Apa Itu Melayu-Gampang yang Disebut Tabrani Sebagai Bahasa Indonesia?
Tabrani menyebut terminologi bahasa Indonesia belum banyak dikenal saat itu, sehingga ia terpaksa menyebutnya sebagai Melayu-gampang.
Dalam tulisannya berjudul “Bahasa Indonesia” di Hindia Baroe edisi 11 Februari 1926, Tabrani menyatakan:
Akan tetapi soenggoehpoen bahasa Belanda itoe ada satoe bahasa jang perloe dan ta’ dapat dilenjapkan (omnisbaar) dari tanah air kita ini, djanganlah kita ta’ beroesaha dan berichtiar boeat menerbitkan satoe bahasa jang lambat-laoen akan dapat diberinja nama bahasa Indonesia.
Lewat tulisannya ini, Tabrani sebenarnya menampik anggapan bahwa bahasa Melayu telah menjadi bahasa perhubungan di Indonesia. Yang disebut bahasa Melayu itu ternyata bukan bahasa Melayu.
Orang-orang yang berbeda bahasa itu saling berhubungan menggunakan bahasa yang mudah dipahami. Orang Belanda menggunakan kata-kata Melayu dicampur dengan kata-kata Jawa atau kata-kata Belanda, tetapi struktur kalimatnya menggunakan struktur kalimat bahasa Belanda. Orang Jawa menggunakan kata-kata Melayu dicampur dengan kata-kata Jawa –yang telah menguasai bahasa Belanda mencampurnya dengan kata-kata Belanda, tetapi struktur kalimatnya struktur kalimat bahasa Jawa. Begitu seterusnya, sehingga kata-kata Melayu yang bercampur itu tidak disebutnya sebagai bahasa Melayu, melainkan bahasa Indonesia.
Kata Tabrani:
Tjoema sadja, oleh karena seboetan (terminologie) bahasa Indonesia itoe masih baroe (djadi beloem dikenali oleh orang banjak), kita terpaksa menjebetnja Melajoe-gampang. Tapi sebetoelnja bahasa itoe ialah bahasa Indonesia.
Oohya! baca juga ini ya: Jika Tabrani tak Tersinggung, akankah Ada Bahasa Indonesia?
Oleh karena itu, Tabrani tegas-tegas menolak anggapan bahwa bahasa yang digunakan oleh Boedi Oetomo maupun oleh Perhimpunan Indonesia adalah bahasa Melayu:
Perhimpoenan Boedi-Oetomo adalah perhimpoenan hanja dari bangsa kita Djawa. AKan tetapi bahasa jang dipakai oleh perhimpoenan itoe ialah bahasa Indonesia (djadi boekan bahasa Melajoe, karena bahasa jang dipakai oleh B.O. itoe soekarlah diseboetnja bahasa Melajoe).
Perhimpoenan Indonesia Merdika di Nederland soedah moelai memakai bahasa jang boekan bahasa Melajoe, akan tetapi bahasa Indonesia. Begitoe djoega perhimpoenan lain-lainnja.
Dalam pers bangsa kita orang antara lain-lain menoelis dalam bahasa Indonesia.
Dan kita sendiri jang berdoedoek dimedja redaksi Hindia Baroe hingga seachirnja soedah dan akan meoemoemkan pikiran dan pemandangan kita dalam bahasa Indonesia.
Goed, goed, alles is goed, maar.... bahasa Indonesia jang dimaksoeditoe toch bahasa Melajo, boekan?
O, tidak! Sekali-sekali tidak!
Dan djika bahasa Indonesia itoe soenggoeh bahasa Melajoe, tapi ta’ orong djoega kita menjeboetnja bahasa Indonesia dan boekan bahasa Melajoe.
Penyebutan bahasa Indonesia sebagai bahasa yang bisa mempersatukan bangsa Indonesia, menurut Tabrani, tidak akan mengancam keberadaan bahasa lain yang sudah ada di Indonesia. Oohya! Baca juga ini: Koran Hindia Baroe Ini Jadi Bukti Nama Bahasa Indonesia Disebut untuk Pertama Kalinya.
Kata Tabrani:
Maka maksoed kita dengan pergerakan penerbitan bahasa Indonesia itoe lain tidak soepaja pergerakan persatoean anak-Indonesia akan bertambah keras dan tjepat.
Maka dari itu, agar bahasa-bahasa lain tidak terancam keberadaannya oleh bahasa Melayu, maka penerbitan bahasa Indonesia menjadi hal yang sudah seharusnya dilakukan.
Kata Tabrani:
Dan kemoedian kita diwadjibkan djoega berani moelai sekarang bekerdja oentoek menerbitkan bahasa Indonesia itoe.
Ia pun mengakhiri tulisannya dengan penegasan:
Bangsa dan pembatja kita sekalian!
Bangsa Indonesia beloem ada. Terbitkanlah bangsa Indonesia itoe!
Bahasa Indonesia beloem ada. Terbitkanlah bahasa Indonesia itoe!
Karena menoeroet kejakinan kita kemerdekaan bangsa dan tanah air kita Indonesia ini teroetama akan tertjapai dengan djalan persatoean anak-Indonesia jang antara lain terikat oleh bahasa Indonesia.
Priyantono Oemar