Sentimen Kelompok Politik Jakarta
Jakarta menjadi rebutan kubu politik, mengarah ke sentimen kelompok.
Komisaris Utama PT Transjakarta Said Didu mengundurkan diri. Ini penanda Said Didu bukan satu aliran politik dengan Pj Gubernur pilihan Jokowi.
Begitu Heru Budi Hartono mulai menjadi pejabat gubernur DKI, ia segera memerintahkan PNS di Jakarta Selatan menanam pohon. Meski yang terjadi baru mengumpulkan biji buah untuk disetorkan ke balai pembibitan. Tapi, ini menjadi penanda ingin membayar utang atas pembabatan ribuan pohon untuk proyek LRT dan MRT di masa Gubernur Jokowi dan Ahok/Djarot.
Data November 2013, untuk proyek MRT Lebak Bulus – Bundaran HI, setidaknya ada 973 pohon di ruas Sisingamaraja-Sudirman dibabat. Lalu ada 287 pohon di Dukuh Atas juga dibabat. Sedangkan data Agustus 2017, proyek LRT Velodrome – Kelapa Gading harus mengorbankan 2.551 pohon untuk ditebang. Hanya 265 pohon dipindahkan.
Pembabatan pohon-pohon di masa itu sepi dari komentar pendengung (buzzer). Tapi, begitu 505 pohon di Monas dibabat pada 2020, para pendengung meributkannya. Gubernur Anies Baswedan menjadi sasaran empuk saat itu. Meski pohon yang dibabat di Monas juga diganti 10 kali lipatnya dengan bibit, bukan berarti hujatan berhenti.
Jakarta memiliki Peraturan Gubernur Nomor 24 Tahun 1921 tentang Pengelolaan dan Perlindungan Pohon. Peraturan ini mengatur, setiap pohon yang ditebang harus diganti. Sebanyak 2.551 pohon yang dibabat untuk proyek LRT diganti 10 kali lipatnya, yaitu 25.510, tapi masih berupa bibit. Lalu, 517 pohon yang dibabat untuk proyek MRT Thamrin – Kota, juga diganti 10 kali lipatnya, 5.170 bibit. Dinas Pertamanan DKI Jakarta memiliki kebun pembibitan di Srengseng Sawah.
Politik Jakarta membawa korban. Warga yang digusur Ahok dan dipindahkan dari kampungnya, dikembalikan oleh Anies dengan dibuatkan rumah susun. Normalisasi sungai yang dilakukan Ahok dengan menggusur warga pinggir kali, yang memang bukan hak mereka untuk tinggal di situ, oleh Anies tidak diteruskan. Hanya karena telah berjanji tak melakukan penggusuran, Anies tak berani memindahkan warga yang tinggal di bantaran kali, yang memang bukan kawasan peruntukan tempat tinggal. Pj Gubernur Heru melanjutkan kembali program normalisasi sungai, yang berarti harus memindahkan warga yang tidak berhak tinggal di pinggir kali itu.
Korban politik Jakarta terakhir adalah pesepeda. Oleh Anies, mereka dilayani sebagai warga negara yang sama dengan pengguna jalan yang menggunakan mobil. Diberi jalur khusus. Anies manargetkan 309,5 kilometer jalur sepeda disediakan di sejak masa kepemimpinanya hingga Desember 2022, tapi baru teralisasi 104,6 kilometer.
Rencana Jangka Pendek (RJP) hingga 2026 menargetkan 535,68 kilometer jalur sepeda. Tapi, setelah Anies purna tugas, DPRD DKI Jakarta membabat anggaran penyediaan jalur sepeda menjadi nol rupiah. Artinya, tak ada lagi pembuatan jalur sepeda hingga 2026. Pendengung sepi dari keributan. hanya para pesepeda yang menyesalkan keputusan konyol ini. Alasannya juga konyol. Jalur sepeda disebut memperparah kemacetan dan anggaran penyediaan jalur sepeda sebagai menghambur-hamburkan uang.
Terakhir, kasus meninggalnya warga di Citra Garden, Jakarta Barat. Jika itu terjadi masa Anies, pasti pendengung pada ribut. Soalnya, hasil autopsi menyebutkan tidak ada sisa makanan di dalam perut mereka yang meninggal itu. Juga tidak ada sisa makanan di rumah mereka. Yang ada hanya lilin dan kapur barus. Mereka diduga kelaparan.
Lalu, ada portal berita yang membuat judul: “Membantu Tetangga yang Kelaparan Lebih Utama daripada Berhaji, Sayangnya Banyak yang Tidak Peka”. Kenapa tidak pakai judul: “Membantu Tetangga yang Kelaparan Lebih Utama daripada Pergi Berjudi di Macau atau daripada Kalap Belanja di Singapura atau daripada Dugem”. Sekarang judul itu sudah diperhalus menjadi “Kasus Kematian Keluarga di Kalideres karena Dugaan Kelaparan dan Pentingnya Kesalehan Sosial”.
Priyantono Oemar