Lincak

Kenapa Berziarah ke Makam Amangkurat I Pembantai Santri-Ulama? Koran Milik Sarekat Islam Bersikap

Sandiaga Uno, saat menjadi cawapres di Pilpres 2019, berziarah ke makam Amangkurat I. Koran milik Sarekat Islam pernah mengkritik orang-orang yang berziarah ke makam pembantai santri-ulama itu.

Saat menjadi cawapres di Pilpres 2019, Sandiaga Uno berziarah ke makam Amangkurat I di Tegal. Seperti halnya para peziarah lainnya yang selalu berduyun-duyun datang setiap tahunnya, Sandiaga Uno juga berdoa di makam itu.

Memang, setuap tahun ada banyak peziarah untuk berdoa dan tahlil di makam Amangkurat I. Bahkan ada yang datang untuk ngalap berkah. Pimpinan UIN Walisongo Semarang, pada 2021-2022 juga berziarah dalam rangkat Dies Natalis UIN Walisong ke-51 dan ke-52.

Bagaimana mungkin, raja pembantai ribuan santri dan ulama itu selalu diziarahi oleh umat Islam? Pada 1917, koran milik Sarekat Islam, Oetoesan Hindia, mengkritik orang-orang yang berziarah ke makam Amangkurat I ini.

Scroll untuk membaca

Scroll untuk membaca

Oohya! Baca juga ya:

Ini yang Dilakukan Bung Karno pada Ibu Kos Setelah Talak Istri

“Bayangkan saja Sultan Amangkurat yang kejam dan haus darah. Sekarang kuburan monster itu dikunjungi ribuan orang. Mereka semua, dalam ketidaktahuan mereka, mempersempahkan kurban dan pemujaan,” tulis Oetoesan Hindia edisi Agustus 1917 seperti dikutip Bataviaasch Nieuwsblad edisi 24 Oktober 1917.

Koran milik Sarekat Islam itu menyebut Amangkurat I sebagai sultan, padahal seharusnya sunan. Sunan yang disandang Amangkurat I bukanlah dalam pengertian sunan yang dipakai oleh para wali.

Sunan berasal dari kata susuhunan, yang artinya sesembahan. Gelar sunan yang dipakai raja berarti raja itu menjadi sesembahan karena kekuasaan politiknya. Sedangkan walisanga, menjadi sesembahan karena ilmu agamanya.

Kendati begitu, hingga hari ini memang masih banyak yang memuja Amangkurat I. Ia dianggap sebagai raja yang berjasa dalam dakwah Islam.

“Tahlil dan doa menjadi agenda utama rombongan setibanya di lokasi makam,” tulis laman walisongo.ac.id mengenai kegiatan ziarah yang dilakukan pimpinan UIN Walisongo pada 2021.

Oohya! Baca juga ya:

Bung Karno Bercerita Soal Perselingkuhan Dia dengan Ibu Kos

Saat itu, yang berziarah ada Wakil Rektor I, Dr M Mukhsin Jamil MAg dan Ketua Senat Prof Dr Muhibbin MAg. Ada pula Kepala UPT Perpustakaan Umar Falahul Alam MHum, Kabag Akademik dan Kemahasiswaan Muntoha MM, para dosen, dan sekretaris pimpinan.

“Adanya kegiatan tapak Tilas ini dapat menjadi sarana untuk memperkaya intelektualitas dari sejarah yang ada,” tulis walisongo.ac.id mengenai kegiatan ziarah ke makam Amangkurat I pada 2022. Rombongan ziarah UIN Walisongo ke makam Amangkurat I pada 2022 itu dipimpin oleh Sekretaris Senat UIN Walisongo Drs H Anasom MHum.

Laman jateng.nu.or.id pernah menurunkan tulisan yang memuji-muji jasa Amangkurat I dalam dakwah Islam. Tulisan itu sama sekali tidak menyinggung dosa Amangkurat I membantai santri dan ulama.

Rupanya, memang tak banyak yang tahu tentang pembantaian ini, sehingga pada 1917, koran milik Sarekat Islam perlu bersikap. Mengapa banyak orang berziarah ke makam raja yang keji?

Hamka menyebut korban santri dan ulama yang dibantai Amangkurat I mencapai 7.000 orang. “Yang banyaknya tidak kurang dari 7.000 orang. Kemudian menyuruh mereka naik tiang gantungan,” tulis Hamka di buku Dari Perbendaharaan Lama.

Sejarawan Belanda HJ de Graaf menyebut korban santri-ulama yang dibantai sebanyak 5.000-6.000 orang. “Dengan cara mengerikan,” kata De Graaf di buku Disintegrasi Mataram di Bawah Mangkurat I.

Oohya! Baca juga ya:

Ditanya Trinitas, Penginjil di Ngoro Ini Gebrak Meja Menahan Marah

Pembantaian itu berlangsung cepat dan serempak di berbagai wilayah, dikomandoi dengan bunyi tembakan. Tak sampai setengah jam, pembantaian terhadap para santri dan ulama itu telah selesai.

Sebelum perintah pembantian diberikan, Amangkurat I menyebar orang-orang untuk mendata para ulama beserta santri-santrinya. Mereka ditengarai telah mendukung Pangeran Alit melakukan pemberontakan, karenanya harus dimusnahkan.

Tapi oleh tulisan berjudul “Mengungkap Peninggalan Islami Sunan Tegalwangi” di jateng.nu.or.id, sumber-sumber Belanda yang menyebutkan tindakan keji Amangkurat I disebut sebagai upaya Belanda melakukan politik adu domba terhadap bangsa Indonesia.

Tetapi ketika ia menyebut banyaknya orang Belanda yang ditahan Mataram lalu disunat karena masuk Islam, yang ia pakai adalah tulisan De Graaf yang mengunakan sumber-sumber Belanda.

Ma Roejan