Lincak

Jalan ke Baduy. Pengunjung Perlu 7 Jam Perjalanan, Warga Baduy Cukup 1,5 Jam

Syafathar menyusuri jalan menanjak ke Baduy Dalam. Ia peserta termuda, bocah berusia enam tahun.
Syafathar menyusuri jalan menanjak ke Baduy Dalam. Ia peserta termuda, bocah berusia enam tahun.

Peserta termuda adalah bocah berusia enam tahun, peserta tertua berusia 78 tahun. Yang tertua meragukan yang paling muda bisa sampai di Cibeo. "Jangan-jangan yang termuda juga meragukan yang tertua bisa sampai di Cibeo," ujar salah satu peserta berseloroh.

Yang tertua, Andi Sahrandi, sudah berkali-kali ke Cibeo. Yang termuda, namanya Nahleindra Syafathar, baru kali ini harus berjalan kaki jarak jauh naik turun bukit. Keduanya sampai juga di Cibeo.

Andi Sahrandi peserta tertua. Rombongan pulang dari Cibeo lewat jalur pendek ke Cijahe.
Andi Sahrandi peserta tertua. Rombongan pulang dari Cibeo lewat jalur pendek ke Cijahe.

Peserta tertua kedua, usianya 63 tahun, kerempeng, bawa tas punggung yang di dalamnya ada peralatan seduh kopi. Juga bisa sampai di Cibeo karena sudah biasa naik-turun gunung selama pandemi Covid-19.

Scroll untuk membaca

Scroll untuk membaca

Jumlah anggota rombongan ada 47 orang, terdiri dari anggota Perhimpunan Mahasiswa Bandung (PMB), komunitas Merdeka Hiking Club, mahasiswa Sekolah Bisnis dan Manajemen ITB, dan relawan Posko Jenggala. Mereka berangkat dari Bandung pada Jumat (26/5/2023) malam.

Yang muda-muda, yang berat badannya berlebih, ada beberapa. Juga berhasil tiba di Cibeo. "Tiap nanjak, gak berani lihat atas jadi nunduk terus biar gak lihat tinggi dan panjangnya tanjakan," kata Tadya, yang memiliki berat badan berlebih.

Tadya berfoto sejenak bersama anak-anak Baduy Luar yang bertemu di perjalanan.
Tadya berfoto sejenak bersama anak-anak Baduy Luar yang bertemu di perjalanan.

Pergi ke kampung Baduy Dalam, berbeda dengan mendaki gunung. "Kalau naik gunung kita mengukur diri, sekiranya sudah gak kuat kita turun. Kalau ini, sudah gak kuat kalau mau pulang ya harus naik turun bukit, jadi mending lanjut saja sampai tujuan. Sama capek-nya," kata Rizal yang juga memiliki berat badan berlebih.

Rombongan harus berkali-kali istirahat, sehingga memerlukan tujuh jam waktu perjalanan. "Kalau kami biasa satu jam sampai 1,5 jam," kata Sapri, warga Cibeo.

Bisa jadi. Sebab para remaja Baduy Dalam yang memikul tas pengunjung, bisa berlari di jalan tanjakan sambil memikul beban. Tapi, mereka tetap harus menyertai rombongan, termasuk saat istirahat, karena selain menjadi porter, mereka juga bertugas menjadi penunjuk jalan.

"Rasa lelah dan shock memang sangat terasa bagi orang yang pertama kali melakukannya, tapi semua terbayar dengan ilmu-ilmu baru yang luar biasa yang bisa kita dapatkan, pengalaman yang sangat mengesankan sehingga bisa diceritakan dengan bangga ke orang-orang, " ujar Kamilah dari Perhimpunan Mahasiswa Bandung.

Pemuda Baduy memikul tas pengunjung.
Pemuda Baduy memikul tas pengunjung.

Saat istirahat di perbatasan Baduy Luar dan Baduy Dalam, anggota rombongan tertua nomor dua, mengeluarkan peralatan seduh kopinya. Kompor gas ia nyalakan, air ia panaskan. Alat seduh ia siapkan. "Yang mau ngopi sini gelasnya," teriak dia Rudy RR, peserta tertua kedua.

Rudy peserta tertua kedua sedang menyeduh kopi saat istirahat.
Rudy peserta tertua kedua sedang menyeduh kopi saat istirahat.
Penulis menikmati kopi hasil seduhan Rudy, pemilik Joeaq Coffee, Bandung.
Penulis menikmati kopi hasil seduhan Rudy, pemilik Joeaq Coffee, Bandung.

Yang lain ada yang beristirahat dengan manfaatkan waktu untuk tidur-tiduran sampai benar-benar tertidur. Yang lain ada yang bermain-main di sungai. Yang lain lagi ada yang menikmati mi gelas yang dijual warga Baduy Luar. Ada juga yang melepas dahaga dengan membeli es yang dijual anak-anak Baduy Luar.

Selepas istirahat, rombongan harus menaiki tanjakan tertinggi dan terpanjang selama perjalanan. "Gara-gara hiking paru-paru saya makin cepet recovery-nya," ujar Andi Kim, ketua MHC yang menjadi ketua rombongan Ulin ka Baduy kali ini.

Selama pandemi Covid-19 MHC rutin mendaki gunung seputaran Bandung. Dua-tiga kali dalam sebulan. "Pertama kali ke Gunung Burangrang, ngos-ngosan, malah keluar dahak kental. Pas dicek ke dokter disaranin diterusin. Setelah beberapa kali ke gunung jadi enak paru-paru. Sekarang lebih enteng," kata Kim yang harus menjalani perawatan TBC.

Andi Kim (topi merah) selaku ketua rombongan memberikan pengarahan kepada anggota rombongan yang berangkat ke Baduy.
Andi Kim (topi merah) selaku ketua rombongan memberikan pengarahan kepada anggota rombongan yang berangkat ke Baduy.

Peejalanan ke Baduy Dalam lewat Ciboleger ini juga memberi pelajaran. Seorang peserta enggan meniitipkan tasnya ke porter, tapi ketika kepayahan di tengah jalan ia minta temannya yang membawa. Dia melaju lenggang kangkung meninggalkan teman yang membawakan tasnya. Temannya protes tapi tak ia gubris, sampai akhirnya ia dilempar tas oleh temannya. Temannya tak mau lagi membawakan tasnya.

Ahad (28/5/2023) sehabis makan duren di rumah Sadim di Cibeo, si penitip tas yang melenggang kangkung itu pun ditegur seniornya, agar tidak menunjukkan ego. Meski begitu, ketika hendak pulang, ia masih menunjukkan ego, sehingga harus menunggu dia saat semua peserta sudah siap. Ia malah berlama-lama mandi di sungai. Ia pun kena tegur lagi.

Gara-gara terlalu lama menunggu si egois, penyair Bandung Untung Wardoyo mengganti puisinya tahun 2013 berjudul "Kamu" dengan judul "Baduy". Untung sudah menerbitkan dua buku puisi: Perjalanan Sunyi (2014) dan Untung Waktu (2021).

Baduy

Mengenalimu kebetulan

Merindukanmu kemestian

Mengingatmu keindahan

Menyayangimu keikhlasan

Melupakanmu penderitaan.

Priyantono Oemar