Lincak

Ada Empat Pasal Perdamaian, kepada Kompeni Amangkurat I Raja Mataram Meminta Hadiah Kuda Setiap Tahun

Adegan film Sultan Agung sedang menunggang. Kuda menjadi hadiah dari Kompeni yang disukai oleh Amangkurat I setelah kesepakatan perdamaian. Kompeni memberinya kuda Persia.

Kesepakatan perdamaian Kompeni-Mataram terjadi pada 24 September 1646. Perundingan-perundingan perdamaian menghasilkan enam pasal, empat pasal pertama sesuai dengan usulan Mataram.

Hanya empat pasal yang bisa dijalankan oleh kedua belah pihak, sedangkan dua pasal lagi tidak efektif untuk dijalankan. Pasal pertama berisi tentang keharusan Kompeni mengirim utusan ke Mataram berkedok perjalanan perdagangan dengan membawa hadiah setiap tahun untuk Raja Mataram Amangkurat I. Salah satu hadiah yang diberikan adalah kuda Persia.

“Ini sungguh-sungguh sama seperti berdatang sembah sekali setiap tahun,” tulis HJ de Graaf. Mataram memang menghendaki hal ini, saat menawarkan perdamaian.

Scroll untuk membaca

Scroll untuk membaca

Oohya! Baca juga ya: Sultan Agung yang Menaklukkan, Amangkurat I yang Melepaskan Negeri-Negeri Taklukan Mataram Itu

Jika Kompeni menyambut tawaran ini, Kompeni diminta mengirimkan utusan ke Mataram untuk memohon perdamaian. Kompeni, kata De Graaf, “bersedia memesan untuk Sunan dan Tumenggung Wiroguno pakaian dan barang-barang langka yang sewaktu-waktu akan dipersembahkan”.

Pasal kedua mengatur, jika Sunan meminta, Kompeni bersedia mengangkut para ulama, misalnya ke Makkah. Kompeni pernah menawarkan hal ini di masa pemerintahan Sultan Agung, dengan kewajiban Mataram membebaskan tawanan.

Itu terjadi pada 1642 hingga Sultan Auung meninggal dunia pada Fabruari 1646, tetapi saat itu Sultan Agung tidak memenuhinya. Amangkurat I yang naik tahta pada Februari 1646, pada September 1646 membuat kesepakatan damai dengan Kompeni.

Pasal ketiga mengatur pembebasan orang-orang Belanda yang ditawan di Mataram, terkecuali yang sudah disunat dan menikah dengan orang Jawa. Semua tawanan akan bebas pada 1649-1651.

Pasal keempat mengatur penyerahan orang-orang yang memiliki utang. Kompeni tentu akan mendapatkan keuntungan dari sini, karena orang-orang Cina yang memiliki utang kepada Belanda dan berlindung di Mataram, harus diserahkan kepada Kompeni.

Karena Kompeni mengirim utusan untuk memohon perdamaian seperti yang diminta Mataram, maka oleh Mataram, Kompeni merupakan bagian dari Mataram. Karenanya, pasal lima mengatur kewajiban Kompeni membantu Mataram untuk menghadapi musuh-musuh Mataram.

Oohya! Baca juga ya: Masjid Istiqlal Berkolaborasi dengan Pepsodent Tingkatkan Kesehatan Gigi dan Mulut Menjelang Bulan Ramadhan

Pasal kelima ini dianggap tidak menguntungkan Kompeni, sehingga pasal ini tidak dijalankan secara efektif. Sedangkan pasal keenam, melarang pelayaran bebas ke Maluku dan Malaka.

Tentu saja ini tidak bisa dijalankan oleh Mataram, sebab lautan adalah wilayah mutlak Mataram. Dengan demikian, Raja Mataram harus bebas berlayar ke mana saja dan orang-orang Melayu juga tidak dirintangi untuk berlayar ke Mataram. Mataram kemudian tidak memberikan jaminan keamanan kepada kapal-kapal Eropa yang berlayar ke Mataram.

Maka, pada Oktober 1646, Kompeni mengirim utusan ke Mataram. Utusan membawa hadiah untuk Amangkurat I berupa dua ekor kuda terbaik, dua sketsel yang indah, 34 potong kesturi, air mawar setempayan, dan satu tong anggur Spanyol dan cincin intan.

“Utusan menyatakan hormat setinggi-tingginya, dengan begitu banyak puji dan basa-basi istana,” tulis De Graaf.

Utusan ini baru pulang ke Batavia pada 1647. Maka, sepanjang 1647, Batavia mendapatkan pasokan beras yang cukup dari Mataram. “Batavia diselamatkan oleh Sunan dari bahaya kepalaran,” tulis De Graaf.

Mataram tetap mengirimkan beras ke Batavia kendati Mataram mengalami panen buruk. Kompeni pun berkesimpulan Amangkurat I memang benar-benar memiliki niat memelihara perdamaian, setelah Kompeni mengalami masa buruk hubungan dengan Mataram di masa pemerintahan Sultan Agung.

Kompeni mengirim utusan kedua pada 1648, meskipun terlambat datang dengan alasan kapal yang membawa barang-barang khusus dari belanda dan pakaian dari Koromandel belum datang. Pada 1649, Kompeni baruy mengirim utusan setelah Mataram mengirim utusan ke Batavia.

Oohya! Baca juga ya: Anak Usia Dua Tahun Bisa Berjalan Setelah Konsumsi Kelor, Istri Ganjar Sebut Kelor yang Bisa Cegah Stunting Harganya Lebih Murah dari Moringa

Kompeni mengaku tidak segera mengirim utusan ke Mataram dengan alasan, beberapa ekor kuda untuk Raja yang harus dibeli di Persia belum datang karena harus melalui perjalanan yang jauh akibat adanya perang perebutan benteng Kandahar (di Afghanistan sekarang).

“Setelah perjalanan yang amat jauh, kuda-kuda yang sangat bagus itu menjadisangat kurus, sehingga harus dipulihkan dahulu di kandang Kompeni, sebelum dapat dihadapkan kepada Sunan,” tulis De Graaf.

Sedangkan utusan yang datang pada 1651, datang membawa berbagai macam hadiah. Ada dau meriam perunggu, dua kuda Persia, kembang api, lima lukisan, 10 cermin dengan hiasan yang indah, dan sebuah kursi dari kayu hitam.

“Sunan sangat menghargai hadiah dari pihak Belanda yang sangat berlimpah itu,” tulis De Graaf.

Priyantono Oemar

Sumber rujukan:
Disintegrasi Mataram di Bawah Mangkurat I karya Dr HJ de Graaf (1987)

Untuk Yang Mulia Para Pencuri Naskah/Plagiator

Selama empat hari, Raffles menjarah Keraton Yogyakarta. Dari berbagai jenis barang yang dijarah itu terdapat naskah-naskah Jawa yang kemudian ia pakai sebagai bahan untuk buku The History of Java. Kendati naskah-naskah itu hasil jarahan, ia tetap menyebutkannya ketika ada bagian-bagian yang ia ambil untuk bukunya, seperti dalam kalimat: “Syair berikut adalah dari Niti Sastra Kawi”, “Cerita ini kemudian diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris oleh Crawfurd”.

Redaksi
[email protected]