Egek

Hari Laut Sedunia, Kiara: Tambang Kian Pinggirkan Masyarakat Pesisir

Memperingati Hari Laut Sedunia berhadapan dengan kenyataan bahwa masyarakat pesisir dan pulau kecil makin terpinggirkan. Kiara melihat proyek tambang kian eksploitatif di pesisir dan pulau kecil.

Kini ada beberapa ancaman yang datang sekaligus bagi masyarakat pesisir dan pulau-pulau kecil di Indonesia. Proyek tambang nikel yang dibungkus dengan konsep hilirisasi nasional, tambang pasir laut dengan dalih pengelolaan hasil sedimentasi di laut, adalah dua di antaranya.

Menurut Sekretaris Jenderal Koalisi Rakyat untuk Keadilan Perikanan (Kiara) Susan Herawati, ancaman yang lain ada penangkapan ikan terukur yang akan meninggirkan masyarakat pesisir, yaitu nelayan tradisional. Ada pula ekspor benih bening lobster dengan dalih penempatan untuk budidaya, dan industri konservasi yang merebut ruang-ruang pengelolaan tradisional nelayan dan masyarakat pulau kecil.

“Dampaknya adalah keberlanjutan ekologis sekaligus keberlanjutan sosial-ekologi-ekonomi masyarakat pesisir yang dalam ancaman serius, bahkan dalam jangka panjang dapat menghilangkan profesi nelayan tradisional di Indonesia,” kata Susan berkaitan dengan Hari Laut Sedunia 8 Juni 2024.

Scroll untuk membaca

Scroll untuk membaca

Oohya! Baca juga ya:

Bumi Kian Panas, Pakar Standar dan Karbon dari 16 Negara Kumpul di Jakarta

Menurut Susan, nelayan dan masyarakat pesisir sangat bergantung pada laut sebagai sumber penghidupan dan kehidupan mereka. Selain proyek-proyek itu, masyarakat pesisir dan pulau-pulau kecil juga harus menanggung beban akibat pemanasan global.

Suhu permukaan laut di dunia mengalami lonjakan yang cepat dalam dua tahun terakhir. Pada 2023, menurut laporan Climate Reanalyzer University of Maine, Amerika Serikat, kenaikan suhu permukaan laut terjadi secara cepat pada awal Maret 2023.

Bahkan, April 2023, suhu permukaan air laut mencapat rekor tertinggi yaitu 21,1 Celsius. Rekor ini mengalahkan rekor suhu permukaan air laut yang rata-rata mencapai 21 Celsius pada bulan Maret 2016.

Tahun 2023 telah dinyatakan sebagai tahun terpanas dalam sejarah. Peningkatan suhu permukaan laut berhubungan dengan pemanasan global yang saat ini tengah terjadi, bahkan telah melebihi 1,5 Celsius selama periode Februari 2023 hingga Januari 2024.

Wilayah yang terkena dampak besar dari tambang dan pemanasan global itu adalah pesisir dan pulau-pulau kecil. Pembangunan yang bercorak ekstraktif dan eksploitatif, semakin memperburuk kondisi pesisir dan pulau-pulau kecil.

Oohya! Baca juga ya:

Didebat Tan Malaka, Bung Karno Sudahi Pertemuan Romusa di Banten

Pembangunan bercorak ekstratktif dan eksploitatif itu antara lain proyek pertambangan mineral maupun pasir laut, penimbunan pantai/reklamasi, ekspansi hutan tanaman industri (HTI). Dampak yang muncul, di antaranya adalah meningkatnya intensitas rob.

Rob telah terjadi di pulau-pulau kecil seperti di Kepulauan Spermonde (Sulawesi Selatan), Pulau Pari (DKI Jakarta). Di Nusa Tenggara Timur pada 2021 bahkan muncul siklon tropis seroja.

Menurut Susan, Hari Laut Sedunia ini menjadi momentum penting untuk terus mengingat bahwa 70 persen total luas permukaan planet bumi adalah laut. Dengan begitu, menjaga kelestarian dan keberlanjutan laut beserta ekosistem yang ada di dalamnya menjadi snagat penting.

Konsep Hari Laut Sedunia yang diusulkan dalam Konferensi Tingkat Tinggi Bumi (KTT Bumi/Earth Summit) di Rio de Janeiro di tahun 1992 menekankan prinsip kehati-hatian. Prinsip kehati-kehatian merupakan prinsip utama untuk mencegah kerusakan ekologi pesisir, pulau kecil, dan laut.

“Dalam konteks pembangunan di wilayah pesisir dan pulau kecil hari ini, pemerintah belum maksimal menerapkan prinsip kehati-hatian (precautionary principle) dalam tata kelola pesisir dan laut serta pulau kecil,” kata Susan.

Kiara tak hanya menyoroti masifnya proyek tambang ekstraktif dan eksploitatif dan belum maksimalnya penerapan prinsip kehati-hatian. Kiara juga menyoroti persoalan pengakuan pemerintah terkait konservasi berbasis masyarakat yang merupakan investasi yang telah dijalankan masyarakat lokal.

Oohya! Baca juga ya:

Kenapa Berziarah ke Makam Amangkurat I Pembantai Santri-Ulama? Koran Milik Sarekat Islam Bersikap

“Dalam konteks menjaga keberlanjutan ekologi di pesisir, laut dan pulau kecil, masyarakat pesisir, dan pulau kecil telah melakukan investasi besar dan turun-temurun dengan cara mengelola dan memanfaatkan hanya sebatas pada kebutuhan mereka,” kata Susan.

Susan menyebut contoh investasi berbasis masyarakat yang ada di Aceh, yang dilakukan oleh Panglima Laot. Di beberapa daerah di Indonesia Timur dilakukan dalam bentuk menerapkan kaombo dan sasi. Di banyak tepat lagi, masyarakat juga menjaga laut secara individu maupun komunal.

“Pengakuan investasi ini yang seharusnya diakomodasi pemerintah dalam satu kebijakan yang bertujuan untuk melindungi setiap upaya yang telah masyarakat bahari lakukan untuk menjaga keberlanjutan ekologi di wilayah mereka. Ibu adalah laut, menjaga laut adalah menjaga kehidupan!,” kata Susan Herawati.

Ma Roejan