Balon Tinja Korea Utara, Dulu Kompeni Kalahkan Sultan Agung Mataram dengan Peluru Tinja
Balon sampah dan tinja Korea Utara dibahas di berbagai belahan dunia. Tak kurang dari BBC, The Independent, Voice of America, The New York Post, Al Jazeera, membahas balon tinja dan sampah yang dikrimkan Korea Utara ke Korea Selatan pada Selasa-Rabu (28-29/5/2024).
Tercatat sudah ada 260 balon tinja dan sampah dari Korea Utara yang ditemukan di di berbagai wilayah di Korea Selatan. Korea Selatan pun mengecamna dan masyarakat diminta tidak mendekati balon-balon itu, apalagi menyentuhnya.
Tindakan Korea Utara ini dilakukan sebagai balasan ulah aktivis Koera Selatan yang sering mengirim selebaran di perbatasan. Apakah tindakan Korea Utara menggunakan tinja untuk “perang” ini sebagai hal baru? Dulu Kompeni menggunakan peluru tinja untuk mengalahkan pasukan Sultan Agung Mataram.
Oohya! Baca juga ya:
Kenapa Sejarawan Ini Sebut Raja Demak Itu Orang Cina?
Pada Juni 2013, menurut BBC ada 180 orang ditangkap di Cape Twon, Afrika Selatan, karena berdemo membawa kantong tinja. Pemimpin opisisi menjadi sasaran pelemparan kantong tinja itu ketika warga berdemo soal buruknya sanitasi.
Jauh ke belakang, Kompeni menjadi pelopor perang tinja di Indonesia (Hindia Belanda). Itu terjadi pada abad ke-17, ketika Sultan Agung Mataram menyerbu Batavia.
Apa yang dilakukan Kompeni? Ketika harus melawan tentara Mataram yang terus berupaya untuk bisa mauk ke kota Batavia, Kompeni kehabisan peluru.
Sisa peluru yang dipunyai Kompeni diperkirakan hanya cukup untuk perang sehari. “Orang Belanda kalang kabut. Peluru habis, tinja pun dipakai,” tulis Babad Tanah Jawi.
Babad Tanah Jawi mencatat peristiwa Kompeni menembakkan peluru tinja terjadi setelah Panembahan Puruboyo datang membuat tembok Batavia retak. Catatan Belanda menyebut peristiwanya terjadi pada 20 Oktober 1628.
Oohya! Baca juga ya:
IKN, Apakah Jakarta akan Senasib dengan Pajang dan Majapahit?
Saat itu, menurut Dr HJ de Graaf dalam buku Puncak Kekuasan Mataram, pasukan Mataram sedang menyerbu Bentang Maagdelijn pada malam hari, 20 Oktober 1628. Menurut De Graaf, orang Jawa kemudian memberi penjelasan etimologis mengenai asal-usul nama kota Betawi dari peristiwa ini.
Tinja atau dalam bahasa Jawa disebut tahi, ketika ditembakkan oleh prajurit Kompeni, membuat orang-orang Jawa yang terkena menjadi bau. Bau dalam bahasa Jawa disebut mambet. Mambet tahi, menjadi Betawi.
Untuk mendapatkan tinja, parjurit Betawi menggayungnya dengan topi mereka. Bahkan ada yang menyeroknya dengan tangan dan baju. Di Cape Twon, para pendemo yang membawa kantong ti ja pada 2013 juga mengosongkan septic tank mereka.
Peluru tinja ini rupanya ampuh juga. Tak hanya membuat kocar-kacir pasukan Sultan Agung Mataram, melainkan juga membuat ada prajurit Mataram meninggal akibat mabuk kelenger bau tinja.
Sedangkan balon tinja yang dikirim Korea Utara ke Korea Selatan hanya membuat Korea Selatan khawatir. Kerenanya, otoritas di Korea Selatan meminta warganya tidak mendekati atau menyentuh balon-balon itu.
Dulu, tidak tahan terhadap bau tinja yang ditembakkan Kompeni, banyak prajurit Mataram yang muntah-muntah. Banyak pula yang lemas tubuhnya karena kesulutasn bernapas akibat bau dari tinja yang memenuhi tubuh mereka.
Oohya! Baca juga ya:
Orang Kristen Naik Haji, Snouck Hurgronje Diusir dari Makkah
Orang-orang Mataram ada yang muntah-muntah karena tak tahan dengan bau tinja yang ditembakkan Kompeni ke mereka. Banyak juga yang mabuk karena tidak tahan dengan bau tinja yang melumuri tubuh mereka.
Maka, Babad Tanah Jawi menyebut ada prajurit Mataram yang mati akibat bau tinja itu. Mereka yang masih bertahan dengan bau tinja itu segera menceburkan ke kanal untuk memberishkan tinja di tubuhnya.
Padahal, sebelum mereka menyerbu benteng, mereka telah diperintahkan berwudhu, siap-siap untuk mati sahid dalam keadaan badan telah bersuci.
Ma Roejan