Pitan

Cerita Muslim Baduy Luar, Naik Haji karena tak Ingin Jadi Harimau

Sungai di kampung Baduy Luar. Masyarakat Baduy menganut kepercayaan Sunda Wiwitan, tetapi yang tinggal di kampung Baduy Luar pada tahun 1930-an sudah ada yang beragama Islam, bahkan pergi berhaji. Sayamin pergi berhaji karena tak ingin menjadi harimau.
Sungai di kampung Baduy Luar. Masyarakat Baduy menganut kepercayaan Sunda Wiwitan, tetapi yang tinggal di kampung Baduy Luar pada tahun 1930-an sudah ada yang beragama Islam, bahkan pergi berhaji. Sayamin pergi berhaji karena tak ingin menjadi harimau.

Nicolaas JC Geise melakukan penelitian di Baduy pada 1939-1941. Ia tinggal di Cipereu, yang ia gambarkan sebagai kampung Baduy Luar yang lebih muda dari Ciboleger. Lokasinya di seberang Sungai Ciboleger, lima menit jalan kaki dari Ciboleger.

Oohya! Baca juga ya:

Cara Warga Baduy Menjaga Keseimbangan Alam Lewat Pakaian

Scroll untuk membaca

Scroll untuk membaca

Jalan ke Baduy, Hitam dan Putih Pakaian Baduy, Apa Maknanya?

Jalan ke Baduy, Pengunjung Perlu 7 Jam Perjalanan, Warga Baduy Cukup 1,5 Jam

Ikat Kepala Baduy, Semua Dikenakan di Kepala tetapi Namanya Berbeda

Saat itu, sudah ada warga Baduy Luar yang menjadi Muslim dan naik haji. Tapi, cerita mengenai Islam di Baduy Luar masih bercampur dengan hal-hal mistik. Cerita mengenai orang menjelma menjadi buaya, menjadi harimau, bukan hal asing di Baduy.

Ini kisah Haji Sayamin yang menjadi responden penelitian Geise. Geise pada 1955 menjadi rektor pertama Universitas Parahyangan (Unpar) Bandung. Cerita Sayamin ada di buku Baduijs en Moslems karya Geise, yang diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia pada 2022:

Unggal kyai ngabejaan ka Haji Sayamin, “Sia lamun teu jadi haji, tangtu jadi maung, sabab turunana Gunung Anten.” Tapi teu hayang, terus ka Mekkah, ayeuna teu jadi maung. Ayeuna maung sieuneun ku Haji Sayamin. (Setiap kiai memberi tahu Haji Sayamin, “Jika kamu tidak berhaji, tentu menjadi harimau karena keturunan Gunung Anten.” Tak ingin jadi harimau, ia berangkat berhaji ke Makkah, sehingga tak jadi harimau. Sekarang harimau yang takut pada Haji Sayamin).

Haji Sayamin memiliki kebun pisang dan ladang padi. Ia tak perlu menunggui kebun dan ladang padinya. Bapaknya yangs udah menjelma menjadi harimau yang akan menjaga kebund an ladang padinya. Harimau itu bisa dipanggil dengan cara membakar kemenyan putih.

Haji Sayamin bercerita, masyarakat harimau itu juga memiliki wedana. Kai Kanim yang dulu menjadi jaro dari Gunung Anten, menjadi wedana harimau. Ki Markasih menjadi jurus tulis, Ki Salim yang dulu pangiwa dari Gunung Anten, menjadi pembantu wedana harimau.

Sayamin memerintahkan para harimau itu berkeliling menjaga kebun dan ladang padi sebanyak tujuh kali pada siang hari dan tujuh kali pada malam hari. “Jelema nu boga maksudna jahat, maksa rek maling, nenja ieu maung jelema nu ditulung, henteu nenjo.” (Mereka yang punya niat buruk, yang mau mencuri, akan melihat harimau-harimau itu. Orang yang dibantu tidak akan melihat harimau-harimau itu).

Priyantono Oemar