Tegal Angus, Kecamatan Teluknaga, Kabupaten Tangerang.

“Tiga tahun lalu pihak desa mengatakan akan ada relokasi makam. Tapi sampai sekarang belum ada realisasi. Makam sudah dikelilingi gundukan tanah proyek, sehingga kami tidak bisa ziarah,” ujar Muhammad, warga Desa Kohod, Kecataman Pakuhaji. Kabupaten Tangerang.

Petrus Selestinus, koordinator Tim Pembela Demokrasi Indonesia, saat diskusi menyampaikan, pengembang tidak boleh mengambil tanah dengan cara intimidasi. “Bahkan ditahan karena mempertahankan tanah warisan,” kata Petrus yang menjadi pembela keluarga Kevin ketika ayah Kevin dituduh memalsukan surat tanah.

Menurut Petrus, kepentingan masyarakat harus didahulukan. Penggusuran, kata pembicara dsikusi yang lain, yaitu Anthony Budiawan, melanggar konstitusi.