Amangkurat I Memberi Modal Investasi 10 Ribu Riyal Spanyol, Mengapa Para Penguasa Pesisir Justru Mengajukan Utang 20 Ribu Riyal ke Kompeni?
Rencana monopoli dagang yang diterapkan Raja Mataram Amangkurat I gagal. Amangkurat I kemudian melakukan cara lain dengan mengucurkan modal investasi kepada empat negeri pesisir, masing-masing 10 ribu riyal Spanyol.
Modal yang diberikan pada Juni 1657 itu harus diputar oleh para penguasa pesisir. Amangkurat I memberi target dalam waktu setahun harus bisa menyerahkan ke Keraton 20 ribu riyal Spanyol. Berjasilkah atau justru mengajukan utang?
Gagalnya monopoli yang diterapkan oleh Amangkurat I adalah karena para penguasa pesisir lupa menetapkan kesepakatan harga untuk komoditas kayu dan garam. Komoditas ini juga diperlukan oleh Kompeni.
Oohya! Baca juga ya: Menteri KKP akan Buka Lagi Ekspor Benih Bening Lobster, Kiara Sebut KKP Makin Melangkah Mundur
Ketika utusan Kompeni menginginkan kayu dan garam dari Pati, kata HJ de Graaf, penguasa Pati berjanji tidka akan menaikkan harga kayu dan garam. “Ini merupakan jebolan pertama dalam benteng monopoli,” tulis De Graaf.
Karena belum ada kata sepakat, jika Pati menaikkan harga kayu dan garam, utusan Kompeni bisa membelinya dari luar Pati. “Sesungguhnya monopoli itu sama sekali tidak berhasil,” tulis De Graaf.
Berbagai komoditas telah disepakati harganya, sehingga harga di masing-masing negeri sama. Misalnya, beras dari harga Rp 15 riyal sekoyan, menjadi 30 riyal per koyan.
Kayu balok harga ditetapkan 30 riyal Spanyol per 100 potong, kayu papan 30 ringgit per 100 potong, tetapi penguasa tidak negeri lainnya belum menyepakatinya. “Setelah banyak berdebat, keempat penguasa pesisir itu pulang tanpa hasil dengan perjanjian untuk merundingkan urusan itu lebih lanjut,” tulis De Graaf.
Perdebatan di antara mereka itu terjadi ketika utusan Kompeni. Penguasa Pati pun kemudian mengundang utusan Kompeni untuk berkunjung ke Pati, melihat harga kayu di Pati, yang harganya tetap pada kisaran 20-22 riyal Spanyol untuk 100 potong balok dan 15-20 ringgit untuk 100 potong papan. Tidak dinaikkan.
Kondisi inilah yang kemudian mendorong Amangkurat I mengubah strategi perdagangannya. Orang-orang Cina yang mengetahui ada kucuran dana dari Keraton untuk usaha dagang para penguasa pesisir, maka mereka melakukan berbagai lobi.
“Seorang Cina di Juwana dikatakan telah menyampaikan isapan jempol kepada para penguasa pesisir bahwa perdagangan di timur ... dan juga di daerah timah Malaka dapat menghasilkan keuntungan yang luar biasa,” tulis De Graaf.
Oohya! Baca juga ya: Ada Empat Pasal Perdamaian, kepada Kompeni Amangkurat I Raja Mataram Meminta Hadiah Kuda Setiap Tahun
Ini bisa menjadi jebakan bagi para penguasa pesisir itu. Sebab daerah yang disebut orang Cina itu telah ditetapkan oleh Kompeni sebagai terlarang untuk dimasuki oleh orang Jawa tanpa adanya izin dari Kompeni.
Maka, para penguasa pesisir itu pun meminta izin kepada Kompeni untuk bisa berdagang di Ambon dan di Malaka. Penguasa Pati meminta tiga surat jalan untuk ke Banda, Ambon, dan neger-negeri di bawah kekuasaan Aceh.
Penguasa Semarang bahkan mengajukan lima izin untuk bisa memasuki negeri-negeri di Maluku selatan. Dengan pernyataan lisan dari residen, mereka berangkat tanpa perlu menunggu surat izin dari Batavia.
“Seorang Cina telah memperdaya mereka dengan memberi keterangan bahwa Malaka bisa dilalui tanpa surat jalan,” tulis De Graaf mengutip Dagregister 8 September 1657.
Sepertinya, perjalanan dagang mereka tidak berhasil tanpa membawa surat jalan. Sebab, ketika penguasa Jepara dan Pati mengajukan permintaan izin untuk memasuki Maluku dan Kedah pada akhir 1658, Kompeni menolaknya.
Susah mendapatkan izin untuk berdagang di negeri-negeri itu, para penguasa pesisir pun mendekati orang Inggris, meminta bantuan untuk membawa mereka ke India. Orang Inggris bersedia membantu mereka untuk bisa membeli kain-kain di India.
Ketika tiba waktunya untuk mempertanggungjawabkan modal invetasi dari Amangkurat I itu, para penguasa pesisir tidak bisa memberikannya. Kalaupun ada yang bisa menyerahkannya, itu pun jumlahnya sedikit.
Oohya! Baca juga ya: Masjid Istiqlal Berkolaborasi dengan Pepsodent Tingkatkan Kesehatan Gigi dan Mulut Menjelang Bulan Ramadhan
“Karenanya, mereka harus meminjam uang. Dan dari siapa lagi kalau tidak dari Kompeni yang di mata mereka kaya raya itu?” tulis De Graaf.
Ketika pada bulan Ramadhan 1659 (April-Mei 1659), Amangkurat I menagih kepada Pati, misalnya, penguasa Pati itu mengajukan utang 20 ribu riyal Spanyol kepada Kompeni. Surat pengantarnya mengatakan “yang akan digunaan untuk menyelamatkan diri saya”.
“Apabila ia tidak diberi uang itu, maka ada kemungkinan ia akan diberhentikan dari jabatannya dan seluruh milik serta harta bendanya akan disita,” tulis De Graaf. Kompeni menolak permintaan utang itu.
Pertimbangan Kompeni, jika permintaan utang itu dipenuhi, akan kesultan menagihnya. Karenanya, Kompeni hanya bersedia memberikan uang muka untuk komoditas-komoditas yang dipesan oleh Kompeni.
Priyantono Oemar
Sumber rujukan:
Disintegrasi Mataram di Bawah Mangkurat I karya Dr HJ De Graaf (1987)
Untuk Yang Mulia Para Pencuri Naskah/Plagiator
Selama empat hari, Raffles menjarah Keraton Yogyakarta. Dari berbagai jenis barang yang dijarah itu terdapat naskah-naskah Jawa yang kemudian ia pakai sebagai bahan untuk buku The History of Java. Kendati naskah-naskah itu hasil jarahan, ia tetap menyebutkannya ketika ada bagian-bagian yang ia ambil untuk bukunya, seperti dalam kalimat: “Syair berikut adalah dari Niti Sastra Kawi”, “Cerita ini kemudian diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris oleh Crawfurd”.
Redaksi
[email protected]