Prajurit Pakubuwono I Sudah Ikat Tombak, Kenapa akan Serang Lagi Sunan Amral?
Pakubuwono I berkirim surat, menyerahkan hidup matinya kepada Sunan Amral. Para prajurit Pakubuwono I pun sudah mengikat tombak-tombak.
Tapi, saat Sunan Amral alias Sunan Amangkurat II tiba untuk menjemput, sekonyong-konyong para prajurit melepas ikatan tombak. Hendak mereka serang lagi Sunan Amral.
Para prajurit Sunan Amral lalu melarikan diri. Mereka tak mau jadi korban perang saudara berebut keraton. Benarkah Pakubuwono I benar-benar menyerah? Atau berpura-pura menyerah?
Oohya! Baca juga ya:
Hari-hari sebelumnya, saat peramg berebut keraton Mataram, banyak prajurit yang tewas. Mereka yang nasih selamat tak ingin menjadi korban lagi.
Kegaduhan akibat prajurit Mataram hendak menyerang Sunan Amral itu membuat Pakubuwono I terkejut. Pakubuwono I sudah melihat sendiri bahwa Sunan Amral yang ia perangi sebelumnya bukanlah anak Amral Helduweldeh, melainkan kakaknya sendiri.
Itulah sebabnya ia menghentikan perang. Kakaknya adalah putra mahkota yang memang berhak naik tahta.
Pakubuwono I menguasai keraton Mataram ketika Putra Mahkota berada di tempat pelarian mendampingi ayahanda, Amangkurat I. Setelah Amangkurat I meninggal, semula Putra Mahkota ingin naik haji saja, tak mau menjadi raja.
Oohya! Baca juga ya:
Tapi ia berubah pikiran setelah bermimpi kejatuhan bintang saat tidur di masjid. Ia kemudian naik tahta meski masih berada di Tegal.
Setelah menumpas Trunojoyo atas bantuan Ameal Helduweldeh, Sunan Amral berkeraton di Pajang. Ia kemudian bermaksud mengambil keraton Mataram dari adiknya, tapi adiknya menolak.
Utusan Pakubuwono I memberikan laporan palsu atas permintaan Tumenggung Mandalika dan Tumanggung Gajah Pramoda. Maka, yang dilaporkan kepada Pakubuwono I, raja yang hendak mengambil keraton itu bukan kakak Pakubuwono I, melainkan anak Amral.
Dalam perang berebut keraton Mataram itu, Gajah Pramoda tewas dan Mandalika mengalami luka-luka. Situasi itu memaksa Pakubuwono I harus turun ke medan laga bersama para prajurit.
Baru kemudian ia tahu bahwa orang yang ia serang adalah kakaknya sendiri. Beruntung, Amangkurat II alias Sunan Amral telah melepas pakaian Kompeni yang dipakai, salin dengan pakaian Jawa.
Andai ia masih mengenakan pakaian Kompeni, tombak Kiai Plered yang dibawa Pakubuwono I pasti sudah dilemparkan ke arahnya. Setelah melihat sendiri kakaknya, Pakubuwono I langsung berbalik arah setelah menyembah.
Oohya! Baca juga ya:
Kisah Aji Saka dan Merpati Yesus Kristus Menurut Ronggowarsito
Benarkah Pakubuwono I berpura-pura menyerah? Dengan tujuan begitu sudah berada di dekat Sunan Amral ia lalu membunuh Sunan Amral?
Penyerahan diri itu dianggap strategi untuk bisa mendekat kepada Sunan Amral. Tapi, Pakubuwono I sudah memiliki kesempatan emas pada saat perang.
Saatvitu ia sudah ada di depan Sunan Amral dan siap menombaknya. Tapi ia memilih menghaturkan sembah lalu memerintahkan prajuritnya untuk pulang.
Tapi kenapa prajuritnya hendak menyerang Sunan Amral yang datang menjemput? Itu karena kesalahan Sunan Amral sendiri, datang mengenakan pakaian Kompeni.
Oohya! Baca juga ya:
Kalah Debat tentang Yesus Kristus, Kiai Jawa Masuk Kristen
Maka, prajurit Mataram mengira dia adalah Kompeni, musuh yang harus diperangi. Ia memang sangat suka mengenakan pakaian Kompeni.
Kesalahpahaman itu bisa diatasi. Begitu tiba di hadapan Sunan Amral, Pakubuwono I turun dari kuda, lalu sungkem.
Sunan Amral segera memeluknya. Mereka menangis haru.
Sunan Amral lalu meminta para adipati berbakti kepada Pakubuwono I. Para adipati maju, menyampaikan sembah bakti.
Perang berebut keraton Mataram sudah usai, tak akan ada lagi prajurit yang akan serang Sunan Amral. Mereka gembira dengan perdamaian ini.
Oleh Pakubuwono I, keraton Mataram diserahkan kepada Sunan Amral. Pakubuwono I menerima gelar pangeran adipati, sehingga menjadi Pangeran Adipati Puger.
Ia diserahi 12 ribu jiwa penduduk Mataram.
Ma Roejan
Sumber rujukan:
Babad Tanah Jawi Buku III, penerjemah Amir Rokhyatmo, penyunting Sapardi Djoko Damono dan Sonya Sondakh (2004)