Jengkel Ditipu De Kock, Diponegoro Marah akan Dinobatkan Jadi Sultan oleh Belanda
Sesampai di Semarang, Diponegoro meminta mayor Belanda yang mengantarnya untuk memulangkan Roto ke Magelang. Namun Diponegoro marah ketika mayor Belanda itu menginformasikan bahwa Diponegoro akan segera dinobatkan menjadi sultan.
Diponegoro lalu minta dipertemukan dengan jenderal atasan De Kock. Ketika masih di Magelang, De Kock bilang atasannya ada di Salatiga.
Karena itu, Diponegoro dibawa ke Salatiga. Begitu mayor Belanda yang mengantarnya bilang sudah tiba di Ungaran dan akan menginap di Ungaran, Diponegoro tentu jemgkel.
Oohya! Baca juga ya: Mendampingi Diponegoro yang Jadi Tawanan Belanda, Mengapa Punakawan Roto Menangis di Ungaran?
Rupanya itu hanya tipu muslihat De Kock. Diponegoro menganggap ucapan De Kock serius, ternyata De Kock hanya menipunya.
Karena Diponegoro dibawa ke Semarang, maka ia menganggap atasan De Kock ada di Semarang. Diponegoro pun minta dipertemukan dengan atasan De Kock itu.
"Namanya Jenderal Van den Bosch, yang mana orangnya?" tanya Diponegoro.
"Masih di Betawi," jawab mayor Belanda.
"Kalau begitu semakin tidak jelas tujuanku, menjadi semakin malu," kata Diponegoro yang makin jengkel karena telah ditipu De Kock.
"Saya mohon maaf, memang tidak bisa datang," jawab mayor Belanda mengenai Van den Bosch, gubernur jenderal Hindia Belanda yang masih berada di Batavia.
Oohya! Baca juga ya: Jenderal De Kock kepada Diponegoro, Berakrab-akrab Dahulu Menangkap Kemudian
Diponegoro mengaku tidak bisa melakukan sesuatu di Semarang lantaran baik De Kock maupun Van den Bosch tidak ada di Semarang. "Mengajak ribut tetapi orangnya tidak ada," kata Diponegoro, jengkel.
Dalam suasana hati yang jengkel itu, datang Residen Semarang. Residen mengatakan Adipati Semarang bersama senua adipati pesisir ingin menemui Diponegoro.
Diponegoro tidak bersedia menemui. Diundang makan pun Diponegoro juga tidak mau.
Di kemudian hari datang kabar, Diponegoro akan dibawa ke Batavia. Alasan yang disampaikan kepada Diponegoro, Van den Bosch ingin bertemu.
Diponegoro menyetujui. Ia meminta untuk bisa segera berangkat.
Saat itu, Raden Ayu Ratnaningrum sudah ada di Semarang. Ia khawatir jika harus ikut ke Batavia, karena itu ia minta dipulangkan ke Yogyakarta lagi.
Oohya! Baca juga ya: Pajak Gerbang Tol Memicu Aksi Kejahatan, Perang Diponegoro Mendapat Dukungan dari Para Penjahat
Raden Ayu Ratnaningsih tidak ingin pulang ke Yogyakarta. Dibujuk-bujuk agar ikut pulang, tetap tidak mau. Ia ingin tetap bersama Diponegoro.
Ratnaningrum dan Ratnaningsih menyusul ke Semarang atas permintaan Diponegoro. Saat itu, setibanya di Semarang ia segera meminta kepada mayor Belnada agar memulangkan Roto.
Mayor Belanda bertanya, lantas siapa yang akan melayani Diponegoro sehari-hari? Mayor Belanda khawatir jika Diponegoro tidak ada yang melayani segari-hari.
Oohya! Baca juga ya: Ramai Pajak Hiburan 40-70 Persen, Diponegoro Menghukum Cambuk Pemungut Pajak
Diponegoro meminta dijemputkan dua punakawan lain sebagai pengganti Roto, yaitu Bambang Mertoleksono dan Banteng Wareng. Ia juga meminta Ratnaningrum dan Ratnaningsih disusulkan ke Semarang.
Tapi rupanya, Roto tak jadi pulang. Yang disusulkan ke Semarang tidak hanya enpat orang, tetapi lebih.
Ma Roejan
Sumber rujukan:
Babad Diponegara karya Diponegoro, penerjemah Gunawan dkk (2016)
Untuk Yang Mulia Para Pencuri Naskah/Plagiator
Selama empat hari, Raffles menjarah Keraton Yogyakarta. Dari berbagai jenis barang yang dijarah itu terdapat naskah-naskah Jawa yang kemudian ia pakai sebagai bahan untuk buku The History of Java. Kendati naskah-naskah itu hasil jarahan, ia tetap menyebutkannya ketika ada bagian-bagian yang ia ambil untuk bukunya, seperti dalam kalimat: “Syair berikut adalah dari Niti Sastra Kawi”, “Cerita ini kemudian diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris oleh Crawfurd”.
Redaksi
[email protected]