Amangkurat II tak Bayar Mahkota Majapahit yang Ia Beli dari Kapten Tack, Eh, Kapten Tack Malah Dibunuh
Saat pasukan Kompeni menyerbu Kediri, keraton Kediri dijarah. Kapten Tack mendapatkan mahkota Majapahit yang dibuat dari emas.
Amangkurat II lalu membelinya sesuai tawaran dari perwira Komoeni itu, 1.000 ringgit. Mahkota emas itu dulu dipakai oleh raja-raja Majapahit.
Tapi mengapa cucu Sultan Agung itu di kemudian hari tetap tak bayar mahkota itu? Tertipulah Kapten Tack oleh Amangkurat II.
Oohya! Baca juga ya:
Kenapa Cucu Sultan Agung tak Diaku Sebagai Anak Amangkurat I oleh Pakubuwono I?
Kemudian, oleh Amangkurat II mahkota itu dipakai, baik di keraton Plered maupun di keraton Kartosuro. Ia berhasil menduduku keraton Plered setelah mendapat bantuan dari Kompeni merebutnya dari adiknya, Pangeran Puger, yang kemudian menjadi Pakubuwono I.
Pangeran Puger menjagai keraton saat Trunojoyo menyerbu keraton. Mengungsi ke Semarang, atas bantuan Kompeni ia menjadi raja dengan gelar Pakubuwono I, lalu merebut keraton dari tangan Trunojoyo atas bantuan Kompeni.
Setelah putra mahkota menjadi raja di Tegal dengan gelar Amangkurat II, Pakubuwono I menolak menyerahkan keraton. Atas bantuan Kompeni, Amangkurat II merebut keraton Plered dari Pakubuwono I.
Menurut cerita babad, Amangkurat II kemudian merangkul Trunojoyo. Ia ingin menepati janjinya menjadikan Trunojoyo sebagai penguasa mancanegara.
Sewaktu Amangkurat II masih menjadi putra mahkota, ia berniat memberontak kepada ayahandanya, Amangkurat I. Ia meminta bantuan kepada Raden Kajoran Ambalik.
Oohya! Baca juga ya:
Mengapa Bahasa Indonesia Disebut Miskin Kosakata? Menyambut Pemutakhiran KBBI
Raden Kajoran Amablik kemudian mengenalkan Trunojoyo, menantunya, kepada Putra Mahkota. Trunojoyo bersedia melakukan hal yang diencanakan Putra Mahkota.
Putra Mahkota menjanjikan wilayah kepada Trunojoyo jika kelak ia telah menjadi raja. Trunojoyo menolak penunjukan dirinya sebagai penguasa mancanegara.
Raden Kajoran Ambalik alias Panembahan Romo yang membantu Trunojoyo dan Trunojoyo kemudian dibunuh pada 1679. Pada 1680 Amangkurat II pindah keraton ke Kartosuro di wilayah Pajang, tak jauh dari lokasi keraton Pajang yang oernah ada seabad sebelumnya.
Pada akhir 1682, Jacobus Couper, komandan pasukan Kompeni meninggalkan Kartosuro karena menganggap Mataram telah pulih kejayaannya. Di keraton Kartosuro, mahkota Majapahit yang ia beli dari Kapten Tack ia pakai juga.
Dengan mahkota itu, Amangkurat II merasa menggenggam tahta yang sah, meski ia tak bayar mahkota itu. Ia benar-benar sebagai raja Mataram, tidak seperti adiknya, Pangeran Puger, yang bukan putra mahkota tapi merebut kursi tahta Mataram sebagai Pakubuwono I.
Tapi Pakubuwono I tak menganggap Amangkurat II sebagai anak Amangkurat I. Bagi Pakubuwono I, Amangkurat II adalah anak Speelman, sehingga ia merasa yang berhak menjadi raja Mataram.
Oohya! Baca juga ya:
Setelah Pakubuwono I tersingkir, kini Jawa dipimpin oleh anak Speelman. Cornelis Speelman, gubernur jenderal Hindia Belanda periode 1680-1684, dikenal oleh Amangkurat II pada 1652.
Saat itu Amangkurat II masih sebagai putra mahkota. Jadi sudah cukup lama Amangkurat II berutang budi pada Speelman.
Pada saat ia meminta Kompeni melanjutkan penumpasan Trunojoyo pada 1677, Speelman menjadi komandan tentara Kompeni yang ditugasi untuk memburu Trunojoyo.
“Ia seorang yang lemah dan tak punya kemampuan, sombong dan kekanak-kanakan, pengecut, kadang-kadang picik dan keras kepala. Sosoknya tubuhnya yang tambun mengesankan tiada kewibawaan,” kata Dr HJ de Graaf.
Meski dianggap lemah, Amangkurat II mencoba menegakkan tradisi keraton. Selama 30 tahun tradisi Mataram rusak oleh Amangkurat I yang memerintah dengan lalim.
Oohya! Baca juga ya:
Tahan Alat Bantu Hibah untuk SLB, Bea Cukai Pernah Diambil dari Kemenkeu Zaman Menkeu Radius Prawiro
Ia adakan lagi pesta-pesta di keraton dengan iringan gamelan. Tari di keraton juga ia gelar lagi.
Adu ketangkasan prajurit di alun-alun juga ia adakan. Adu macan juga ia gelar lagi.
“Dalam waktu delapan bulan saja dihabiskan 100 macan,” tulis Dr HJ de Graaf.
Tapi Amangkurat II terbuai oleh semua itu, sehingga mengabaikan utang kepada Kompeni. Ia belum membayar biaya perang yang ditanggung Kompeni selama memburu Trunojoyo.
Janganlah biaya perang, pembelian mahkota Majapahit dari Kapten Tack pun, ia, tak bayar juga. Kapten Tack memberi harga yang cukup mahal, 1.000 ringgit. Betapa tidak mahal. Harga kuda Persia yang sangat disukai raja-raja Mataram saat itu harganya 350 ringgit.
Ketika Kompeni ingin menyelesaikan masalah utang itu, tak disangka yang ditugasi untuk menyelesaikannya adalah Kapten Tack. Amangkurat II panik dong.
Oohya! Baca juga ya:
Diponegoro Pergoki Residen Selingkuh, Selir Diponegoro Selingkuh dengan Asisten Residen
Apalagi saat itu, Amangkurat II sudah sangat bertindak jauh mengabaikan Kompeni. Ia juga menampung Untung Suropati, buron Kompeni, di keraton Kartosuro.
Selain untuk menagih utang, Kapten Tack juga mendapa tugas menangkap Suropati. Kompeni meminta Amangkurat II tidak perlu lagi melindungi Suropati.
Eh, begitu Kapten Tack tiba di Kartosuro, perwira Belanda itu malah dibunuh sebelum sempat bertemu dengan Amangkurat II.
Ma Roejan
Sumber rujukan:
- Babad Tanah Jawi Buku III, penerjemah Amir Rokhyatmo dkk, penyunting Sapardi Djoko Damono dan Sonya Sondakh (2004)
- Terbunuhnya Kapten Tack, karya Dr HJ de Graaf (1989)
Untuk Yang Mulia Para Pencuri Naskah/Plagiator
Selama empat hari, Raffles menjarah Keraton Yogyakarta. Dari berbagai jenis barang yang dijarah itu terdapat naskah-naskah Jawa yang kemudian ia pakai sebagai bahan untuk buku The History of Java. Kendati naskah-naskah itu hasil jarahan, ia tetap menyebutkannya ketika ada bagian-bagian yang ia ambil untuk bukunya, seperti dalam kalimat: “Syair berikut adalah dari Niti Sastra Kawi”, “Cerita ini kemudian diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris oleh Crawfurd”.
Redaksi
[email protected]