Didebat Tan Malaka, Bung Karno Sudahi Pertemuan Romusa di Banten
Bung Karno benar-benar mendapat panggung dari Jepang. Ia diangkat menjadi Chuo sangi in no gicho (pemimpin teknis Dewan Pertimbangan Pusat).
Suatu hari ia dipersiapkan mengunjungi Bayah di Banten, yang disebut Tan Malaka sebagai Kota Romusa, dengan 15 ribu romusa. Seperti halnya kunjungan ke tempat lain, di Bayah pun, Bung Karno dilulukan, kendati ia datang untuk menyemangati romusa agar terlebih dulu berbakti kepada Jepang untuk mendapat kemerdekaan.
Tapi kemudian ia tak berkutik ketika ia didebat oleh Ilyas Hussein, pekerja yang mengurusi pulang-perginya romusa. Setelah Ilyas Hussein berbicara, Sonco (Camat) Bayah yang ingin berbicara pun tidak diperbolehkan, pertemuan disudahi.
Oohya! Baca juga ya:
Sarekat Islam Merespons Kristenisasi di Indonesia, Apa yang Terjadi?
Bayah Kozan, pabrik arang yang dikunjungi Bung Karno, adalah parbik swasta yang diawasi oleh pemerintah militer Jepang di Jawa. Kunjungan Bung Karno membuat para pegawai Bayah Kozan sibuk mempersiapkan penyambutan.
“Hati para pegawai berdebar-debar menunggu-nunggu hari yang mulia menggembirakan itu,” kata Tan Malaka di buku Dari Penjara ke Penjara.
Ilyas Hussein semula diterima sebagai pekerja di gudang. Pada saat Bung Karno berkunjung, ia sudah diberi tugas mengurusi pergi-pulangnya para romusa dan juag menjadi wakil ketua Badan Pembantu Keluarga Prajurit Sukarela anak ranting Bayah.
Ilyas Husein bertugas menyambut tamu-tamu agung di pintu gerbang lalu mengantarkannya ke tempat pertemuan. Setelah itu, ia berugas pula mengantarkan makanan minuman untuk tamu-tamu agung.
“Kita mesti berbakti dulu kepada Jepang, ‘saudara tua’, yang sekarang berperang mati-matian menantang sekutu yang jahanam itu (cocok dengan ‘Amerika kita setrika dan Inggris kita linggis’),” kata Bung Karno saat berpidato, seperti dikutip Tan Malaka.
Oohya! Baca juga ya:
Kenapa Berziarah ke Makam Amangkurat I Pembantai Santri-Ulama? Koran Milik Sarekat Islam Bersikap
Bung Karno lalu menghibur para pekerja. Jerih payah berkati kepada Jepang akan diberi imbalan berupa kemerdekaan, setelah Sekutu kalah.
Namun, sebelum menerima itu, bangsa Indonesia menunjukkan kerja terlebih dulu, yaitu berbakti kepada Jepang. Kewajiban romusha di Bayah, menurut Bung Karno, adalah bekerja keras mempertinggi produksi arang.
Bung Hatta yang ikut hadir juga menyampaikan pidato setelah Bung Karno. Lalu Sukarjo Wiryopranoto menjadi moderator untuk meminta para romusha mengajukan pertanyaan.
Pertanyaan. Bukan pendapat. “Hadirin tiada diperbolehkan berpendapat,” kata Tan Malaka mengenai jalannya pertemuan itu.
Banyak yang bertanya di pertemuan romusa itu, termasuk Camat Bayah. Tetapi camat itu menerima ejekan agar ikut lagi kursi pangreh praja.
Ilyas Hussein yang sedang asyik memilih kue dan minuman segera menyudahi tugasnya. Ia lalu mengajukan diri untuk bertanya kepada Bung Karno.
Oohya! Baca juga ya:
Ini yang Dilakukan Bung Karno pada Ibu Kos Setelah Talak Istri
“Kalau saya tiada salah bahwa kemenangan kemenangan terakhir akan menjamin kemerdekaan Indonesia. Artinya, kemenangan terakhir dahulu dan di belakangnya baru kemerdekaan Indonesia. Apakah tiada lebih cepat bahwa kemerdekaan Indonesialah yang kelak menjamin kemenangan terakhir,” tanya Ilyas Hussein sedikut berargumen.
Bung Karno menjawab, jika bangsa Indonesia memperileh kemerdekaan sekarang sebelum membantu Jepang, pada akhirnya bangsa Indonesia tetap akan memrejuangkan kemerdekaan. “Buktikanlah jasa kita lebih dahulu, berhubung dengan banyaknya jasa kita itulah kelak Dai Nippon akan memberikan kemerdekaan kepada kita,” jawab Bung Karno seperti dikutip Tan Malaka.
Mendapat jawaban tidak memuaskan itu, Ilyas Hussein langsung menimpali. Menurut Ilyas Hussein, bangsa Indonesia tidak akan memperjuangkan kemerdekaan yang dijanjikan oleh Jepang, tapi pasti akan memperjuangan kemerdekaan jika kemerdekana itu sudah dimiliki.
Lalu lalu memberikan dua contoh analogi. Pertama, cerita tentang gembala pengecut yang melawan macan. Keberaniannya melawan macan muncul setelah macan itu menerkam kerbaunya.
“Ketakutan bertukar menjadi keberanian, sebab membela hak yang nyata, yang ada di tangan,” kata Ilyas Hussein.'
Oohya! Baca juga ya:
Bung Karno Bercerita Soal Perselingkuhan Dia dengan Ibu Kos
Analogi kedua ia ambil dari kisah keruntuhan Romawi. Para pekerja di Romawi bekerja sebagai budak belian. “Mereka tak peduli sama sekali dengan ternak, perkakas, dan pekerjaannya, sehingga produksi merosot ke bawah. Dengan merosotnya produksi, maka merosotlah pula pertahanan negara,” kata Ilyas Hussein.
Yang ingin dikatakan Ilyas Hussein adalah, seharusnya bangsa Indonesia memiliki kemerdekaan terlebih dulu. Jika ada yang mengganggu kemerdekaan yang dimilikinya, bangsa Indonesia akan berani untuk mempertahankannya.
Sebelum menjawab, Bung Karno merapikan penampilannya. Ia berdiri lalu mengelus-elus lengan bajunya.
“Sambil memandang kiri-kanan, seolah-olah hendak menunjukkan kepada hadirin hawa tidak pantas Bayah Kota Romusa membantah pahamnya Banteng Besar Indonesia. Sedangkan puluhan ribu khalayak pada sembarang rapat raksasa di Pulau Jawa ini Cuma tahu menyambut pidato Bung Karno yang ‘berapi-api’ itu dengan tepuk sorak yang gemuruh saja,” kata Tan Malaka.
“Kalau Dai Nippon sekarang juga memberikan kemerdekaan kepada saya, maka saya tiada akan terima,” tegas Bung Karno menjawab sanggahan Ilyas Hussein di pertemuan romusa itu.
Itu kalimat terakhir Bung Karno. Ketika Ilyas Hussein --yang lain adalah nama samaran dari Tan Malaka-- hendak berbicara lagi, tak diberi kesempatan. Demikian pula, Camat Bayah yang tiba-tiba juga meminta waktu untuk berbicara lagi, juga tak diberi waktu.
Ma Roejan