Pitan

Pertunangan Putri Juliana Disambut Pawai 30 Ribu Orang di Jakarta, Hadiah Pernikahan Berupa Gelang Permata Bergambar Burung Garuda

Suasana di Waterlooplein pada 12 September 1936 sore. Sebanyak 30 ribu warga ikut pawai penghormatan menyambut pertunangan Putri Juliana

Tak terbayangkan, di masa penjajahan dulu ada 30 ribu orang ikut pawai penghormatan untuk merayakan pertunangan Putri Juliana. Pertunangannya diadakan di Belanda, tetapi kemeriahannya sampai di Indonesia.

Untuk hadiah pernikahan, Indonesia mempersempahkan gelang permata bergambar burung Garuda. Permatanya didapat dari Afrika.

Scroll untuk membaca

Scroll untuk membaca

Itu semua terjadi pada 936 dan awal 937. Itu tahun-tahun bagi kaum pergerakan nasional Indonesia semakin kencang menuntut pemerintahan sendiri.

Kisahnya bermulai dari 8 September 936 sore. Sejak pukul 16.40 para wartawan berkumpul di kantor Telegraf di Batavai Centrum. Padahal hari itu sangat panas.

Oohya! Baca juga ya: RUU DKJ, Nasib Reklamasi Teluk Jakarta Jika Gubernur Jakarta Ditunjuk oleh Presiden seperti di Zaman Orde Baru

“Orang berkeringat, sangat banyak berkeringat,” tulis FAW van der Lip yang diterjemahkan oleh Armijn Pane.
Mereka sedang menunggu kabar dari Belanda, yaitu dari Menteri Negeri Jajahan Belanda. “Telegram pers yang sangat penting akan datang,’ tulis van der Lip.

Di rumah-rumah, penduduk Batavia sudah bersantai setelah seharian bekerja. Mereka sudah siap minum teh sore. Surat kabar sore yang mereka langgan sudah ada di meja.

Teh yang hendak diminum tadi itu, dibiarkan saja. "Surat kabar dilemparkan ke sudut kamar, tiada suka lagi membaca semua berita yang penting itu ...,” lanjut Van der Lip.

Cuma satu kabar yang menjadi perhatian mereka sore itu: Prinses sudah bertunangan. “Maka, pukul setengah tujuh, di seluruh Hindia hampir tiada orang lagi yang tiada tahu tentang kabar yang menyenangkan hati itu,” kata Van der Lip.

Maka, Jakarta (Batavia) menjadi ramai orang. Penduduk pada keluar rumah. Di Koningsplein, Waterlooplein, Rijswijk, dan Noordwijk banyak orang berkerumun.

Oohya! Baca juga ya: Gubernur Terkejam di Indonesia Ini Dijuluki Sebagai Tuan Besar Guntur, Orang Sunda Sering Mengucap: Kawas Mas Kalak Wae

Mereka girang bukan kepalang. Ada yang berloncnat-loncat, berteriak, menyanyi, dan menari-nari.

Lagu Belanda sangat banyak, tetapi pada malam itu orang-orang memilih menyanyikan lagu-lagu kebangsaan. “Nyanyian yang paling banyak didengar ialah ‘Wilhelmus’, ‘Oranje boven’, dan ‘Al is 't Prinsesje nog zoo klein’,” tulis Van der Lip.

Polisi sibuk mengatur lalu lintas dan keamanan. Pengelola hotel dan restoran pun segera menghias tempat-tempat mereka.

Awak kapal perang Java yang sedang berlabuh di tanjung priok pun diinstruksikan bergabung rumah Komandan Angkatan Laut di Prapatan. Mereka bergabung dengan pemain musik Marine yang sudah berkumpul di sana.

Radio-radio menyiarkan kemeriahan di Batavia malam itu. Keramaian ternyata tidak hanya di Batavia. di kota-kota lain juga terjadi hal yang sama. Bogor, Bandung, Makassar, Manado, Yogyakarta, Semarang, Surabaya, Bengkulu, Medan, Tanjungkarang, Telukbetung, juga ramai.

Sambutan tak berhenti pada mslam itu. Esok harinya, 9 September, sekolah diluiburkan. Volksraad bersidang, ketua Volksraad menyampaikan pidato sambutan penhormatan untuk pertunagan itu.

Pada pukul 11.00, para pejabat berkumpul di rumah Gubernur Jawa Barat untuk membentuk panitia perayaan. Saat itu Batavia masuk wilayah Jawa Barat.

Oohya! Baca juga ya: Napoleon Angkat Sosok Emosional dan Senang Mengumpat untuk Memimpin Hindia-Belanda yang Sopan Penduduknya

Suasana persiapan pawai pada 12 September 1936 sore. Terlihat ada mobil dihias rumah adat Minangkabau.

Di situ disampaikan, atas izin Gubernur Jenderal, hari Sabtu, 12 September 1936 djadikan hari libur. Acara perayaan serah terima jabatan dari Gebernur Jenderal De Jonge ke Gubernur Jenderal Tjarda yang akan dilakukan pada 15 September 1936 dimajukan ke 12 September 1936 digabungkan dengan perayaan penghormatan pertunangan Putri Juliana dan Pangeran Bernard .

Ditetapkan, pada pukul 07.00, 7.000 siswa dikumpulkan di depan istana Gubernur Jenderal di Waterlooplein (kini Lapangan Banteng) untuk bernyanyi. Istana yang dibangun Daendels itu kini menjadi gedung Kementerian Keuangan.

Pada malam harinya, mulai pukul 18.30 masyarakat Jakarta disiapkan untuk melakukan pawai penghormatan. Pawai keliling kota dimulai dari Waterlooplein di depan istana.

Pada 9 September 1936 malam, suasana kota kontras dengan malam sebelumnya. Sepi. Penduduk berdiam diri di rumah untuk mendengarkan pidato radio dari Ratu Wilhelmina. Malam itu tak hanya Ratu yang berpidato, melainkan juga Putri Juliana dan Pamgeran Bernhard.

Oohya! Baca juga ya: Diangkat oleh Napoleon Jadi Gubernur Jenderal Hindia-Belanda, Begini Kelakuan Daendels di Jawa

Panitia harus bekerja dua hari untuk menyiapkan perayaan tanggal 12 September. Pagi-pagi, Tanjung Priok sudah meriah. Kapal-kapal perang dikumpulkan, termasuk juga dua kapal selam. Semua dihias dengan bendera. Pada pukul 12 ditembakkan meriam penghormatan.

Malam harinya, 30 ribu warga dari berbagai perkumpulan di Batavia berkumpul di Waterlooplein untuk memulai pawai. Musik Angkatan Laut ikut meramaikan pawai itu. Gedumg-gedumg dilengkapi dengan lampu hias.

Seperti halnya sambutan penghormatan pada 8 September malam yang muncul di berbagai kota, pada 12 September pun demikian. Demikian juga pada hari pernikahannya pada 7 Januari 1937.

Bahkan dari Indonesia ada yang pergi ke Belanda untuk menghadiri pesta pernikahan, yaitu dari Keraton Surakarta, Yogyakarta, dan Deli Serdang. Indonesia mempersembahkan hadiah untuk Putri Juliana berupa gelang platina bertatahkan 34 permata dari Afrika.

Gelang ini dipesan dari uang yg dipungut dari para amtenar di Jawa dan luar Jawa. Panitia dibentuk pada 29 September 1936 untuk menyiapkan hadiah ini.

Gelang itu juga dihias dengan gambar mahkota Belanda di bidang tengah. Bidang kiri-kanan digambari burung Garuda model Jawa kuno yang menghadap ke bidang tengah. Diberi pula hiasan ornamen yang ada di Candi Borobudur.

Priyantono Oemar

Sumber rujukan:
Nederlandsch-Indisch Herinneringsalbum, teks bahasa Belanda oleh FAW van der Lip, teks bahasa Indonesia oleh Armijn Pane (1937)