Berapa Tandu yang Dipakai Jenderal Sudirman Sebelum Ketemu Bung Karno?
Terakhir kali Jenderal Sudirman bertemu Bung Karno pada 19 Desember 1948. Jenderal Sudirman kemudian memimpin perang gerilya.
Jenderal Sudirman sedang sakit sehingga harus ditandu setiap berpindah tempat. Jika ada andong atau mobil, tandu akan dibuang laku membuat tandu baru jika tidak ada andong atau mobil.
Jenderal Sudirman baru bertemu lagi dengan Bung Karno pada 10 Juli 1949. Berapa tandu yang telah dipakainya selama hampir tujuh bulan bergerilya?
Oohya! Baca juga ya:
Reformasi, Diselamatkan Habibie Dihancurkan Jokowi
Pada 19 Desember 1948 pagi Jenderal Sudirman peegi ke istana. Di istana, Bung Karno mengadakan rapat kabinet berkaitan dengan serangan Belanda terhadap Yogyakarta yang dimulai pagi itu.
Jenderal Sudirman sebagai panglima Angkatan Perang kemudian diungsikan keluar kota agar tidak ditangkap Belanda. Dari luar Yogyakarta itulah Jebderal Sudirman memimpin perang gerilya bersama tentara dan rakyat.
Setelah meninggal Yogyakarta, Sudirman mrmakai nama panggilan Pak De. Ia tidak mengrnakan seragam tentara, melainkan mantel Australia dan ikat kepala
Ia harus berpindah dari satu desa ke desa lain untuk menghindari pengejaran tentara Belanda. Ia bahkan sampai ke Pacitan, Jawa Timur.
Oohya! Baca juga ya:
Bung Karno dan Cecak yang Berharap Sebutir Nasi di Sel Penjara Banceuy yang Gelap dan Lembab
Perjalanan dari satu tempat ke tempat lain dilakukan dengan cara menggunakan tandu. Saat menempuh perjalanan itu ada kalanya harus menerjang hujan.
Akibatnya, persediaan obat-obatan untuknya tidak terpakai karena basah kena hujan. Maka, harus ada yang pergi ke Yogyakarta untuk mencari obat lagi.
Daat Jenderal Sudirman beristirahat di hutan rotan di Sedayu, Belanda mengepung. Pasukan pengawal harus mencari jalan untuk meloloskan diri.
Jenderal Sudirman keluar dari hutan rotan pada malam hari saat hujan lebat. Jenderal Sudirman harus berjalan kaki, karena tidak mungkin menggunakan tandu. Jalan menurun hutan rotan itu cukup licin.
"Jika dia tidak kuat dia ditarik atau didorong oleh dokter Soewondo dan Kapten Soepardjo," kata Kapten Soepardjo, ajudan Jenderal Sudirman.
Suasana yang sangat berbeda jika Jenderal Sudirman ttap bersama Bung Karno di Yogyakarta. Tapi Jenderal Sudirman memilih bergerilya daripada ditangkap Belanda, sehingga ia tak bertemu Bung Karno.
Oohya! Baca juga ya:
Setelah Jenderal Sudirman Berseteru dengan Bung Karno dan Belanda Menyerbu Yogyakarta
Ada 1,5 jam waktu yang ditempuh menembus hujan lebat itu. Kindisi kesehatannya yang terus memburuk, membuat Jenderal Sudirman sering mengajak beristirahat.
Sudah tiga hari Kenderal Sudirman yidak makan nasi. Hanya sayur-sayuran dan nangka yang dimakannya.
Menemukan rumah kecil, rombongan beristirahat di rumah itu. Api dinyalakan untuk menghangatkan badan.
"Persediaan obat-obat yang dibawa semuanya rusak ditimpa hujan," kata Kapten Soepardjo.
Pada 22 Januari 1949, setelah lima hari Jenderal Sudirman tidak makan nasi, Kapten Soepardjo mencari perbekalan. Ia pulang membawa tiga kilogram jagung dan seekor ayam, untuk dimakan 10 orang.
Oohya! Baca juga ya:
Setelah dirasa cukup beristirahat, pada 24 Januari 1949, Jenderal Sudirman ditandu lagi untuk meninggaljan Desa Jambu. Apakah tandu itu yang dipakai sejak meninggalkan Yogyakarta?
"Tandu yang membawa Panglima Sudirman tidaklah hanya satu saja. Tidak terhitung berapa kalikah tandu-tandu itu berganti-ganti," kata Kapten Soepardjo.
Jika pada suatu tempat perjalanan dilakukan dengan mobil, lanjut Kapten Soeoardjo, maka tandu ditinggalkan di tempat itu. "Jika tidak ada kendaraan mobil atau andong, atau perjakanan tidak mungkin dilakukan dengan mobil atau andong, maka harus membuat tandu yang baru," jelas Kapten Soepardjo.
Ketika pada 8 Juli 1949 Jenderal Sudirman memutuskan berhenti bergerilya lalu bersedia pulang ke Yogyakarta, ia juga naik tandu. Baru berganti dengan Jeep setelah tiba di Piyungan pada 10 Juli 1949.
Kolonel TB Simatupang menjemputnya di Piyungan, 14 kilometer dari Keraton Yogyakarta, menyediakan Jeep dan pakaian dinas. Jenderal Sudirman meninggalkan tandunya, tetapi tidak mau menanggalkan mantelnya.
Ia naik Jeep dengan tetap memakai mantel Australia. Mantel ini pjua yang tetap ia pakai bertemu dengan Bung Karno dan Bung Hatta sore harinya.
Ma Roejan
Sumber rujukan:
Laporan dari Banaran, karya TB Simatupang (1980, terbitan ulang)
Untuk Yang Mulia Para Pencuri Naskah/Plagiator
Selama empat hari, Raffles menjarah Keraton Yogyakarta. Dari berbagai jenis barang yang dijarah itu terdapat naskah-naskah Jawa yang kemudian ia pakai sebagai bahan untuk buku The History of Java. Kendati naskah-naskah itu hasil jarahan, ia tetap menyebutkannya ketika ada bagian-bagian yang ia ambil untuk bukunya, seperti dalam kalimat: “Syair berikut adalah dari Niti Sastra Kawi”, “Cerita ini kemudian diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris oleh Crawfurd”.
Redaksi
[email protected]