Pitan

Ternyata yang Membangun Taman Mini Indonesia Indah di Masa Orde Baru adalah Keturunan Raja Majapahit

Pemerintah merevitalisasi Taman Mini Indonesia Indah (TMII) dengan anggaran Rp 1,7 triliun. TMII dibangun oleh keturunan raja Majapahit pada awal Orde Baru.

DPR membentuk panitia khusus. Panitia khusus itu lalu mengajukan 36 pertanyaan kepada Yayasan Harapan Kita (YHK) yang akan membangun Taman Mini Indonesia Indah (TMII).

Yang membangun Taman Mini Indonesia Indah ternyata madih keturunan anak Raja Majapahit. Dulu namanya masih Miniatur Indonesia Indah. Dalam pembangunannya YHK meminta setiap provinsi memberikan sumbangan.

Bisik-bisik yang beredar, setiap gubernur dimintai Rp 50 juta. Itu sebabnya, para mahasiswa melakukan demonstrasi menolak rencana pembangunannya pada awal Orde Baru itu.

Scroll untuk membaca

Scroll untuk membaca

Salah satu pertanyaan dari Panitia Khusus DPR untuk YHK adalah bisik-bisik Rp 50 juta itu. “Kami bukan hanya memohon partisipasi gubernur,” jawab pengurus YHK.

Oohya! Baca juga ya: Soal 'Putra-Putri Terbaik Bangsa' ITB yang Banyak Menganggur, Anies Baswedan Singgung Institusi Talent Pool

Dengan jawaban itu, pengurus YHK ingin mengatakan bahwa YHK juga memohon partisipasi dari para menteri, lembaga negara, dan masyarakat luas. “Sekurang-kurangnya berupa pemikiran dan saran-saran dari berbagai pihak yang fungsi dan keahliannya diperlukan untuk membantu pelaksanaan pembangunan proyek itu,” lanjut pengurus YHK.

Namun, partisipasi itu tidak bersifat paksaan. Kata pengurus YHK, mereka tidak memliki wewenang untuk memaksa. YHK hanya mengharap sumbangan sukarela dari setiap provinsi.

Jumlah anggota Panitia Khusus DPR ada 23 orang. Jumlah ini sesuai dengan tanggal lahir pencetus gagasan pembangunan TMII: 23 Agustus 1923.

Rupanya, dengar pendapat Panitia Khusus DPR dengan YHK membuka keran komunikasi yang tersumbat. Pencetus gagasan pembangunan TMII kemudian mengundang para mahasiswa yang berdemonstrasi.

Para mahasiswa telah berdemo sepanjang tahun 1971. Mereka diundang pada 7 januari 1972. Pencetus ide pembangunan TMII didampingi Prof Widjojo Nitisastro.

Oohya! Baca juga ya: Membahas Usulan Nama Lokal untuk Nederlandsch Nieuw Guinea, Belanda Tolak Nama Irian

Pertemuan diadakan di Gedung Bioskop Kartika Chandra, Jakarta. Para mahasiswa menerima penjelasan panjang lebar mengenai rencana proyek TMII ini.

“Saya sangat menyesal bahwa gagasan saya ini telah menimbulkan beberapa salah pengertian pada sebagian masyarakat dan sedikit merepotkan pemerintah,” kata pencetus gagasan. “Saya menyesal karena itu bukanlah maksud saya,” lanjut dia.

Namun, ia kemudian mengakui kegembiraannya. Dengan adanya suara dari kalangan mahasiswa yang mewakili masyarakat ia bersemangat untuk mengerjakan proyek itu.

“Kami tidak meminta yang bukan-bukan. Yang ka mi perlukan adalah pengertian,” kata dia. Pengertian, menurut dia, merupakan bantuan yang ikhlas, sesuai jiwa gotong royong bangsa Indonesia.

Pada Maret 1972, Panitia Khusus DPR mengeluarkan rekomendasi. Antara lain meminta embangunan TMII dilakukan secara bertahap, agar berjalan secara wajar; meminta masyarakat agar menghargaai perbedaan pendapat dan tidak memakai perbedaan pendapat untuk adu fisik; dan pembangunan bisa dilakukan oleh Pemda DKI Jakarta.

YHK memilih membangn sendiri proyek itu. YHK sudah memiliki panitia proyek. Ada Sukamdani S Gitosarjono yang mengurusi pembangunan dan Herman Saren Sudiro yang mengurusi pembebasan lahan.

Pada awalnya, TMII akan dibangun di Cempaka Putih. Ada lahan 30 hektare yang disiapkan di sana. Namun, Gubernur DKI Jakarat Ali Sadikin memiliki pertimbangan lain, sehingga ia meminta dicari lokasi lain yang luasnya mencapai 100 hektare.

Oohya! Baca juga ya: Pemimpin Koreri Ini Orang Asli Papua tetapi Bernama Bin Damai, Mengapa Belanda Tangkap Dia?

Dapatlah lokasi di Jakarta Timur. Tetapi masih harus melakukan pembebasan lahan. Warga meminta harga Rp 150 ribu – Rp 200 ribu per meter persegi.

Pembebasan tanah memang tidak gampang. Pada suatu saat sudah disetujui harga dan harus segera dibayar, tapi Ibu Ketua Yayasan Harapan Kita sedang mengikuti perjalanan Presiden di Eropa,” kata Sukamdani.

Pada 1975, pembangunan TMII selesai. Ibu Tien Soeharto, pencetus gagasan pembangunan TMII ini, bahkan sampai harus ikut mencari kayu jati ke Randublatung, dekat Grobogan.

Grobogan adalah tanah leluhur Ibu Tien. Di Grobogan ada Ki Ageng Selo. Ibu Tien adalah keturunan ke-17 dari Ki Ageng Selo.

Ki Ageng Selo adalah cucu dari Bondan Kejawan. Sedangkan Bondan Kejawan adalah anak Raja Majapahit Brawijaya V yang dibuang ke Grobogan.

Oohya! Baca juga ya: Mengapa Putri Ariani dan 9 Finalis Lainnya Kalah Suara dari Anjing Bernama Hurricane?

Masuk hutan jati di Randublatung, sebelah timur Grobogan, Ibu Tien menetapkan syarat pohon jati yanag harus dipilih; tinggi, lurus, diameter besar. Dapat empat pohon sesuai kriteria untuk dijadikan sebagai tiang utama Pendopo Agung Sasono Utomo TMII.

Kok berani-beraninya saya, mewujudkan gagasan saya, padahal duit tak punya. Bukankah seperti orang idiot? Kata Ibu Tien terkekeh-kekeh kepada Abdul Gafur yang pernah menjadi menpora di masa Orde Baru.

Awal Sepember 2023, TMII tuntas direvitalisasi. Kini memiliki wajah baru.

Ma Roejan

Sumber rujukan:
Siti Hartinah Soeharto Ibu Utama Indonesia karya Abdul Gafur (1992)