Sultan Agung Kirim 18 Calhaj, 15 Dibunuh Kompeni Biadab
Peristiwa 11 Juli 1642 itu benar-benar membuat Sultan Agung marah besar. Ia lalu membalasnya dengan melempar tawanan ke kolam buaya.
Belum sebanding memang, 15:1. Sebanyak 15 orang Jawa tak bersalah dibunuh Kompeni, hanya satu tawanan yang dibunuh Sultan Agung sebagai balasan.
Kompeni memang biadap. Sultan Agung mengirim 18 jamaah calon haji (calhaj) ke Tanah Suci, Kompeni menyergapnya: tiga ditawan, 15 dibunuh. Sungguh biadab.
Oohya! Baca juga ya:
Apa salah 18 calhaj yang berangkat ke Tanah suci atas bisya Sultan Agung itu? Tak ada.
Tapi, orang Belanda yang jadi tawanan itu dilrmpar ke kolam buaya karena memberi cincin sebagai hadiah kepada Sultan Agung, dan Sultan Agung jatuh sakit.
Konpeni menyergap 18 calhaj itu hanya karena mereka diberangkatkan menggunakan kapal Inggris, Reformation. Padahal sebelumnya, Kompeni sudah tiga kali menawarkan diri akan mengirim calhaj Mataram ke Tanah Suci.
Tapi Sultan Agung mengabaikannya. Kompeni menggunakan penawaran itu sebagai imbalan jika Sultan Agung bersedia membebaskan tawanan.
Oohya! Baca juga ya:
Selo Grobogan Istimewa, tak Bisa Diambil Belanda Setelah Diponegoro Ditangkap, Kok Bisa?
Sultan Agung memilih menggunakan kapal Inggris untuk memberangkatkan 18 calhaj itu. Utusan Inggris telah menawarinya untuk mengirimkan calhaj ke Surat, India, lalu lanjut ke Tanah Suci.
Tentu saja Inggris mengatakan bukan Inggris yang menawarkan diri. Inggris menyebut, Sultan Agung yang meminta bantuan.
Tawanan di Mataram, Antonie Paulo, mendengan rencana ini. Ia lalu berkirim informasi ke Batavia.
Maka, ketika kapal Inggris tiba di sebelah barat Pulau Onrust pada 11 Juli 1642, Kompeni menyergapnya. Satu orang Inggris dibunuh dan empat lainnya luka-luka.
Saat Kompeni menangkap 18 calhaj yang diberangkatkan oleh Sultan Agung di atas kapal, 15 calhaj melawan. Akhirnya, 15 calhaj itu dibunuh Kompeni di kapal. Sungguh biadab.
Tiga calhaj lagi dibawa turun. Mereka menjadi tawanan di Batavia, tapi diberi tunjangan.
Oohya! Baca juga ya:
Tiru Anak Sultan Agung, Pejabat Kompeni Boleh Pamer Harta untuk Mendukung Penampilan
Calhaj disergap, sehingga gagal berangkat naik haji. Ini membuat Sultan Agung marah besar, apalagi 15 di antaranya dibunuh.
Mereka bukan calhaj biasa. Mereka sekaligus sebagai wakil Sultan Agung untuk menyedekahkan sekitar 6.000 riyal logam ke makam Nabi di Madinah.
Mereka juga mendapat tugas mengusahakan gelar sultan dari Makkah untuk Sultan Agung. Saat itu Sultan Agung masih memakai gelar Susuhunan: Susuhunan Anyokrowati.
Sultan Agung lalu membalas perlakuan Kompeni itu dengan menghukum mati tawanan..Kebetulan yang mendapat hukuman adalah Antonie Paulo.
Antonie Paulo telah diangkat oleh Kompeni sejak 1639 sebagai pimpinan orang-orang Belanda yang ditawan di Matatam. Hukuman mati diberikan sepertinya karena alasan ini.
Oohya! Baca juga ya:
Sultan Agung membunuh pimpinan tawanan agar Konpeni juga merasakan sakit. Seperti halnya rasa sakit akibat 15 calhaj dibunuh Kompeni.
Kebetulan, Antonie Paulo juga yang membocorkan rencana pengiriman calhaj Mataram menggunakan kapal Inggris. Kebetulan pula ia pernah menghadiahkan cincin kepada Sultan Agung.
Sultan Agung jatuh sakit setelah menerima hadiah cincin itu. Antonie Paulo pun dituduh telah mengirim guna-guna kepada Sultan Agung.
Juga kebetulan, Antonie Paulo telah menolak disunat. Para tawanan yang bersedia disunat akan dibebaskan oleh Sultan Agung, yang menolak akan dibunuh.
Dari 83 tawanan sejak 1832, pada 1641 tinggal 40 orang, termasuk Antonie Paulo, kepala perdagangan Kompeni. Tercatat ada delapan yang sudah disunat.
Antonie Paulo harus menjadi korban akibat tindakan biadab Kompeni membunuh 15 calhaj di atas kapal Inggris. Hubungan Kompeni drngan Sultan Agung pun makin memburuk.
Ma Roejan
Sumber rujukan:
Puncak Kekuasaan Mataram, karya Dr HJ de Graaf (2002, edisi revisi)
Untuk Yang Mulia Para Pencuri Naskah/Plagiator
Selama empat hari, Raffles menjarah Keraton Yogyakarta. Dari berbagai jenis barang yang dijarah itu terdapat naskah-naskah Jawa yang kemudian ia pakai sebagai bahan untuk buku The History of Java. Kendati naskah-naskah itu hasil jarahan, ia tetap menyebutkannya ketika ada bagian-bagian yang ia ambil untuk bukunya, seperti dalam kalimat: “Syair berikut adalah dari Niti Sastra Kawi”, “Cerita ini kemudian diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris oleh Crawfurd”.
Redaksi
[email protected]