BPOM Revisi Peraturan Kemasan Pangan, BSN Sebut Ada 33 SNI Kemasan Pangan
Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) sedang merevisi Peraturan BPOM No 20 Tahun 2019 tentang Kemasan Pangan. Revisi dilakukan dengan mempertimbangkan regulasi kemasan pangan internasional dan masukan dari industri berkaitan dengan perkembangan di industri kemasan pangan.
Saat ini, menurut Direktur Sistem Penerapan Standard dan Penilaian Kesesuaian Badan Standardisasi Nasional (BSN) Konny Sagala, BSN telah menerbitkan 33 SNI berkaitan dengan kemasan pangan. Ada yang diberilakukan wajib, lewat Kementerian Perindustrian, ada yang dierlakukan secara sukarela lewat BSN.
Untuk materi peraturan, kata Direktur Standardisasi Pangan Olahan BPOM Dwiana Andayani pada Senin (10/6/2024), antara lain akan ditambahkan empat senyawa yang dilarang sebagai zat kontak pangan. Selain itu juga akan menghapus 44 jenis zat kontak pangan yang diizinkan dan menambahkan 84 jenis zat kontak pangan yang diizinkan.
Oohya! Baca juga ya:
Lulusan Terbaik FMIPA UPI Sediakan Makan Gratis Jumat Siang
Untuk pengujian bahan berulang, yang belum diatur, akan dimasukkan dalam revisi berupa ketentuan pengujian migrasi total dan migrasi spesifik bahan kontak pangan plastik. Dwiana mengatakan, regulasi di Uni Eropa, Korea, Cina, dan Thailand dijadikan acuan.
Untuk ketentuan kemasan multilapis, juga aka nada revisi. Jika Peraturan BPOM No 20/2019 hanya mengatur bahan kemasan pangan multilapis hanya untuk plastik multilapis, akan ditambahkan: multilapis plastik - plastik, multilapis plastik - kertas dan karton, multilapis plastik - logam dan paduan logam, multilapis plastik - kertas dan karton – logam dan paduan logam.
“Kemasan pangan merupakan bagian tak terpisahkan dari pangan, yang mememiliki berbagai fungsi. Keamanan kemasan pangan diatur karena zat dari kemasan pangan dapat bermigrasi kedalam pangan, beberapa jenis zat tersebut dapat berakibat buruk pada kesehatan,” jelas Dwiana dalam webinar Hari Keamanan Pangan Internasional yang diadakan Tuv NORD Indonesia pada Senin (10/6/2024).
Tuv NORD Indonesia merupakan lembaga sertifikasi produksi (LSPro) yang sudah mendapat sertifikasi dari Komite Akreditasi Nasional (KAN). Menurut Konny Sagala, sebelum mendapatkan logo Standar Nasional Indonesia (SNI), suatu produk harus mendapat pengujian dari LSPro untuk SNI wajib dan lembaga penilaian kesesuaian (LPK) untuk SNI sukarela.
“Tujuan standardisasi dan penilaian kesesuaian untuk meningkatkan jaminan mutu, efisiensi produksi, daya saing, kemampuan pelaku usaha; perlindungan kepada konsumen, pelau usaha, tenaga kerja; kepastian dan kelancaran transaksi perdagangan,” jelas Konny Sagala di acara webinar yang sama.
Oohya! Baca juga ya:
Bumi Kian Panas, Pakar Standar dan Karbon dari 16 Negara Kumpul di Jakarta
Konny menyebut riset Juni 2023 yang dilakukan oleh Center for Economics and Business Research Ltd, London. Riset itu memperlihatkan, penerapan standar di Indonesia telah memberikan kontribusi 14,5 persen pertumbuhan domestik bruto (PDB).
Saat ini sudah ada 14.883 SNI di Indonesia. “Sebanyak 35 persennya (5.235), merupakan SNI di bidang industry,” ungkap Miranti Rahayu dari Pusat Perumusan, Penerapan, dan Pemberlakuan Standardisasi Indiustri (P4SI) Kemenperin, di acara webinaryang sama.
Menurut Konny, Kemenperin telah mewajibkan penerapan SNI untuk berbagai produk, bahan baku, dan metode uji. Sedangkan untuk penerapan SNI secara sukarela, adai di BSN.
Konny mengatakan, SNI wajib diberlakukan pada produk dan bahan baku berisiko tinggi untuk memberikan perlinduangan, keamanan, keselamatan, kesehatan, dan lingkungan (K3L). “Ada konsekuensi hukum jika dilanggar,” kata Konny.
Ada 63 peraturan menteri perinsdustrian yang mewajibkan SNI bidang industri. Termasuk di dalamnya SNI untuk kemasan pangan, SNI 8218-2015 (Kertas dan Karton untuk Kemasan Pangan).
Menurut Miranti Rahayu, 63 peraturan menteri perindustrian ini juga sedang direvisi dan diharapkan pada November 2024 sudah tuntas. Tapi, kata Miranti, untuk peraturan mengenai kertas dan kantor untuk kemasan pangan baru akan dibahas pada 2025.
“Menurut UU No 18 Tahun 2012 tengan Pangan, yang dimaksud dengan kemasan pangan adalah bahan yang digunakan untuk mewadahi dan/atau membungkus pangan, baik yang bersentuhan langsung dengan pangan maupun tidak,” jelas Direktur Standardisasi Pangan Olahan BPOM Dwiana Andayani.
Oohya! Baca juga ya:
Hari Laut Sedunia, Kiara: Tambang Kian Pinggirkan Masyarakat Pesisir
Menurut Dwiana, kemasan pangan memiliki fungsi teknis dan fungsi promosi. Untuk fungsi teknis, kemasan pangan berfungsi untuk melindungi pangan dari pengaruh luar, menjadi wadah pangan, mempertahankan mutu pangan, mengawetkan pangan seperti ikan dalam kaleng, dan memudahkan transportasi.
Untuk fungsi promosi, kemasan pangan bisa untuk meningkatan penjualan. “Kemasan yang menarik menambah nilai jual produk,” kata Dwiana.
Para pelau usaha tentu saja akan memilih kemasan yang murah dan menarik. Tapi, tetap harus memperhatikan standar.
“Ada migrasi bahan pengemas ke dalam pangan. Beberapa cemaran dapat berakibat buruk bagi kesehatan, sehingga perlu ada regulasi,” kata Dwiana.
Maka, kata Konny Sagala, BSN akan menyusun standar sehingga produk kemasan pangan itu tidak berbahaya.
Priyantono Oemar