Pitan

Harta Diponegoro Tertinggal di Rumah yang Dibakar Belanda di Tegalrejo, Lalu dari Mana Ia Mendapatkan Biaya Perang?

Pertempuran tentara Belanda dengan pengikut Diponegoro di Selarong. Diponegoro menyelamatkan diri, meninggalkan harta di rumah yang dibakar Belanda di Tegalrejo. Dari mana biaya perangnya?

Penyerbuan pasukan Belanda dibantu pasukan Danurejan pada 20 Juli 2825 membuat Diponegoro kehilangan harta benda dan stempel. Saat itu Belanda membakar rumah Diponegoro yang membuat Diponegoro harus menyelamatkan diri ke Selarong.

Di Selarong pada 21 Juli 1825, Diponegoro mengibarkan panji-panji perang. Diponegoro harus membuat stempel baru. Surat-surat yang dikeluarkan oleh Diponegoro untuk para pangiima perang menerlukan stempel itu.

Scroll untuk membaca

Scroll untuk membaca

Lalu dari mana Diponegoro mendapatkan biaya perang? Untuk kekuatan pasukan, sudah tidak menjadi masalah karena ada cukup banyak orang yang segera berbondong-bondong datang di Selarong.

Oohya! Baca juga ya: Perang Diponegoro Belum Sebulan Dimulai, untuk Apa Jenderal De Kock dan Mangkunegoro II Bertemu Lalu Mengirim Surat kepada Diponegoro?

Harta benda yang tertinggal di Selarong sebenarnya bisa dijadikan modal awal untuk perang. Jumlah harta yang tertinggal itu yang mungkin hangus terbakar adalah uang senikai 3.000 gulden dan padi.

Di Selarong, Diponegoro juga harus mengupayakan senjata. Tentu Diponegoro menjadi sangat beruntung, sebab rakyatnya ternyata dari jauh hari telah menyiapkan senjata.

Mereka memiliki ketapel, pentungan, tombak bambu runcing. Pada awal Agustus 1825 sudah banyak orang dari berbagai desa yang datang di Selarong dengan senjata masing-masing.

Mereka sudah siap menunggu perintah perang. Diponegoro memerintah mereka menebang pohon untuk dirintangkan di tengah jalan yang menuju ke Selarong.

Mereka juga diminta membakar jembatan kayu, menggali lubang untuk jebakan. Mereka juga diminta memasang bambu-bambu runcing di lubang-lubang jebakan itu.

Cara ini cukup efektif menghambat gerak cepat pasukan Belanda. Di dekat jalan yang diadang, pasukan Diponegoro bersembunyi.

Oohya! Baca juga ya: Anies Baswedan Manfaatkan Tiktok untuk Kerja Kampanye, Alat Kerja Seperti Apa yang Diperkenalkan kepada Generasi X di Bangku Sekolah?

Mereka menunggu pasukan Belanda datang. Ketika pasukan Belanda datang dan berhenti karena ada rintangan batang pohon, saat itulah pasukan Diponegoro melancarkan tembakan.

Untuk pasukan berkuda, mereka bersembunyi di balik rumpun-rumpun bambu. Kuda-kuda diberi garam pada lidahnya agar tetap diam selama menunggu musuh datang.

Cara-cara pengadangan ini dulu dipakai oleh Raden Ronggo, mertua Diponegoro. Yaitu pada saat melakukan pemberontakan kepada Gubernur Jenderal Daendels pada 1809.

Meski Diponegoro menutup jalur perhubungan, tetapi ia tetap membuka jalur perbekalan. Ia mengundang para jawara yang menguasai jalur sungai untuk menjaga jalur perbekalan lewat sungai.

Seorang keponakannya ia angkat sebagai kepala kapal tambang Kali Progo. "Siasatnya yang melumpuhkan jalur komunikasi musuh sambil menjaga kelancaran jalur perbekalan terus digunakan selama perang," tulis Peter Carey.

Lewat jalur perbekalan Kali Progo ini pula, Diponegoro mendapat pasokan senjata. Belanda mencurigai pasokan senjata itu diberikan oleh kapal Amerika atau Inggris yang pernah membuang sauh di muara Kali Progo.

Lalu dari mana uang untuk menyediakan perbekalan itu didapatkan? Pada awal-awal di Selarong, banyak pangeran yang menyumbangkan harta milik mereka.

Oohya! Baca juga ya: Belanda Copot Hamengkubuwono V yang Berusia 6 Tahun Lalu Angkat Hamengkubuwono II yang Berusia 76 Tahun Jadi Sultan Lagi, Bagaimana Nasib Diponegoro?

Ada yang menyumbangkan sarung keris bertatahkan permata. Ada pula yang menyumbangkan sabuk bersepuh emas.

Sumbangan berupa permata dan uang kontan juga ada. Selebihnya, ada harta rampasan dari hasil penyergapan konvoi Belanda.

Pada 24 Juli 1825, misalnya, penyergapan yang dilakukan di Pisangan, Tempel, sebelah utara Yogyakarta, mendapat rampasan berupa uang 24 ribu gulden. Belanda hendak mengirimkan yang itu untuk keperluan garnisun Belanda di Yogyakarta.

Priyantono Oemar

Sumber rujukan:
Kuasa Ramalan karya Peter Carey ,(2012)

Untuk Yang Mulia Para Pencuri Naskah/Plagiator

Selama empat hari, Raffles menjarah Keraton Yogyakarta. Dari berbagai jenis barang yang dijarah itu terdapat naskah-naskah Jawa yang kemudian ia pakai sebagai bahan untuk buku The History of Java. Kendati naskah-naskah itu hasil jarahan, ia tetap menyebutkannya ketika ada bagian-bagian yang ia ambil untuk bukunya, seperti dalam kalimat: “Syair berikut adalah dari Niti Sastra Kawi”, “Cerita ini kemudian diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris oleh Crawfurd”.

Redaksi
[email protected]

Berita Terkait

Image

Satu Pesantren di Grobogan Jadi Kristen, Cucu Sang Kiai Kelak Jadi Pendeta

Image

Ratu Belanda Kecewa Jepang Rebut Indonesia, Kenapa?

Image

Anggota Dewan Kabupaten Grobogan 9 Orang, Adakah Kakek Buyut Anda?