Ini Hal yang tidak Bisa Dilakukan di Starbucks, Kedai Kopi yang Sedang Diboikot Gara-gara Israel
Ketika berada di warung kopi, kita bisa meminum kopi dengan cara gelas kopi ditaruh terbalik di atas cawan, lalu kita menyeruputnya dari tepi cawan. Di Starbucks, yang saat ini sedang diboikot gara-gara Israel menyerang Palestina, hal itu tidak bisa dilakukan.
Ketika Starbucks hadir di Indonesia pada 2002, harga segelas kopinya mencapai Rp 15 ribu – Rp 20 ribu. Segelas kopi tubruk di warung kopi yang bertebaran di Jakarta hanya Rp 500.
Diskusi kecil pun sering muncul saat ngopi di kantor. Membahas perjalanan kopi Indonesia.
Kopi dibeli Starbucks dari petani Indonesia, lalu dijual di kedai Starbucks yang ada di penjuru dunia, termasuk Indonesia. Harganya jauh melampaui harga kopi di Indonesia.
Oohya! Baca juga ya: Starbucks Masuk Daftar yang Harus Diboikot karena Israel, Pernah Ada Barista yang tidak Tidur Tiga Hari
Starbucks kemudian memang menghadirkan pengalaman baru bagi orang Indonesia dalam menikmati kopi. “Kilasan pemandangan Amerika saya hidupi dengan pergi ke sebuah mal, memasuki sebuah toko Starbucks, dan mendapatkan the Starbucks experience yang sama dengan yang ada di negara asalnya,” tulis Rahayu Kusasi.
Rahayu Kusasi pernah menjadi barista di Starbucks. Lalu ia menulis skripsi mengenai globalisasi lewat secangkir kopi Starbucks.
Cara Starbucks menjual minuman kopinya berbeda dengan cara warung-warung kopi di Indonesia. Produk yang ditawarkannya pun berbeda. Kopi tubruk yang ditawarkan di warung-warung kopi di Indonesia, di Starbucks hanya untuk coffee tasting.
“Cara-cara yang digunakan Starbucks dalam menjual minumannya yang berbeda, produk yang ditawarkannya, adalah hal-hal yang menarik dan asing bagi orang Indonesia,” tulis Rahayu.
Menurut Rahayu, ada keingintahuan terhadap menu-menu yang ditawarkan, seperti secangkir Tall Tatte. “Seperti apa rasanya, bagaimana cara memesannya, memegang cangkir kertasnya dengan penahan panas dan bagaimana cara menyeruputnya melalui lubang di tutup gelas kertas,” tulis Rahayu.
Oohya! Baca juga ya: Ini Arti Nama Untung Suropati, Budak Perwira Kompeni yang Minta Perlindungan kepada Amangkurat II di Kartosuro
Rahayu menangkap fenomena adanya kebanggaan tersendiri dari orang-orang Indonesia yang menjadi pelanggan Starbucks. Tapi itu seperti pengalaman snobisme. Rahayu mencatat, pelanggan Starbucks mencoba melafalkan menu minumannya dengan meniru lafal lidah bule, seperti yang juga ia lakukan.
“Inferiority complex membuat saya melafalkan Tall Caramel Macchiato dengan lafat seorang Barat, memaksa seorang barista untuk mengulang shot espressonya hingga sempurna, serta menjadi gugup ketika ada pelanggan bule menanyakan biji kopi dan saya tidak tahu,” tulis Rahayu.
Tentang snobisme pelanggan Starbucks, Rahayu mencatat seorang gadis muda memesan Tall Caramel Macchiato, double shot, extra hot. Pelanggan itu melafalkannya dengan logat yang dibuat-buat sedemikian rupa agar menyamai pelafalan bule asli.
“Pelanggan itu melafalkan thol kaeremel mashiato, dabel shot ekstra haot. Sebagai informasi, pelafalan macchiato adalah makiyato karena secara terminologis itu adalah nama minuman yang berasal dari Italia,” ujar Rahayu.
Dalam bukunya, Rahayu mengingatkan agar para pelanggan Starbucks tidak perlu melafalkan seperti bule. Sebagai contoh, Rahayu menyebut menu Grande Vanilla Latte yang tidak perlu dilafalkan menjadi grandae vaenilla laete.
Rahayu juga mencatat banyak pelanggan yang masuk Starbucks langsung memilih meja, dan menunggu di mejanya untuk ditawari daftar menu. Jika pun dia sudah tahu cara memesan, setelah membayar dari akan ke meja, menunggu pesanan di antar ke mejanya.
Empat tahun saya rutin ngopi di Starbucks sekaligus mengamati perilaku pelanggan. Setelah 20 tahun Starbucks ada di Indonesia, pada 2022 masih saja ada pelanggan yang yang meminta pesanannay di antar ke mejanya.
Padahal pelanggan itu mengambil meja di dekat bar barista. Pelanggan itu meminta pesanannya diantarkan ke mejanya ketika barista memanggil namanya dan menaruh pesannya di meja pengambilan pesanan.
Oohya! Baca juga ya: Bahasa Indonesia Jadi Bahasa Resmi Sidang Umum UNESCO, Bahasa Ini Lahir karena Tabrani Tersinggung oleh Belanda
Dengan sopan barista menjelaskan tidak ada layanan antar. Si pelanggan malah mengomel saat mengambil pesanannya.
Konsep Starbucks bukanlah konsep kafe atau restoran. Maka, tidak ada layanan antarke meja pelanggan. Pelanggan pesan menu di meja bar, bayar.
Tugas barista menyiapkan pesanan, lalu menaruh pesanan di meja pengambilan. Barista akan memanggil nama pelanggan yang pesanannya sudah jadi.
Nama pelanggan akan ditulis di gelas. Pelanggan bisa mengambil pesanan dengan membaca nama yang ada di gelas-gelas yang ada di meja pengambilan itu.
Menurut Rahayu, masalah ini sangat terasa di toko yang berlantai dua. Pelanggan sering meminta pesanan diantar ke meja di lantai atas.
Oohya! Baca juga ya: Ini Lokasi di Puncak Gunung yang Menjadi Tempat Favorit untuk Berfoto Para Pendaki Amatir
Suatu hari pernah ada rombongan pelanggan memilih meja di lantai atas. Mereka tidak datang bersamaan. Ketika semua sudah berkumpul, seorang pelanggan turun meminta dikirimi daftar menu.
“Ketika itu barista yang sedang berada mendengar permintaan itu dan dengan cerdik menjawab bahwa menu yang tersedia adalah papan-papan besar yang tergantung di bar sehingga tidak mungkin untuk membawakannya ke atas,” tulis Rahayu.
Priyantono Oemar
Sumber rujukan:
Globucksisasi, Meracik Globalisasi melalui Secangkir Kopi karya Rahayu Kusasi (2010)