Lebaran 1939, Rakyat Indonesia Bercakar-cakaran Soal Indonesia Berparlemen
Eropa mulai perang pada 1939. Belanda tidak tentu nasibnya. Bisa celaka bisa selamat. “Ditilik dari soedoet ‘Nederland bisa tjelaka’, maka pertanjaan jang haroes didjawab sekarang ialah: betapa nasib Indonesia kalau Nederland moesnah dari peta doenia seperti Tjecho Slowakai dan Polen?” tanya M Tabrani di tulisannya berjudul “Sehabis Lebaran” di Pemandangan edisi 11 November 1939.
Saat itu Lebaran jatuh pada hari Senin 13 Nobember 1939. Saat itu pula, di Batavia sedang muncul gerakan Indonesia Berparlemen. Yaitu gerakan untuk mewujudkan kemandirian Indonesia agar memiliki pemerintahan sendiri.
Pertanyaan itu disadari Tabrani sebagai pertanyaan yang bisa membuat sakit hati Belanda. Tapi pertanyaan itu ia ajukan sebagai anak Indonesia yang berhak dan wajib memikirkan nasib bangsa dan tanah air.
“Kita chawatir nanti2 kepoelaoean Indonesia jang moleg dan kaja-raja ini dibagi-bagi seperti koewe lapis diantara negeri2 koeat, bilamana Nederland terbawa-bawa dalam perang. Oentoek mengoerangi atau melenjapkan kechawatiran itoe, maka diboetoehi oesaha bersama antara Nederland dan Indonesia berdasarkan programma: Indonesia haroes lekas-lekas berdiri sendiri, mempoenjai parlement sebeloem kegentingan di Eropah sampai dipoentjaknja! Djadi tidak boleh ditoenggoekan sampai perang habis,” kata Tabrani.
Untuk menunggu program Indonesia Berparlemen itu terwujud, apa yang harus dilakukan rakyat Indonesia? Ketika Gabungan Politik Indonesiai memprakarsai gerakan Indonesia Berparlemen ini, ada golongan lain yang bertindak sendiri, dipelopori oleh M Yamin. Hal ini memunculkan percik-percik perselisihan.
Kata Tabrani, “Dalam menoenggoe oesaha demikian itoe, maka kewadjiban rakjat Indonesia dalam Lebaran sekarang ini ialah memoesnakan segala pertengkaran dan pertjektjokan beroepa maaf-memaafkan sambil bersoempah tidak akan bertjektjok lagi. Jang dimaksoedkan soedah tentoe boekan oedara diktatuur, jang satoe dibikin sate oleh jang lain atau orang tidak lagi mempoenjai kemerdikaan oentoek bersoeara.”
Setelah saling memaafkan, rakyat Indonesia harus bersatu untuk tujuan berdiri sendiri lewat cara memiliki parlemen sendiri. Dalam bahasa Tabrani: Tidak mengapa dalam soal-soal lain tetap bercakar-cakaran (kita harapkan djangan), tetapi dalam mendengoeng-dengoengkan soeara toentoetan perlement itoe semoea partai dan semoea orang Indonesia haroes bersatoe.
Priyantono Oemar