Ini Sebab Orang Kalang yang Jadi Selir Hampir Dibunuh Raja Majapahit, Anaknya Jadi Adipati Palembang
Orang Kalang berwujud raksasa ini kakak beradik, laki perempuan. Di hutan mereka menjadi pertapa.
Yang perempuan meminta pendapat kepada kakaknya mengenai keinginannya menjadi selir Raja Majapahit Brawijaya IV. “Mustahil Sang Raja mau mengawinimu. Wajahmu menakutkan. Rambutmu gimbal dan taringmu menonjol,” kata sang kakak.
Untuk menjadi selir raja, ia harus bersaing dengan putri-putri cantik para adipati yang disodorkan kepada sang raja. Tapi untuk bisa bersaing tak masalah bagi raksasa perempuan itu, tetapi mengapa setelah menjadi selir hampir dibunuh Raja Majapahit?
Oohya! Baca juga ya:
Sang kakak bergitu terkesima melihat perubahan wujud adiknya. Kakaknya lalu membrinya nama baru: Nyai Endang Sasmitapura.
Ketika ia pergi ke pasar Majapahit, banyak orang terkesima dengan kecantikannya bak bidadari. Ia menjadi pusat perhatian, dan membuat Patih Gajah Mada yang hendak menghadap keraton berhenti sejenak untuk melihat kerumuman orang yang mengerubutinya.
Melihat orang asing yang cantik rupawan di pasar, membuat Gajah Mada bertanya kepadanya. Nyai Endang Sasmitapura yang mengenalkan diri dan keinginnnya untuk mengabdi kepada Raja Majapahit.
Karena semua orang mengerumuni Nyai Endang Sasmitapura, aktivitas pasar menjadi sepi. Dari Sitinggil, Raja Majapahit heran dengan suasana pasar yang lengang.
Dua utusan dikirim ke pasar untuk mencari tahu. Mereka bertemu dengan Gajah Mada dan mendapat penjelasan mengenai penyebab pasar menjadi lengang.
Oohya! Baca juga ya:
Prajurit Pakubuwono I Sudah Ikat Tombak, Kenapa akan Serang Lagi Sunan Amral?
Orang Kalang berwujud raksasa yang menyamar menjadi bidadari itu pun dibawa ke keraton. Raja Majapahit lalu menjadinyya sebagai selir.
Saat mengandung, ia mengidam gecko menteh, yati daging cincang mentah. Ia mengajukan permintaan dengan suara melengking siang malam.
Tidak tahan dengan lengkingan permintaan itu, Raja Majapahit memenuhi permintaan itu. Setelah memakan daging cincang mentah itu, seketika suaranya kembali melengking, beserat itu berubah pual penampilannya.
Selir itu kembali ke wujud semula: rambut gimbal, taring keluar. Keraton gempar.
Raja Majapahit yang mengetahui hal itu langsung mengambil panahnya hendak memanah raksasa perempuan itu. Nyai Endang Sasmitapura yang sudah berubah wujud itu hampir dibunuh raja jika tak segera melarikan diri ke hutan.
Selir itu berkumpul kembai dengan orang Kalang di hutan hingga melahirkan di hutan. Wajah bayinya berbinar, membuat Nyai Endang Sasmita menamainya sebagai Joko Dilah. Dilah artinya suluh.
Oohya! Baca juga ya:
Kisah Aji Saka dan Merpati Yesus Kristus Menurut Ronggowarsito
Ketika Joko Dilah menginjak remaja, ia menanyakan keberadaan ayahnya. Ketika mengetahui ayahnya dalah Raja Majapahit, ia hendak menemuinya.
Tetapi, Nyai Endang Sasmitapura mencegahnya. Takut Raja Majapahit tidka mengakuinya sebagai anak, sebab ibunya keluar dari keraton pun karena hendak dibunuh setelah ketahuan dirinya adalah raksasa.
Tapi keinginan Joko Dilah kuat. Ia tak bisa dicegah untuk pergi ke Majapahit. Ia kemudian berjemur di alun-alun, seperti para pejabat keraton yang hendak menghadap raja, menunggu dengan berjemur di alun-alun.
Patih Gajah Mada pun menemuinya, dan menanyakan asal usul dan maksudnya. Gajah Mada pun mengajaknya menghadap Raja Majapahit.
Raja Majapahit Brawijaya IV memperhatikan anak remaja yang menghadapnya. Ia sangat terkesean pada perilaku anak itu yang sangat menawan dan penampilannya terlihat bercahaya.
Oohya! Baca juga ya:
Raja Majapahit benar-benar memperhatikan cara berjalannya, cara duduknya, cara bergeraknya, cara diamnya, dan cara bertuturnya. Sang Raja pun mengujinya, ketika Sang Raja hendak berburu rusa.
Joko Dilah pun pulang ke hutan. Ibunya sedih melihat kedatangan Joko Dilah, ia menduga Joko Dilah ditolak Raja Majapahit. “Apakah kau tidak berhasil menjadi abdi Sang Raja Majapahit,” tanya ibu Joko Dilah.
Joko Dilah pun bercerita kedapa ibunya. Seketika, ibunya pun langsung menyuruhnya kembali ke Majapahit.
“Akulah yang akan menggiring semua binatang hutan itu ke alun-alun. Percayalah kepada ibumu, Nak, yang akan membantumu dari belakang demi memenuhi keinginan Sang Raja,” kata ibu Joko Dilah, orang Kalang berwujud raksasa yang hampir dibunuh raja.
Joko Dilah, kembali ke Majapahit. Banyak binatang hutan yang digiring selir Brawijaya IV Nyai Endang Sasmitapura mengikuti Joko Dilah.
Joko Dilah pun mempersempahkan semua binatang yang sudah berkumpul di alun-alun Majapahit itu kepada Raja Majapahit Brawijaya IV. Sang Raja segera naik pedati, lalu memburu rusa.
Oohya! Baca juga ya:
Ingin Berziarah ke Makam, Kenapa Amangkurat II Bunuh Panembahan Giri?
Brawijaya IV mengakui kehebatan Joko Dilah, dan mengakuinya sebagai anak. Setelah Joko Dilah menguasai ilmu pemerintahan, ia ditugasi menjadi adipati Palembang di Sumatra.
Jadilah ia Adipati Arya Damar. Damar artinya juga suluh. Ia diberi 10 ribu prajurit.
Ma Roejan
Sumber rujukan:
Babad Tanah Jawi Buku I, penerjemah Amir Rochyatmo dkk, penyunting Sapardi Djoko Damono dan Sonya Sondakh (2004)
Untuk Yang Mulia Para Pencuri Naskah/Plagiator
Selama empat hari, Raffles menjarah Keraton Yogyakarta. Dari berbagai jenis barang yang dijarah itu terdapat naskah-naskah Jawa yang kemudian ia pakai sebagai bahan untuk buku The History of Java. Kendati naskah-naskah itu hasil jarahan, ia tetap menyebutkannya ketika ada bagian-bagian yang ia ambil untuk bukunya, seperti dalam kalimat: “Syair berikut adalah dari Niti Sastra Kawi”, “Cerita ini kemudian diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris oleh Crawfurd”.
Redaksi
[email protected]