Setelah Sunan Amral Melepas Pakaian Kompeni, Ini yang Terjadi pada Pakubuwono I saat Perang Berebut Keraton Mataram
Dalam perang kakak adik berebut keraton Mataram, Tumenggung Gajah Pramoda tewas. Tumenggung Mandalika mengalami luka-luka.
Hal itu membuat Pakubuwono I berhasrat maju ke medan perang menyerbu Sunan Amral. Ketika anak buah Ki Tambakboyo menghentikan perang, membuat Pakubuwono heran.
Kata Tambakboyo, anak buahnya takut karena ada yang berpayung kuning dikelilingi prajurit. Tak ada anak Amral dengan pakaian Kompeni, dan apa yang kemudian terjadi?
Oohya! Baca juga ya:
Pakubuwono I segera maju membawa tombak Plered. Begitu dekat dengan yang berpayung kuning, ia berubah pikiran: segera menyembah lalu memutar balik kudanya.
Padahal sebelum ia memacu kudanya maju untuk menyerang, ia sudah berbicara dengan tombak Kiai Plered. "Sekali ini aku meminta jasamu, anak Kompeni itu makanlah," kata dia kepada Kiai Plered.
Ia meminta prajurit Mataram memberi jalan untuk memacu kudanya agar kekas tiba di lokasi anak Amral. "Itu anak Amral yang memaksa merusak Tanah Jawa," kata Pakubuwono I.
Pakubuwono I maju perang karena ingin mencegah anak Amral menguasai Jawa. Ia melakukan itu karena mendapat laporan palsu bahwa raja Jawa yang berkeraton di Pajang yang akan mengambil keraton Mataram bukanlah kakaknya, melainkan anak Amral.
Oohya! Baca juga ya:
Sejarah Yesus Kristus Disebut Isa Almasih di Indonesia
Gajah Pramoda dan Mandalika yang menghasut Pakubuwono I agar berperang melawan anak Amral. Padahal raja yang berkeraton di Pajang itu adalah kakaknya, Putra Mahkota, yang naik tahta di Tegal setelah Amangkurat I meninggal.
Amral yang dimaksud adalah Amral Helduweldeh alias Admiral Cornelis Speelman, perwira bintang empat Angkatan Laut Kompeni yang membantu Amangkurat II menunpas Trunojoyo. Kelak Amangkurat II dikenal sebagai Sunan Amral.
Setelah menumpas Trunojoyo pada 1679, Amangkurat I membangun keraton di Pajang. Ia membuka hutan Wonokarto di sebelah barat keraton lama Pajang, yang lalu ia beri nama Kartosuro.
Dari Kartosuro Amangkurat II mengenakan pakaian Kompeni berangkat perang berebut keraton Mataram, melawan adiknya. Saat itu keraton Mataram di Plered dikuasai oleh adiknya, Pangeran Puger, yang naik tahta sebagai Pakubuwono I.
Saat Amangkurat I dan Putra Mahkota melarikan diri ketika Trunojoyo menyerbu keraton, Pangeran Puger mempertahankan keraton meski akhirnya kalah juga. Atas bantuan Kompeni ia kemudian merebut keraton dari Trunojoyo dan ia naik tahta sebagai Pakubuwono I, ketika ayah dan kakaknya masih di pelarian.
Pada 1677, kakaknya naik tahta menjadi Amangkurat II atas bantuan Admiral Cornelis Speelman alias Amral Helduweldeh. Maka, Amangkurat II dikenal juga sebagai Sunan Amral.
Oohya! Baca juga ya:
Kenapa Yesus Kristus Diperkenalkan Sebagai Isa Almasih di Indonesia?
Setelah berkeraton di Pajang, ia mengirim utusan ke Mataram. Ia ingin mengambil alih keraton dari adiknya.
Tapi adiknya, Pakubueono I, menolak karena mendapat laporan bahwa yang meminta keraton itu bukan kakak Pakubuwono I, melainkan anak Amral. Maka, perang berebut keraton Mataram tak terhindarkan.
Ketika maju perang, Amangkurat II mengenakan seragam Kompeni lengksp dengan pedang uzar. Meski banyak prajurit Amangkurat II yang tewas, tapi bisa mendesak pasukan Pakubuwono I.
Hal itu membuat Pakubuwono II mengambil keputusan untuk turun ke medan perang. Adipati Urawan laku meminta Amangkurat II melepas pakaian Kompeni yang dikenakan.
"Adinda Paduka memimpin dari atas kuda dengan tangan mengayun-ayunkan Kiai Plered. Aduh Paduka, hama mohon lepaskanlah busana Belanda yang ada di badan Paduka. Kenakanlah busana Jawa agar adinda Paduka tidak lupa bahwa Paduka adalah saudaranya dan tidak menikam Paduka," kata Adipati Urawan yang memeluk kaki Sunan Amral sambil menangis.
Oohya! Baca juga ya:
Setelah mengenakan pakaian raja Mataram, payung kebesaran raja berearna kuning menaunginya. Prajurit pengawal mengelilinginya.
Itulah yang membuat takut anak buah Tambakboyo, sehingga mereka menghntiksn penyerangan. Hal ini mendorong Pakubuwono I memacu kudanya untuk mendekat.
Setelah ia melihat sendiri bahwa raja yang akan ia serang adalah kakajnya sendiri, ia oun menghaturkan sembah. Setelah itu membalikkan arah kudanya, ia perinrahkan prajurit Matatam untuk pulang.
Anangkurat II alias Sunan Amral ketika melihat adiknya, Pakubuwono I, menghaturkan sembah dari atas kuda, terkesima. Andai ia tak melepas pakaian Kompeni yang ia kenakan dan berganti mengenakan pakaian Jawa, pastilah Pakubuwono I telah menombaknya dengan tombak Kiai Plered.
Rasa kangen kepada adiknya membuncah. Sunan Amral lalu mengirim Adipati Urawan untuk menemui Pakubuwono I untuk mengakhiri oerang berebut keraton Mataram.
Adipati Urawan menyamar sebagai tukang rumput untuk bertemu dengan Pakubuwono I.
Ma Roejan
Sumber rujukan:
Babad Tanah Jawi Buku III, penerjemah Amir Rokhyatmo, penyunting Sapardi Djoko Damono dan Sonya Sondakh (2004)
Untuk Yang Mulia Para Pencuri Naskah/Plagiator
Selama empat hari, Raffles menjarah Keraton Yogyakarta. Dari berbagai jenis barang yang dijarah itu terdapat naskah-naskah Jawa yang kemudian ia pakai sebagai bahan untuk buku The History of Java. Kendati naskah-naskah itu hasil jarahan, ia tetap menyebutkannya ketika ada bagian-bagian yang ia ambil untuk bukunya, seperti dalam kalimat: “Syair berikut adalah dari Niti Sastra Kawi”, “Cerita ini kemudian diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris oleh Crawfurd”.
Redaksi
oohya.republika@gmail.com