Pitan

Apa Kata Rakyat Jika Bung Karno Menceraikan Inggit yang Sudah Tua? Menantu Bertanya

Pada saat Inggit berusia 53 tahun, Bung Karno ingin menikah lagi. Inggit minta cerai. Menantu bertanya, apa kata rakyat jika Bung Karno menceraikan Inggit yang sudah tua, padahal ia pendamping setia?

Sebelum Bung Karno menikahi Fatmawati, hubungannya dengan istrinya, Inggit, sedang tidak baik. Bung Karno berada pada usia yang utama dalam kehidupan.

Bung Karno masih muda, mendekati 40 tahun, Inggit mendekati 53 tahun. “Dan aku tidak bisa beranak. Itukah yang dimaksud?” tanya Inggit ketika sedang berantem dengan Bung Karno.

Kepada Inggit, Bung Karno menegaskan jika urusan menikah lagi adalah keharusan baginya. Anak menantu Bung Karno mengingatkan kemungkinan munculnya pandangan rakyat jika Bung Karno menceraikan Inggit yang sudah tua.

Scroll untuk membaca

Scroll untuk membaca

Oohya! Baca juga ya:

Ingin Menikah Lagi, Kenapa Bung Karno ke Rumah Pelacuran?

Namun, Bung Karno telah berkukuh hati untuk menikah lagi. Jika pun tidak dengan Fatmawati, baginya tidak menjadi soal asalkan Inggit bisa mendapatkan calon yang menurut Inggit cocok dengan Bung Karno.

“Tunjuklah seorang yang tidak seperti anak lagi dan dengan demikian dapat membebaskanmu dari kebencian yang kaurasakan sekarang,” kata Bung Karno kepada Inggit. Saat Bung Karno mengutarakan keinginannya menikahi Fatmawati, saat itu Fatmawati masih 17 tahun.

Meski Bung Karno mengaku menyayangi anak perempuan angkat mereka, Ratna Djuami, Bung Karno tetap memerlukan kehadiran anak kandung. “Terutama aku berdoa, di satu hari untuk memperoleh anak laki-laki,” kata Bung Karno kepada Inggit.

Bung Karno mengaku, jika kehidupannya berjalan normal, dengan kegembiraan yang normal pula, ia dapat menerima kekosongan hidupnya tanpa keturunan. “Akan tetapi aku tidak mengalami selain daripada kemiskinan dan kesukaran-kesukaran hidup. Umurku sekarang 40 tahun,” ungkap Bung Karno.

Oohya! Baca juga ya:

Foto Bung Karno Ada di Tempat Pelacuran di Saat Banyak Orang Mencaci Dirinya

“Aku tidak bisa menerima istri kedua. Aku minta cerai,” kata Inggit.

“Aku tidak bermaksud menceraikanmu,” jawab Bung Karno.

“Aku tidak memerlukan kasihanmu,” kata Inggit.

Bung Karno pun menyatakan tak ada keinginan menyingkirkan Inggit. Bung Karno akan menempatkan Inggit sebagai istri yang terutama.

“Jadi memegang segala kehormatan yang bersangkut dengan ini dalam kebiasaan kita. Sementara aku menjalankan hukum agama dan hukum sipil dan mengambil istri yang kedua untuk melanjutkan keturunan,” kata Bung Karno.

Usahanya tak kenal lelah untuk mendapatkan pengertian dari Inggit. Bung Karno memang menyukai perempuan kolot seperti Inggit.

“Yang setia menjaga suaminya dan senantiasa mengambilkan alas kakinya. Saya tidak menyukai wanita Amerika dari generasi baru, yang saya dengar menyuruh suaminya mencuci piring,” kata Bung Karno.

Oohya! Baca juga ya:

AHY Demokrat tak Dapat Menteri Pertanian, Menteri Pertanahan pun Jadi, Setelah SBY Kritik Cawe-Cawe Lalu Dukung Prabowo

Fatmawati menyetujui pandangan Bung Karno ini. “Dan saya menyukai perempuan yang merasa berbahagia dengan anak banyak. Saya sangat mencintai anak-anak,” kata Bung Karno lagi.

“Saya juga,” jawab Fatmawati.

Tetapi, Inggit tetap berkata, “Tidak.” Inggit tetap tidak mau dimadu.

Di akhir tahun 1941 Bung Karno meminta Ratna Djuami, anak angkat Bung Karno dan Inggit, untuk datang di Bengkulu bersama suaminya, Asmara Hadi. Mereka pun datang memenuhi panggilan Bung Karno.

“Kuharapkan kalian mengerti. Aku ini hanya seorang manusia. Aku ingin kawin lagi,” kata Bung Karno meminta pendapat dari Ratna Djuami dan Asmara Hadi.

Oohya! Baca juga ya:

MUI dan Organisasi Masyarakat Sipil Luncurkan Fatwa tentang Hukum Pengendalian Perubahan Iklim Global

Asmara Hadi menjawab sopan mengenai dukungannya. Tetapi ia mengingatkan Bung Karno dari sisi politik. Menurut Asmara Hadi, meski Bung Karno dibuang jauh, Bung Karno tetap menjadi lambang perjuangan.

Rakyat, kata Asmara Hadi, tetap menunggu Bung Karno bangkit dan memimpin lagi perjuangan kemerdekaan. Mereka terus mengikuti tulisan-tulisan Bung karno.

Di sisi lain, Asmara Hadi mengemukakan kemungkinan munculnya pendapat miring. Karena Inggit tetap minta cerai jika Bung Karo menikah lagi, mau tidak mau Bung Karno harus menceraikannya.

“Apa kata rakyat nanti kalau Bapak sekarang menceraikan Ibu Inggit di waktu dia sudah tua dan yang setia mendampingi Bapak selama masa penjara dan pembuangan. Bagaimana jadinya nanti?” tanya Asmara Hadi.

Ratna Djuami sependapat dengan suaminya bahwa menceraikan Inggit akan merusak nama baik Bung Karno sebagai pemimpin bangsa. “Saya rasa ini akan meruntuhkan Bapak dalam bidang politik,” kata Ratna.

Bung Karno tidak puas dengan jawaban Asmara Hadi dan Ratna Djuami. “Tapi engkau masih muda. Engkau hendaknya lebih mengerti daripada ibumu,” kata Bung Karno.

Priyantono Oemar

Sumber rujukan:
Bung Karno, Penyambung Lidah Rakyat Indonesia, karya Cindy Adams (1986, cetakan keempat)

Untuk Yang Mulia Para Pencuri Naskah/Plagiator

Selama empat hari, Raffles menjarah Keraton Yogyakarta. Dari berbagai jenis barang yang dijarah itu terdapat naskah-naskah Jawa yang kemudian ia pakai sebagai bahan untuk buku The History of Java. Kendati naskah-naskah itu hasil jarahan, ia tetap menyebutkannya ketika ada bagian-bagian yang ia ambil untuk bukunya, seperti dalam kalimat: “Syair berikut adalah dari Niti Sastra Kawi”, “Cerita ini kemudian diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris oleh Crawfurd”.

Redaksi
[email protected]