Pitan

Amangkurat II Siapkan Pertunjukan 40 Harimau untuk Sambut Kapten Tack, Mengapa Wangsanata Melaporkan kepada Kompeni sebagai Persiapan Perang?

Ilustrasi karya Tirto dari Gresik ini menggambarkan penyerangan Kapten Tack oleh Suropati pada 1686 di keraton Mataram. Kapten Tack tak sempat menikmati minuman di balai peristirahatan.

Susuhunan Amangkurat II bertanya kepada pemimpin lasykar Bali di pasukan Mataram, Wangsanata, mengenai jadwal kedatangan utusan Kompeni Kapten Tack. Meski waswas, Amangkurat II tetap harus melakukan persiapan untuk menyajikan pertunjukan 40 ekor harimau.

Benteng Kompeni di sebelah utara keraton juga sibuk memperluas benteng. Dibangun lagi rumah-rumah dan balai peristirahatan di sisi utara, sebagai tempat Kapten Tack menginap dan menerima tamu-tamu dari keraton untuk melakukan perundingan sambil menikmati minuman.

Kapten Tack diutus untuk merundingkan utang Amangkurat II dan menangkap Untung Suropati, buron Kompeni yang berlindung di Kartosuro. Itulah yang membuat Amangkurat II merasa waswas.

Scroll untuk membaca

Scroll untuk membaca

Oohya! Baca juga ya: Presiden Sukarno dan Selasa Gila di Sarinah Setelah Uang Rp 1.000 Diubah Jadi Rp 1

Amangkurat II menyadari, dirinya mengalami kesulitan membayar utang kpada Kompeni, sehingga ia membayangkan kedatangan Kapten Tack akan menuntut pembayaran utang dan jika tiak dipenuhi akan menjadikan Amangkurat II sebagai budak Kompeni.

“Ia akan memperbudak kami. Andainya saya belum menandatangani kontrak iu dengan Kompeni, maka saya tidak akan pernah menandatanganinya,” tulis De Graaf mengutip Valentijn.

Amangkurat II telah terikat janji yang dibuat pada 1677. Kompeni membantu Amangkurat II menumpas pemberontakan Trunojoyo, Amangkurat II membayarnya dengan sejumlah uang, beras, dan menanggung biaya pembangunan loji-loji yang akan dibangun Kompeni.

Namun bertahun-tahun Amangkurat II menunggaknya, sehingga mendorong Kompeni menawarkan penyelesaian. Dikirimlah Kapten Tack untuk menyelesaikannya.

Pada 3 November 1685, Kapten Tack bertolak dari Batavia. Ia mampir ke Cirebon dulu untuk membereskan masalah residen Cirebon dan mengajak raja Cirebon menyertainya pergi ke Kartosuro.

Pada 20 Desember 1685, ia bertolak dari Cirebon bersama Sultan Anom. Tiba di Semarang pada 22 Desember 1685, Kapten Tack lalu memanggil para residen di pesisir.

Oohya! Baca juga ya: Nasib Orang-Orang Cina Pesisir Setelah Raja Mataram Pakubuwono II Kembali Berpihak kepada Kompeni dan Pemimpinnya Melarikan Diri ke Bali

Kapten Tack mendiskusikan kemungkinan pemindahan loji di Jepara ke Semarang. Para residen pada pertemuan 31 Desember 1685 mengusulkan demikian, karena Semarang sedang maju.

Awal Januari 1686 Kapten Tack memberi tahu Kartosuro bahwa ia hendak bertolak dari Semarang pada 4 Januari 1686. Patih Nerangkusumo pun segera menyiapkan diri menyambut Kapten Tack dengan perang.

Kemungkinan, Kapten Tack juga sudah mengetahui akan ada sambutan khusus untuk dirinya di Kartosuro. Sebab, Wangsanata sudah meminta Komandan benteng Kompeni Kapten Greving menyampaikan adanya sambutan khusus itu kepada Van Vliet, saudagar kepala Kompeni di Semarang.

Namun, Wangsanata mengatakannya sebagai ancaman terselubung. Ia mengira yang dimaksud dengan 40 harimau untuk sajian pertunjukan menyambut Kapten Tack itu adalah Untung Suropati dan pengikutnya.

Di Mataram, pertunjukan tanding dengan harimau sudah sering dilakukan. Bisa berupa tanding harimau dengan banteng, bisa juga berupa tanding harimau dengan prajurit bertombak.

“Suatu hiburan yang di Jawa bukan merupakan hal yang luar biasa,” tulis HJ de Graaf.

Tapi, karena di keraton ada semangat perang dan kedatangan Kapten Tack menimbulkan ketakutan pada diri Amangkurat II yang belum membayar utang, maka Wangsanata memahami rencana pertunjukan 40 harimau itu dalam arti yang lain. “Ia minta kepada Greving agar meneruskan ancaman terselubung itu kepada Van Vliet,” tulis De Graaf.

Oohya! Baca juga ya: Cerita Setelah Sultan Agung Kalah dari Kompeni dan Orang Orang Eropa yang Menjadi Bawahan Raja-Raja Jawa

Meski Van Vliet menerima laporan Greving mengenai suasana di keraton, Van Vliet tidak sepenuhnya mempercayai Greving. Ia anggap Greving terlalu larut dengan isu-isu rencana perang itu, sehingga menilai laporan Greving sebagai pandangan yang terlalu suram.

“Terserahlah. Apa pun yang akan terjadi, biarlah terjadi,” kata Greving jengkel diremehkan oleh Van Vliet.

Kapten Tack tiba di Kartosuro langsung menuju alun-alun. Hingga akhir hidupnya, ia belum sempat menikmati suasana Kartosuro di balai peristirahaan yang baru dibangun di areal perluasan benteng, sambil menikmati minuman.

Priyantono Oemar

Sumber rujukan:
Terbunuhnya Kapten Tack karya Dr HJ de Graaf (1989)

Untuk Yang Mulia Para Pencuri Naskah/Plagiator

Selama empat hari, Raffles menjarah Keraton Yogyakarta. Dari berbagai jenis barang yang dijarah itu terdapat naskah-naskah Jawa yang kemudian ia pakai sebagai bahan untuk buku The History of Java. Kendati naskah-naskah itu hasil jarahan, ia tetap menyebutkannya ketika ada bagian-bagian yang ia ambil untuk bukunya, seperti dalam kalimat: “Syair berikut adalah dari Niti Sastra Kawi”, “Cerita ini kemudian diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris oleh Crawfurd”.

Redaksi
[email protected]