Bung Karno dan Cecak yang Berharap Sebutir Nasi di Sel Penjara Banceuy yang Gelap dan Lembab
Bung Karno ditangkap lalu dipenjara di Banceuy, Bandung. Kamar selnya gelap dan lembab.
"Sesungguhnya tiada yang terlihat selain tembok dan kotoran. ... Hanya cicak yang menjadi kawanku," kata Bung Karno.
Di kamar sel Penjara Banceuy itu, cecak-cecak menemani. Bung Karno mengulurkan sebutir nasi setiap hari.
Oohya! Baca juga ya:
Reformasi, Diselamatkan Habibie Dihancurkan Jokowi
Penjara Banceuy, menurut Bung Karno, adalah penjara tingkat rendah. "Didirikan di abad ke-19, keadaannya kotor, bobrok, dan tua," ujar Bung Karno.
Ada dua jenis tahanan yg disel di sini. Yaitu tahanan politik dan pepetek. Pepetek, kata Bung Karno, adalah julukan untuk rakyat jelata.
Sebenarnya, pepetek adalah nama ikan yang paling murah. Ikan ini dimakan oleh rakyat yang paling miskin.
"Pepetek tidur di atas lantai. Kami tahanan tingkat atas tidur di atas pelbed besi yang dialas dengan tikar rumput setebal karton," kata Bung Karno.
Oohya! Baca juga ya:
Food Estate, Bung Karno: Petani Harus Punya 10 Hektare Lahan, Bagaimana Food Estate Prabowo?
Tahanan pepetek diberi makan berupa nasi yang madih mentah dengan sambal. Makanan mereka diantarkan ke sel.
"Jadi apabila cicak-cicakku berkumpul, aku pun memberinya makan. Kuulurkan sebutir nasi dan menantikan seekor cicak kecil merangkak dari atas loteng," ujar Bung Karno.
Bung Karno menempati Blok F. Blok ini memiliki 36 sel.
Sel-sel itu menghadap ke pekarangan yang kotor. Saat Bung Karno mengisi sel nomor lima, 32 sel lainnya masih kosong.
Gatot Mangkupraja yang dimasukkan bersama Bung Karno, mengisi sel nomor tujuh. Besok paginya ada Maskun dan Supriadinata, juga aktivis PNI, mengisi sel nomor sembilan dan sebelas.
Menurut Bung Karno, penangkapan dirinya dan teman-temannya telah dipersiapkan cukup lama. Termasuk dalam menyiapkan sel-selnya.
Oohya! Baca juga ya:
Setelah Jenderal Sudirman Berseteru dengan Bung Karno dan Belanda Menyerbu Yogyakarta
Berbulan-bulan sebelum Bung Karno ditangkap, ia mendapat surat dari kaum pergerakan Indonesia di Belanda. Mereka meminta Bung Karno berhati-hati.
"Pemerintah Belanda telah mengetahui kegiatanmu daripada yang kau ketahui sendiri. Tidak lama lagi engkau akan ditangkap," kata Bung Karno tentang pesan dari Belanda itu.
Pada saat Bung Karno dan Gatot ditangkap pada 29 Desember 1929 di Yogkakarta, Maskun dan Suriadinata juga ditangkap di Bandung. Pada saat itu Belanda melakukan penggeledahan serentak di Pulau Jawa. Ada 40 aktivis PNI yang tertangkap.
Penggeledahan itu dilakukan dengan alasan untuk mencegah terjadinya pemberontakan pada awal 1930. "Ini adalah tipu muslihat agar dapat mengeluarkan perintah segera untuk menangkap Sukarno," kata Bung Karno.
Saat Belanda melakukan penggeledahan, bukan saja rumah-rumah yang menjadi sasaran. Stasiun kereta dan terminal bus pun menjadi sasaran.
Oohya! Baca juga ya:
Jenderal Sudirman Sebelum dan Sesudah Serangan Umum 1 Maret 1949, Sebelum Ketemu Bung Karno
Dari Yogyakarta, Bung Karno dan Gatot dibawa ke Penjara Banceuy, Bandung. "Selku lebarnya satu setengah meter --separuhnya sudah terpakai untuk tempat tidur-- dan panjangnya betul-betul sepanjang peti mayat," ujar Bung Karno.
Sel Bung Karno tidak berjendela, tak ada pula jeruji besi. Tembok selnya berupa tembok semen.
Pintunya besi berwarna hitam dengan sebuah lubang kecil. "Lubang itu ditutup dari luar. Penjaga dapat melihat ke dalam, akan tetapi ia tertutup buat kami," ujar Bung Karno.
Ada celah kecil yang letaknya setinggi mata. Jika Bung Karno mengintip ke luar, hanya bisa melihat ke arah depan. Tidak bisa menengok ke bawah atau ke atas.
"Hanya cicaklah yang menjadi kawanku selama berada di Banceuy," ujar Bung Karno.
Cecak-cecak itu merayap di loteng. Jika hari sudah gelap, baru merayap ke dinding.
Oohya! Baca juga ya:
"Bagiku ia adalah ciptaan Tuhan yang paling mengagumkan selama aku berada dalam tahanan," ujar Bung Karno.
Jika Bung Karno mengulurkan sebutir nasi, cecak itu akan merayap ke dinding. Setelah menangkap nasi, ia akan kembali ke loteng.
"Lima menit kemudian ia datang lagi dan aku memberikan butiran nasi yang lain. Ya, aku menyambutnya dengan senang hati fan menjadi sangat terpikat krpada binatang ini," kata Bung Karno.
Priyantono Oemar
Sumber rujukan:
Bung Karno, Penyambung Lidah Rakyat Indonesia, karya Cindy Adams (1986, cetakan keempat)
Untuk Yang Mulia Para Pencuri Naskah/Plagiator
Selama empat hari, Raffles menjarah Keraton Yogyakarta. Dari berbagai jenis barang yang dijarah itu terdapat naskah-naskah Jawa yang kemudian ia pakai sebagai bahan untuk buku The History of Java. Kendati naskah-naskah itu hasil jarahan, ia tetap menyebutkannya ketika ada bagian-bagian yang ia ambil untuk bukunya, seperti dalam kalimat: “Syair berikut adalah dari Niti Sastra Kawi”, “Cerita ini kemudian diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris oleh Crawfurd”.
Redaksi
[email protected]