Ratu Jawa Ini Dikagumi Pangeran Arab di Masa Khalifah Muawiyah
 
Ketika Muawiyah bin Abu Sufyan menjadi gubernur Syam pada 639 Masehi, Kerajaan Kalingga sudah 12 tahun mengirim upeti ke Cina. Kalingga mengirim utusan untuk membawa upeti pertama kali pada 627 Masehi di masa Dinasti Tang yang berkuasa sejak 618 Masehi.
Ketika Ratu Shima menjadi raja Kalingga pada 674 Masehi, Khalifah Muawiyah bin Abu Sufyan telah menjadi khalifah selama 13 tahun sejak 661 Masehi. Ratu Jawa inilah yang dikagumi Pangeran Arab, yang disebut catatan Cina batal menyerang Kalingga.
Pangeran Arab itu, yang disebut sebagai Pangeran Tazi, tak jadi menyerang Kalingga setelah mengetahui sikap adil Ratu Shima terhadap anaknya yang melangkahi emas yang ditaruh di jalan. Emas itu sudah tiga tahun ada di jalan, tak ada yang berani mendekatinya, hingga akhirnya putra Ratu Shima melangkahi emas itu dan membuat Ratu Shima memberikan hukuman potong jari kaki.
Siapa Pangeran Tazi yang dimaksud dalam catatan Cina itu? Apakah Yazid bin Abu Sufyan? Muawiyah diangkat menjadi gubernur Syam oleh Khalifah Umar bin Khattab, menggantikan saudaranya Yazid bin Abu Sofyan yang wafat.
Lalu Muawiyah menjadi khalifah pada 661 – 680 Masehi. Ratu Shima menjadi penguasa Kalingga sejak 674 hingga 695 Masehi.
Catatan Cina yang dikutip WP Groeneveldt tidak menjelaskan sosok yang disebut Pangeran Tazi itu. Namun, catatan Cina itu memberikan gambaran rinci mengenai Kalingga.
Kalingga diebut berada di sebuah pulau di Samudera Selatan, terletak di timur Sumatra dan di sebelah barat Bali. Wilayah utaranya berbatasan dengan Kamboja, di selatan berbatasan dengan laut.
“Dinding kota terbuat dari pagar kayu; terdapat juga sebuah bangunan besar dua lantai, yang dilapisi kulit pohon palem; di sini raja tinggal, dan ia duduk di atas dipan gading,” tulis Groeneveldt mengutup catatan Cina pada masa Dinasti Tang itu.
Penduduk Kalingga disebut telah bisa membaca dan mengenal sedikit ilmu astronomi. Mereka mengolah bunga pohon kelapa menjadi minuman.
Bunga kelapa itu panjangnya disebut lebih dari 90 sentimeter dan sebesar lengan manusia. Untuk mendapatkan sari, bunga dipotong. Sarinya lalu dibuat menjadi anggur yang manis dan memabukkan.
"Saat makan, mereka tidak menggunakan sendok atau sumpit, melainkan memasukkan makanan ke mulut dengan jari-jari mereka," lanjut Groeneveldt, masih mengutip catatan Cina.
Raja-raja Kalingga sering ke pegunungan di wilayah Lang-pi-ya. Dari pegunungan inilah raja melihat Laut Jawa.
"Selama periode Chin-kwan (627-649), negara ini mengirim utusan untuk membawa upeti, bersama dengan utusan dari Dva-ha-la dan Dva-patan (Bali). Kaisar menganugerahi mereka balasan di bawah meterai agung, dan karena Dva-ha-la meminta kuda-kuda yang bagus, kuda-kuda itu pun diberikan kepada mereka.” Demikian catatan Cina yang dikutip Groeneveldt.
 
             
             
                  