Tabrani Mendapat Penentangan dari Muh Yamin Jong Sumatra dan Juga dari Anggota Jong Java
Tabrani mendapat penentangan ketika mengusulkan persatuan Indonesia Raya dan bahasa Indonesia sebagai bahasa persatuan.
Ketika Tabrani mengusulkan agar ikrar pemuda “Menunjung bahasa persatuan bahasa Melayu” diganti dengan “Menunjung bahasa persatuan bahasa Indonesia”, Muh Yamin menentangnya. Alasannya, bahasa Indonesia belum ada. Tapi Tabrani menegaskan, jika belum ada, bahasa Indonesia harus diadakan.
Sebelum berdebat dengan Muh Yamin pada 2 Mei 1926, Tabrani juga sudah mendapat penentangan dari anggota Jong Java, G Astrohadikoesoemo. Tabrani juga aktivis Jong Java. Menurut Astrohadikoesoemo, sebelum Indonesia merdeka tak perlu rebut-ribut mempersoalkan bahasa persatuan. Bahasa persatuan bisa diciptakan setelah Indonesia merdeka.
Jauh sebelum perdebatan soal bahasa persatuan, Tabrani juga mendapat penentangan dari aktivis Jong Java seputar usulannya mengenai persatuan Indonesia Raya. Ketika masih aktif di Jong Java, Tabrani meramaikan polemik soal persatuan Indonesia di majalah Jong Java.
Di pihak lain ada Soegandhi, anggota Jong Java yang --menurut Soemarto ketika berbicara di Kongres Pemuda Indonesia Pertama pada tahun 1926-- “menganjurkan lebih dahulu bekerja untuk golongan bangsanya sendiri”. Sedangkan Tabrani merupakan “pengikut persatuan Indonesia”.
Kata Soemarto:
Kolom berkolom organ Jong Java menyajikan pokok persoalan itu, dan jumlah mereka yang menganut gagasan Indonesia berangsur-angsur naik, sampai akhirnya mereka pada Kongres Jong Java ke-8 diputuskan: supaya pasal 3 lama dalam Anggaran Dasar diubah sedemikian rupa sehingga menyatakan juga tentang cita-cita Jong Java yang menuju ke Persatuan Indonesia.
HOS Tjokroaminoto dari Sarekat Islam menjadi tokoh pertama yang dicatat Tabrani. Bersama Sarekat Islam, Tjokroaminoto memperjuangkan kemerdekaan dan kesetaraan melalui tuntutan memiliki pemerintahan sendiri ketika mereka belum mengenal nama Indonesia. Maka, persatuan yang diperjuangkan masih bernama persatuan Hindia, melalui semangat Pan-Islamisme Hindia, dengan menempatkan pemerintah kolonial sebagai bukan pemeluk Islam.
Dalam suasana Hindia seperti itu, Tabrani tumbuh menjadi remaja. Membangun kesadaran mengenai persatuan Indonesia, ia tidak puas dengan cita-cita Jong Java yang hanya membangun Jawa Raya. Di Jong Java, Tabrani berdiri pada kubu cita-cita Indonesia Raya, berhadapan dengan kubu Soegandhi yang memperjuangkan cita-cita Jawa Raya. Pilihannya mendapat dukungan dari dokter Satiman, pendiri Jong Java. Dari sinilah cita-cita Indonesia Raya Tabrani terus tumbuh. Ia memperjuangkan tiga hal sekaligus: Kemerdekaan, Kesetaraan, Persatuan. Lewat pergerakan dan jurnalistik.
Ia gaungkan ide-idenya melalui surat kabar tempat ia bekerja sebagai wartawan. Seluruh rakyat Indonesia perlu bersatu. Bangsa Indonesia perlu setara kedudukannya sebagai warga negara. Bangsa Belanda tidak boleh lebih tinggi dari bangsa Indonesia. Bangsa Timur Asing juga tidak boleh lebih rendah dari bangsa Belanda, tidak boleh lebih tinggi pula dari bangsa Indonesia. Perempuan perlu setara dengan laki-laki. Dan, tentu saja, Indonesia harus merdeka. Ia memperjuangkannya dengan membentuk partai pada 1930, yang memilih jalan kooperasi.
Priyantono Oemar