Ayah Kakek Sultan Agung Menang Sayembara Membunuh Orang Sakti, Kenapa Baru Terima Hadiah Hutan 20 Tahun Kemudian?
Ayah kakek Sultan Agung mendapat hadiah sayembara pada 1558. Tapi hadiah itu baru ia terima pada 1578.
Apa yang terjadi pada penyelenggara sayembara sehingga baru menyerahkan hadiah 20 tahun kemudian? Lalu apa yang dilakukan ayah kakek Sultan Agung selama menunggu 20 tahun itu?
Sayembara yang diadakan juga aneh untuk ukuran sekarang. Yaitu sayembara membunuh orang sakti.
Oohya! Baca juga ya:
Benarkah Hanya Presiden Jokowi yang Rayakan Lebaran Idul Fitri di Luar Jakarta? Bung Karno....
Orang sakti itu bernama Aryo Penangsang. Seorang pejabat, yaitu adipati Jipang.
Yang mengadakan sayembara mengaku kalah sakti. Karena itulah ia meminta bantuan orang lain yang lebih sakti lewat sayembara.
Yang mengadakan sayembara itu juga seorang adipati, yaitu adipati Pajang. Saat itu, Jipang dan Pajang di bawah kekuasaan Kerajaan Demak.
Untuk dapat mengalahkan Aryo Penangsang, ayah kakek Sultan Agung melibatkan anaknya. Anak itu telah diangkat anak oleh Adipati Pajang Joko Tingkir.
Oohya! Baca juga ya:
Tentu saja ia tidak memberi tahu kepada Adipati Pajang. Selain itu, ia juga melibatkan dua saudara sepupunya, Ki Ageng Panjawi dan Ki Juru Martani.
Aryo Penangsang bisa dibunuh. Yang membunuh adalah anak angkat Adipati Pajang itu.
Tapi saat melapor ke Adipati Pajang, yang disebut telah membunuh Adipati Jipang adalah ayah kakek Sultan Agung dan saudara sepupu: Ki Ageng Panjawi.
Jika jujur melaporkan pembunuhnya adalah anak kecil, dikhawatirkan bahwa hadiah yang dijanjikan tidak diserahkan. Alasannya, anak kecil tentu tidak menerlukan hadiah itu.
Memang apa hadiahnya? Tanah di Pati dan hitan di Mataram.
Tanah di Pati langsung diserahkan kepada Panjawi. Tapi hutan di Mataram tak juga segera diserahkan dengan berbagai alasan.
Oohya! Baca juga ya:
Diponegoro Seharusnya Berbahagia, tapi Ia Nelangsa Amat di Hari Lebaran Kali Ini
Adipati Pajang selslu menunda-nunda hingga bertahun-tahun. Uang ia kemukakan selamu sedang mencari tanah yang lebih layak, agar ayah kakek Sultan Agung tak perlu membuka hutan untuk memanfaatkan hadiah itu.
Seperti hadiah untuk Pabjawi, misalnya. Panjawi tinggal datang, lalu akan diaku sebagai gusti oleh 10 ribu penduduk Pati.
Tapi ayah kakek Sultan Agung tak msu tanah yang lain. Ratu Kalinyamat, kakak ipar Adipati Pakang menawarinya tanah di Prawoto dan Kalinyamat, tetapi ditolak juga oleh ayah kakek Sultan Agung.
Ayah kakek Sultan Agung peenah diramal oleh Sunan Giri bahwa kelak Mataram akan melahirkan penguasa Tanah Jawa. Itulah sebabnya ia hanya mau hadiah hutan di Mataram dengan perkampungan kecil yang berisi 800 penduduk.
Karena kecewa tak juga segera mendapat hadiah, ayah kakek Sultan Agung menyepi. Bertapa.
Oohya! Baca juga ya:
Lebaran Banyak Orang Datangi Meriam Si Jagur di Batavia, untuk Apa?
Ia disebut oleh pepulis Belanda senpat meminpin kelompok peranpok, menculik selir-selr Adipati Pajang lalu diserahkan kepada penduduk.
Jika ia selama 20 tahun menjadi perampok di Pajang, betapa marahnya dia kepada Adipati Pajang. Sunan Kalijaga pun perlu turun tangan, meninta Adipati Pajang yang telah menjadi santrinya itu menepati janji.
Gara-gara campur tangan Sunan Kalijaga, hadiah yang sudah tersedia 20 tahun lalu itu akhirnya diserahkan. Pada 1578, ayah kakek Sulran Agung menerima hadiah itu.
Hutan itu kemudian dibuka. Dibantu oleh 800 warga kampung yang ada di Mataram dan 150 orang Selo yang dibawa oleh ayah kakek Sultan Agung.
Ayah kakek Sultan Agung memang berasal dari Selo di Grobogan. Namanya Ki Ageng Pemanahan, cucu Ki Ageng Selo yang terkenal pernah menangkap petir.
Tapi ayah kakek Sultan Agung itu hanya bisa menikmati hadiah itu selama enam tahun. Pada 1584 ia meninggal dunia.
Oohya! Baca juga ya:
Kapan Lebaran Idul Fitri Pernah Berbeda?
Ia mewariskan hadiah itu kepada anaknya, yang kelak menjadi kakek Sultan Agung. Dialah Sutowijoyo, yang telah menbunuh orang sakti yang adipati Jipang itu.
Sutowijoyo kemudian menjadi raja pertama Kerajaan Mataram, bergelar Panembahan Senopati. Ia menjadi raja setelah pamor Pajang surut.
Selama ayah kakek Sultan Agung itu menunggu penyerahan hadiah, Adipati Pajang telah dinobatkan sebagai raja Pajang oleh Sunan Giri, dengan gelar Sultan Hadiwijoyo.
Ma Roejan
Sumber rujukan:
Awal Kebangkitan Mataram, karya Dr HJ de Graaf (1987)
Untuk Yang Mulia Para Pencuri Naskah/Plagiator
Selama empat hari, Raffles menjarah Keraton Yogyakarta. Dari berbagai jenis barang yang dijarah itu terdapat naskah-naskah Jawa yang kemudian ia pakai sebagai bahan untuk buku The History of Java. Kendati naskah-naskah itu hasil jarahan, ia tetap menyebutkannya ketika ada bagian-bagian yang ia ambil untuk bukunya, seperti dalam kalimat: “Syair berikut adalah dari Niti Sastra Kawi”, “Cerita ini kemudian diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris oleh Crawfurd”.
Redaksi
oohya.republika@gmail.com