Pitan

Sebelum Berlumuran Darah, Apa yang Dilakukan Diponegoro Saat Sang Istri Terlihat Sedang Bersedih?

Pangeran Diponegoro berlumuran darah. Sebelumnya ia menghibur sang istri, Raden Ayu Maduretno, yang terlihat sedang bersedih.

Raden Ayu Maduretno selalu menyertai Pangeran Diponegoro sejak awal Perang Jawa. Untuk pertama kalinya Diponegoro harus meninggalkan istri yang ia nikahi pada 1814 itu karena harus berangkat perang ke Gawok, dekat Surakarta.

Di dekat Gawok, pada 15 Oktober 1826 terjadi pertempuran antara pasukan Diponegoro dan pasukan Belanda yang dibantu Mangkunegaran. Sebelum pergi ke Gawok, Diponegoro sedang berada di Rejoso, untuk menghibur istrinya yang sedang bersedih seolah menyimpan firasat buruk.

Scroll untuk membaca

Scroll untuk membaca

Saat itu terjadi perdebatan antara Diponegoro dan Kiai Mojo yang menginginkan perebutan Surakarta. Surakarta telah menjadi markas Belanda, karena jika tidak direbut, peperangan akan terus berlanjut.

Oohya! Baca juga ya: Anies Baswedan Manfaatkan Tiktok untuk Kerja Kampanye, Alat Kerja Seperti Apa yang Diperkenalkan kepada Generasi X di Bangku Sekolah?

Diponegoro tidak menyetujuinya karena jika merebut Surakarta berarti harus berperang melawan bangsa sendiri, yaitu orang-orang Mangkunegaran. Namun, akhirnya Diponegoro menyetujui argumentasi Kiai Mojo.

Rejoso merupakan tempat bersembunyi istri para pemimpin perang yang membantu Diponegoro sewaktu mereka perang di Delanggu dan Kalitan. Pangeran Mangkubumi beserta pasukannya menjaga tempat persembunyian ini.

Di Rejoso inilah mereka menunaikan nazar yaitu menggunduli kepala jika menang dalam pertempuran di Delanggu dan Kalitan. Setelah itu, mereka harus meninggalkan istri mereka untuk pergi ke Gawok yang cukup jauh dari Rejoso.

“Terjadilah perpisahan yang mengharukan hati,” tulis Sagimun MD.

Diponegoro melihat istrinya yang murung. Maka, ia pun bertanya kepada Raden Ayu Maduretno.

“Adindaku yang tercinta, apakah gerangan yang menyebabkan, maka adinda bersedih hati? Jikalau Adinda tidak mengizinkan kekanda berangkat, maka kakanda pun tidak akan jadi berangkat.”

Oohya! Baca juga ya: Drama di Keraton Amangkurat Menjelang Perwira Kompeni Kapten Tack Tiba untuk Menangkap Untung Suropati

“Ah, junjunganku, maafkan adinda ini. Adinda tidak hendak membimbangkan hati junjunganku,” jawab Raden Ayu Maduretno.

Ia pun kemudian mengungkapkan isi hatinya kepada Diponegoro, suaminya. Ia mengaku tidak bisa menutupi perasaan sedihnya, seperti sedang berusaha menyembunyikan firasat buruk yang ia khawatirkan akan menimpa suaminya.

“Adinda tidak mengetahui kehendak Yang Maha Kuasa, namun jikalau adinda memandang junjunganku, adinda tidak dapat menahan hati adinda,” jawab Raden Ayu Maduretno.

“Adinda, apakah kakanda tidak usah saja berangkat ke medan perang?” tanya Diponegoro.
Raden Ayu Maduretno berusaha tabah. Ia meridhai suaminya berangkat ke Gawok.

“Tidak junjunganku, alangkah aibnya jikalau junjunganku tidak jadi berangkat sedang rakyat yang setia semuanya sudah siap sedia dan menanti junjunganku untuk menyumbangkan darma baktinya,” jawab Raden Ayu Maduretno.

Akhirnya, Diponegoro pun pergi ke Gawok bersam pasukannya. “Setelah beliau mendapat keikhlasan dari istri setia yang sangat dicintainya,” tulis Sagimun MD.

Raden Ayu Maduretno merupakan putri dari Adipati Ronggo, bupati Madiun yang memberontak kepada Gubernur Jenderal Daendels pada 1809. Diponegoro sangat mengagumi Adipati Ronggo.

Oohya! Baca juga ya: Hilangnya Narasi Perlindungan Nelayan di Visi Misi Capres-Cawapres, Ini Kata Koalisi Rakyat untuk Keadilan Perikanan

Maka, pada 15 Oktober 1826, pecahlah perang di Gawok. Pasukan Mangkunegaran membantu Belanda menghadapi pasukan Diponegoro.

“Di dalam pertempuran yang sengit di dekat Gawok inilah, pada waktu menyeberangi jalan raya dan dihujani peluru, Pahlawan Diponegoro mendapat luka yang agak berat,” tulis Sagimun MD.

Jubah Diponegoro berlumuran darah. Ia pun segera dianikkan ke kuda oleh para pengikutnya. Diponegoro meninggalkan medan pertempuran untuk mendapakan perawatan.

Namun, justru Raden Ayu Maduretno yang pergi mendahului Diponegoro. Istri ketiga Diponegoro ini meninggal setahun kemudian, yaitu pada 20 November 1827.

Ma Roejan

Sumber rujukan:
Pahlawan Dipanegara Berdjuang karya Sagimun MD (1965)

Untuk Yang Mulia Para Pencuri Naskah/Plagiator

Selama empat hari, Raffles menjarah Keraton Yogyakarta. Dari berbagai jenis barang yang dijarah itu terdapat naskah-naskah Jawa yang kemudian ia pakai sebagai bahan untuk buku The History of Java. Kendati naskah-naskah itu hasil jarahan, ia tetap menyebutkannya ketika ada bagian-bagian yang ia ambil untuk bukunya, seperti dalam kalimat: “Syair berikut adalah dari Niti Sastra Kawi”, “Cerita ini kemudian diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris oleh Crawfurd”.

Redaksi
[email protected]

Berita Terkait

Image

Siapa Pakualam, Pangeran Yogyakarta yang Mendapat Hadiah Tanah di Grobogan dari Raffles?

Image

Di Grobogan Ada Tanah yang oleh Raffles Dihadiahkan kepada Pakualam