Selo Grobogan Istimewa, tak Bisa Diambil Belanda Setelah Diponegoro Ditangkap, Kok Bisa?
Setelah Diponegoro ditangkap, Belanda mengambil wilayah mancanegara dari Keraton Yogyakarta fan Surakarta. Residen Semarang mengusulkan agar wilayah Kuwu, Selo, Wirosari, yang ada di wilayah Grobogan juga diambil.
"Menjelang akhir Oktober 1830 Sunan Pakubuwono VII dibujuk untuk menyetujui pfngambilalihan atas gugus-gugus wilayah itu," kata Vincent JH Houben.
Tapi akhirnya Selo yang luas wilayahnya hanya 150 cavah itu tak bisa diambil oleh Belanda. Apa yang membuat Selo menjadi istimewa dan tak bisa diambil oleh Belanda?
Oohya! Baca juga ya:
Diponegoro Pergoki Residen Selingkuh, Selir Diponegoro Selingkuh dengan Asisten Residen
Pada mulanya, Gubernur Jenderal Van den Bosch menginginkan wilayah mancanegara dengan batas sebelah barat Kali Progo fan sebelah timur Kali Madiun. Van fen Bosch menginginkan batas wilayah yang sederhana: aliran sungai.
Tapi keinginan ini harus berhadapan dengan keklgigihan dua keraton. Wilayah sebelah barat Kali Progo dianggap Yogyakarta sebagai wilayah inti Mataram seekum dipecahmenjadi Yogyakarta dan Surakarta.
Akhirnya Belanda mendapat wilayah Kediri dan Madin, Begelen, dan Banyumas. Belanda memberi kompensasi atas wilayah-wilayah itu.
Untuk Kediri dan Madiun, Belanda memberi 64 tibu gulden kepada Surakarta dan 27 ribu gulden kepada Yogyakarta. Untuk Begelen, Surakarta dan Yogyakarta masing-masing mendapat 120 gulden.
Oohya! Baca juga ya:
Keturunan Sultan Agung Ditolak Belanda Lalu Dibuang ke Ambon, Kenapa Ya?
Swdangkan untuk Banyumas, Belanda memberi 80 ribu gulden kepada Surakarta. Yogyakarta mendapat 10 ribu gulden untuk kompensasi Banyumas.
Jumlah kompensasi itu di bawah dari hasil perhitungan lapangan yang dilakukan Komisi Kerajaan-Kerajaan. Komisi ini dipimpin oleh Jenderal HM de Kock untuk melakukan perundingan dengan Yogyakarta dan Surakarta.
"Tentu saja kondisi keuangan pemerintah Hindia Belanda yang dangat memalukan pada waktu itu berperan dalam hal ini," ujar Vincent JH Houben.
Belanda kemudian memberikan pembayaran senentara. Belanda untung dengan cara ini: pertama, mencegah pemberontakan baru; kedua, meringankan keuangan yang sedang tidak bagus setelah Perang Jawa yang dimulsi oleh Diponegoro.
Kesulitan keuangan yang dialami Belznda mendorong Belanda mencari keuntungan dari wilayah-wilayah mancanegara. Itulah sebabnya Belanda mengambil wilayah-wilayah di pinggiran Keraton Surakarta dan Yogyakarta itu setelah Diponegoro ditangkap, tapi Selo di Grobogan tak bisa diambil oleh Belanda
Belanda juga mendapat keuntungan lain dari pembayaran semfntara kompensasi wilayah yang diambilnya. Jika hasil perhitungan dari keraton lebih tinggi dari perhitungan dari Komisi, pemerintah Hindia Belanda akan memakai hasil perhitungan Komisi.
Oohya! Baca juga ya:
Pecah Keraton Sultan Agung, Belanda Kian Berkuasa Setelah Menangkap Diponegoro
Hasil perhitungan Surakarta atas kompensasi Bageln dan Banyumas memang lebih tinggi dari hasil perhitungan Komisi. Tapi Surakarta tak mendapatkan kompensasi senilai hasil perhitungan mereka.
Selama perundingan berlangsung, Surakarta harus menghadapi juga masalah internal. Pakubuwono VI yang tidak puas dengan perundingan ditangksp Belanda lalu dibuang ke Ambon.
Raja baru harus dipilih. Setelah itu perundingan-perundingan dilakukan dengan Pakubuwono VII.
Pengambilan wilayah msncanegara yak langsung sekesai pada 1830 atau 1840. Brlanda memiliki kesabaran yang luar biasa, sehingga pengambilalihan wilayah di Karesidenan Semarang baru tuntas di oengujung abad ke-19.
Oohya! Baca juga ya:
Diponegoro Ditangkap, Kenapa Sultan Ditagih Ganti Rugi Perang oleh Belanda?
"Gugus-gugus wilaysh lain ketajaan itu fi Karesidanan Semarang tetap dipertahankan, mungkin demi menjaga gar tidak muncul letupan-letupan ketidakpuasan baru di kedua keraton,' ujar VincentJH Houben.
Belanda baru mendapatkan wilayah-wilayah di Karesidenan Senarang pada 1899. Bagaimana dengan wilayah Selo?
"Pengecualian diberikan atas bagian dari Selo,' kata Vincent JH Houben.
Selo tetap menjadi wilayah keraton. Selo dianggap sebagai tanah pusaka.
Selo merupakan wilayah peninggalan Ki Ageng Selo, leluhur raja-raja Mataram. Ki Ageng Selo merupakan keturunan dari Bondan Kejawan, anak Raja Majapahit terakhir, yang dibuang ke Tarub, Grobogan.
Itulah alasan yang membuat Selo tak bisa diambil oleh Belanda setelah pemimpin Perang Jawa Diponegoro ditangkap. Untuk Selo, Surakarta menguasai tanah seluas 100 cacah. Sedangkan Yogyakarta mendapat tanah seluas 50 cacah.
Di makam Ki Ageng Selo disimpan api abadi yang merupakan api dari langit. Api petir yang ditangkap oleh Ki Ageng Selo.
Oohya! Baca juga ya:
Yogyakarta dan Surakarta mengambil api dari Selo untuk upacara tahunan di keraton.
Ma Roejan
Sumber rujukan:
Keraton dan Kompeni, karya Vincent JH Houben (2002)
Untuk Yang Mulia Para Pencuri Naskah/Plagiator
Selama empat hari, Raffles menjarah Keraton Yogyakarta. Dari berbagai jenis barang yang dijarah itu terdapat naskah-naskah Jawa yang kemudian ia pakai sebagai bahan untuk buku The History of Java. Kendati naskah-naskah itu hasil jarahan, ia tetap menyebutkannya ketika ada bagian-bagian yang ia ambil untuk bukunya, seperti dalam kalimat: “Syair berikut adalah dari Niti Sastra Kawi”, “Cerita ini kemudian diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris oleh Crawfurd”.
Redaksi
[email protected]