Egek

Menteri KKP akan Buka Lagi Ekspor Benih Bening Lobster, Kiara Sebut KKP Makin Melangkah Mundur

Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) akan membuka lagi ekspor benih bening lobster (BBL). Kiara menilai sebagai langkah mundur.

Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) saat ini tengah membahas ulang aturan ekspor Benih Bening Lobster (BBL). Aturan tersebut akan melegalkan praktik ekspor BBL.

Pembahasannya sudah dalam proses konsultasi publik. Direncanakan akan disahkan melalui Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan (Permen KP).

“Langkah yang seharusnya diperkuat KKP adalah pengawasan dan penindakan pelaku eksportir BBL ilegal, bukan melegalkan ekspor BBL karena masifnya ekspor ilegal ke luar negeri,” ujar Sekjen Koalisi Rakyat untuk Keadilan Perikanan (Kiara) Susan Herawati, dalam siaran persnya, Jumat (22/12/2023).

Scroll untuk membaca

Scroll untuk membaca

Oohya! Baca juga ya: Melindungi Bayi Lobster dengan Hukum Adat Egek

Menurut Susan, pada zaman menteri KKP dijabat oleh Susi Pudjiastuti, ekspor BLL telah dilarang. Di era Menteri KKP Edhy Prabowo, eskpor BBL diperbolehkan lagi, yang menyeret Edhy Prabowo ke dalam kasus korupsi.

Menurut Susan, bibahasnya kembali ekspor BBL diduga merupakan permintaan dari negara Vietnam yang merupakan negara yang sangat bergantung dengan suplai BBL dari Indonesia. Susan menyebutkan, wacana ekspor BBL yang disampaikan oleh Sakti Wahyu Trenggono sangat tidak rasional.

“Salah satu alasan KKP membahas ulang ekspor BBL ini adalah karena untuk mencegah BBLyang keluar dari Indonesia lewat jalur tidak resmi (ilegal), dan membuka jalan investasi masuk serta transfer teknologi dan pengetahuan budidaya lobster modern di Indonesia,” ujar Susan.

Alasan ini, menurut Susan, sangat tidak rasional dan merupakan langkah yang semakin mundur dari KKP dalam melindungi BBL dari eksploitasi industry. Kiara menilai bahwa larangan ekspor BBLyang telah dijalankan sejak KKP era Susi Pudjiastuti dan era awal Sakti Wahyu Trenggono patut diapresiasi.

Pada masa itu KKP berhasil menjaga keberlanjutan ekologi dari eksploitasi berlebih. Juga, memberikan kepastian bahwa nelayan tradisional dan lokal dapat memanfaatkan BBL untuk keberlanjutan hidup mereka.

Kiara mencatat bahwa terdapat berbagai kerugian Indonesia jika dibukanya ekspor benih bening lobster, yaitu:

Pertama, eksploitasi komoditas lobster dan BBL akan semakin meningkat dan akan memperparah krisis ekologi dan sumber daya perikanan yang saat ini dihadapi Indonesia. Hal tersebut juga akan mengundang industri akan masuk kedalam bisnis ini, dan yang paling diuntungkan hanya entitas bisnis, bukan nelayan kecil/tradisional;

Kedua, meningkatkan eksploitasi sumber daya perikanan dan Ilegal, Unreported, and Unregulated (IUU) Fishing di perairan Indonesia, karena permintaan ikan rucah sebagai pakan budidaya lobster akan meningkat;

Oohya! Baca juga ya: Egek, Konservasi Sumber Daya Alam Berdasarkan Hukum Adat Suku Moi di Kabupaten Sorong

Ketiga, aktor yang akan diuntungkan adalah negara tujuan ekspor seperti Vietnam, dan Indonesia hanya akan meningkatkan pendapatan Vietnam dari penjualan lobster dewasa, serta meningkatkan peran Vietnam dalam IUU Fishing di Indonesia;

Keempat, meningkatkan ekstensifikasi budidaya lobster yang akan mengalihfungsikan wilayah mangrove menjadi lahan-lahan budidaya lobster di pesisir dan perairannya;

Kelima, perairan dangkal yang menjadi habitat lobster akan menjadi ruang kompetisi antara nelayan kecil/tradisional dengan industri perikanan. Hal itu bisa muncul karena terjadi privatisasi ruang beserta komoditas yang ada di dalamnya berhadapan dengan kenyataan bahwa perairan dangkal beserta lobster yang terdapat di dalamnya adalah common pool resources yang biasa diakses oleh nelayan kecil/tradisional.

Padahal langkah Pemerintah Indonesia yang telah menyelamatkan BBL mencapai 1,4 juta ekor. Itu mengurangi kerugian negara mencapai 240 miliar rupiah sejak Januari hingga pertengahan Desember 2023, merupakan langkah yang perlu diapresiasi dan perlu ditingkatkan lagi.

“Jika pengawasan pemanfaatan dan eksploitasi BBL oleh KKP semakin ditingkatkan dan dengan melibatkan nelayan sebagai right holders di lautnya, potensi kerugian negara secara ekologi dan ekonomi atas eksploitasi BBL dapat diminimalisir. Pelibatan peran nelayan lokal dapat memaksimalkan pengawasan karena nelayanlah yang tau tentang lokasi di wilayah mereka masing-masing,” jelas Susan.

Oohya! Baca juga ya: Menatap Gamang Visi Maritim Indonesia 2045

Berdasarkan data kerugian ekologi dan ekonomi tersebut, KIARA mendesak Sakti Wahyu Trenggono sebagai Menteri Kelautan dan Perikanan tetap melarang ekspor BBL serta melarang privatisasi ruang beserta sumber daya perikanan yang ada didalamnya. Dibukanya keran ekspor BBL tidak akan berdampak bagi keberlanjutan sumber daya perikanan.

Dibukanya keran ekspor BBL juga tidak akan meningkatkan kesejahteraan nelayan kecil dan tradisional. Pun, tidak akan meningkatkan perekonomian Indonesia. “Sudah saatnya KKP berpihak kepada nelayan tradisional bukan tunduk terhadap investasi.,” ujar Susan.

Ma Roejan