Pitan

Kapan Lebaran Idul Fitri Pernah Berbeda?

Wakil Presiden Moh Hatta (baju putih nomor tiga dari kanan) menyimak khutbah Idul Fitri yang disampaikan oleh M Natsir di Lapangan Banteng, Jumat 6 Juli 1951. Kapan Lebaran pernah berbeda?

Lebaran hari ini, dilaksanakan bersama oleh pemerintah, NU, dan Muhammadiyah. Saat awal puasa berbeda, diprediksi Lebaran pun akan berbeda.

Bagaimana penentuan Lebaran di masa lalu? Pada 1949 dan 1953, menteri agama dipegang oleh orang Muhammadiyah., tapi tak ada berita mengenai perbedaan waktu Lebaran (Idul Fitri) pada tahun-tahun itu.

Scroll untuk membaca

Scroll untuk membaca

Menterinya Faqih Usman. Meski dari Muhammadiyah, tapi posisinya di pemerintahan mewakili Partai Masyumi.

Oohya! Baca juga ya:

Lebaran Banyak Orang Datangi Meriam Si Jagur di Batavia, untuk Apa?

Untuk urusan politik praktis, saat itu NU dan Muhammadiyah bergabung di Partai Masyumi. Faqih Usman dipilih lewat pemungutan suara di Masyumi.

Lebaran 1370 Hijriyah itu jatuh pada  6 Juli 1951. Presiden Sukarno menghadiri Shalat Id di Lapangan Tegallega, Bandung.

Di Jakarta, pemerintah mengadakan Shalat Id pada Jumat, 6 Juli 1951 di Lapangan Banteng. Hatta ikit Shalat Id di dini dengan khatib M Natsir, perdana menteri mulai September 1950 dan mengundurkan diri pada 26 April 1951.

Shalat Id di Lapangan Banteng pada Lebaran 1951 merupakan kali kedua diadakan setelah ibu kota kembali ke Jakarta. Yang pertama pada Idul Fitri 16 Juli 1950.

Oohya! Baca juga ya:

Saat Kakek Sultan Agung Meninggal Terjadi Gerhana Matahari Total, Apa Artinya?

Diikuti oleh sekitar 20 ribu jamaah. M Natsir menjadi khatib. Presiden Sukarno menyampaikan pesan-pesan.

“Ini adalah hari yang sangat penting, bukan karena kehadiran saya, tetapi karena ini adalah hari yang luar biasa bagi semua Muslim di dunia,” ujar Sukarno di hadapan jamaah.

Pada 1988-1992, menteri agama dipegang oleh Munawir Sadzali untuk kedua kalinya. Ia juga orang Muhammadiyah. Tapi, perbedaan Lebaran baru terjadi di tahun terakhir masa jabatannya, pada 1992.

Saat itu NU berlebaran pada 4 April 1992, sedangkan pemerintah menetapkan Lebaran jatuh pada 5 April 1992. Muhammadiyah berlebaran sesuai dengan pemerintah.

Pada 1993, menteri agama dipegang oleh wakil Muhammadiyah, yaitu Tarmizi Taher. Pemerintah dan Muhammadiyah sama-sama menetapkan Lebaran pada 25 Maret 1993, NU berlebaran pada 24 Maret 1993.

Pada 1994, NU juga berbeda hari Lebarannya, yaitu  pada 13 Maret 1994. Pemerintah dan Muhammadiyah berlebaran pada 14 Maret 1994.

Oohya! Baca juga ya:

Kakek Sultan Agung Syaratkan Berhenti Rebut Istri Orang kepada Ayah Angkatnya, Sultan Pajang

Quraish Shibab menjadi menteri agama pada 1998. Bukan NU, bukan pula Muhammadiyah.

Lebaran pada 1998 itu juga berbeda. Kali ini NU dan pemerintah berbarengan Lebaran, pada 30 Januari 1998. Sedangkan Muhammadiyah berlebaran pada 29 Januari 1998.

Setelah reformasi, Quraish Shibab diganti oleh Malik Fajar. Malik adalah Muhammadiyah. Alhamdulillah tak ada perbedaan Lebaran pada 1999.

Yang menarik ketika mantan ketua umum PBNU Abdurrahman Wahid menjadi presiden. Menteri agamanya dari NU, Tolchah Hasan.

Untuk Idu lAdha NU berlebaran Idul Adha pada 17 Maret 2000,. Pemerintah menetapkannya pada 16 Maret 2000.

Priyantono Oemar

Sumber rujukan:
Indische Courant voor Nederland, 22 Juli 1950.
Java Bode, 23 Juni 1951

Untuk Yang Mulia Para Pencuri Naskah/Plagiator

Selama empat hari, Raffles menjarah Keraton Yogyakarta. Dari berbagai jenis barang yang dijarah itu terdapat naskah-naskah Jawa yang kemudian ia pakai sebagai bahan untuk buku The History of Java. Kendati naskah-naskah itu hasil jarahan, ia tetap menyebutkannya ketika ada bagian-bagian yang ia ambil untuk bukunya, seperti dalam kalimat: “Syair berikut adalah dari Niti Sastra Kawi”, “Cerita ini kemudian diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris oleh Crawfurd”.

Redaksi
[email protected]