Ingin Berziarah ke Makam, Kenapa Amangkurat II Bunuh Panembahan Giri?
Setelah menjadi raja, mahkota Majapahit yang ia pakai tak serta-merta membuat orang lain mengakuinya. Pakubuwono I menyebut Amangkurat II sebagai “anak Speelman”,
“Mangunjoyo, jika memang jelas merupakan keturunan Mataram raja Nusa Jawa, pasti aku izinkan,” kata Panembahan Giri kepada utusan Amangkurat II. Utusan menghadap Panembahan Giri menyampaikan maksud kedatangan Amangkurat II untuk berziarah ke makam Sunan Giri.
Sang utusan Amangkurat II, Mangunjoyo, pun mengatakan kepada Panembahan Giri agar tidak usah terburu-buru memberi izin menziarahi makam Sunan Giri. “Hamba khawatir Sang Raja sesungguhnya bukan keturunan Mataram, ia benar-benar seperti orang Belanda,” kata Mangunjoyo.
Oohya! Baca juga ya:
Trunojoyo Dibunuh Amangkurat II, Kenapa Orang Jawa Ambil Darah dan Rambut Trunojoyo?
Setelah menumpas pemberontakan Trunojoyo, Amangkurat II berniat ziarah ke makam Sunan Ampel. Para prajurit Mataram yang sudah terlalu lama tinggal di Payak, menyambut gembira.
Dari Payak Amangkurat II pergi ke Surabaya. Setelah berziarah di Ampel ia ingin melanjutkan ziarah ke makam Sunan Giri.
Rupanya, pernyataan Panembahan Giri membuat Mangunjoyo terpancing untuk menyebut bahwa AMangkurat II layak diragukan sebagai keturunan Amamgkurat I. Pangeran Puger, adik Amangkurat II yang kemudian menjadi Pakubuwono I, juga mengatakan, Amangkurat II bukan anak Amangkurat I.
Di kemudian hari, keturunan Sunan Kajoran Ambalik, Kiai Wonokusumo juga tidak mengakui Amangkurat II sebagai raja Mataram. Menurut Kiai Wonokusumo, Amangkurat II tidak memiliki cici-ciri sebagai ratu adil.
Panembahan Giri pun tak percaya jika Amangkurat II adalah keturunan Mataram. Entah apa yang membuat Mangunjoyo, seorang punggawa Mataram, berani menyatakan bahwa Amangkurat II adalah “benar-benar seperti orang Belanda”.
Oohya! Baca juga ya:
Mengapa Bahasa Indonesia Disebut Miskin Kosakata? Menyambut Pemutakhiran KBBI
Amangkurat II senang mengenakan mahkota Majapahit yang ia dapatkan dari Kapten Tack. namun, raja baru itu juga sangat bangga mengenakan seragam Angkatan Laut Kompeni.
Jika ia sedang mengenakan seragam Kompeni itu dan diiring oleh pasukan Mataram, dari kejauhan terlihat seperti Gubernur Jenderal Kompeni yang diiring oleh pasukan Mataram. Ia sudah mengenal Gubernur Jenderal Kompeni Cornelis Speelman sejak 1652 saat Amangkurat II masih menjadi putra mahkota.
Pada saat 1677 Amangkurat II naik tahta. Ia meminta Kompeni membantu Mataram menumpas Trunojoyo.
Saat itu Speelman masih menjadi komandan angkatan perang Kompeni. Speelman menjadi gubernur jenderal sejak 1680 dan berakhir pada 1684. Amangkurat II banyak berutang budi pada Speelman.
Sepulang dari menghadap Panembahan Giri, Mangunjoyo melapor kepada Amangkurat II bahwa Panembahan Giri tidak memberi izin ziarah ke makam Sunan Giri. Tapi Mangunjoyo tidak mengemukakan alasannya.
Amangkurat II pun marah atas penolakan itu. Matanya melolot, darahnya mendidih.
Oohya! Baca juga ya:
Sakit Hati kepada Petugas Bea Cukai Sebelum Pecah Perang Jawa
Ia pun segera memukul canang Ki Bicak, bende Mataram warisan dari Ki Ageng Selo dari Grobogan. Suara acanang menggema, membuat para prajurit yang mengiringnya segera bersiaga.
Raja telah mencanangkan perang. Raja ingin segera membinasakan Panembahan Giri.
Amangkurat II berangkat perang dengan dukungan pasukan Mataram dan Kompeni. Jumlahnya lebih banyak dari orang-orang Giri.
Tapi para santri Giri menganggapnya sebagai perang sabil. Pangulu, putra Panembahan Giri memimpin mereka menghadapi Mataram, dibantu oleh Pangeran Singosari, keponakan Panembahan Giri.
Meski jumlahnya kkalah jauh, santri Giri cukup gigih. Mereka berhasil membuat pasukan Mataram lari tunggang langgang dan banyak yang tewas.
Tapi, para santri Giri tak berdaya melawan pasukan Kompeni yang membawa senjata. Suara senjatanya menggelegar seperti petir, membuat banyak santri mati syahid terkena peluru.
Oohya! Baca juga ya:
Pangeran Singosari yang tak mempan oleh perlu-peluru Kompeni membabi buta, membuat banyak prajuti Kompeni tewas. Pasukan Kompeni pun kocar-kacir.
Melihat hal itu, Amangkurat II murka. Ia lalu menghunus tombak pusakanya, Ki Buru. Panembahan Notoprojo menghalangi Amangkurat II, dan dirinya yang kemudian menggantikan Amangkurat II menghadapi Pangeran Singosari.
Membawa tombak pusaka Ki Buru, Panembahan Notoprojo membunuh Pangeran Singosari dengan tombak itu. Setelah itu, pasukan Mataram menjarah Giri.
Panembahan Giri dibunuh di pintu istana. Amangkurat II kemudian meninggalkan Giri kembali ke Surabaya.
Tak diceritakan setelah Panembahan Giri meninggal, Amangkurat II jadi berziarah ke maham Sunan Giri atau tidak. Setiba di Surabaya ia memberi hadian Mangunjoyo wilayah Sumenep.
Mangunjoyo menadi adipati Sumenep dengan nama Yudanegara. Anggajaya mendapat hadiah Pasuruan, Hanggawongso mendapat hadiah Surabaya. Sedangkan Secanegoro mendapat wilayah Jepara.
Setiba di Semarang, Amangkurat II membahas rencana pembangunan keraton baru.
Ma Roejan
Sumber rujukan:
Babad Tanah Jawi Buku III, penerjemah Amir Rochyatmo dkk, penyunting Sapardi Djoko Damono dan Sonya Sondakh (2004)
Untuk Yang Mulia Para Pencuri Naskah/Plagiator
Selama empat hari, Raffles menjarah Keraton Yogyakarta. Dari berbagai jenis barang yang dijarah itu terdapat naskah-naskah Jawa yang kemudian ia pakai sebagai bahan untuk buku The History of Java. Kendati naskah-naskah itu hasil jarahan, ia tetap menyebutkannya ketika ada bagian-bagian yang ia ambil untuk bukunya, seperti dalam kalimat: “Syair berikut adalah dari Niti Sastra Kawi”, “Cerita ini kemudian diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris oleh Crawfurd”.
Redaksi
[email protected]