Tokoh Grobogan Ini Berbohong kepada Adipati Pajang Joko Tingkir demi Hadiah Sayembara
Danang Sutowijoyo, kelak menjadi kakek Sultan Agung, berhasil membunuh Adipati Jipang Aryo Penangsang. Tapi, Ki Ageng Pemanahan melapor kepada Adipati Pajang Joko Tingkir bahwa dia bersama Ki Ageng Panjawilah yang telah membunuhnya.
Dua tokoh Grobogan dari Desa Selo itu mengikuti sayembara yang diadakan oleh Adipati Pajang Joko Tingkir. Yang bisa membunuh Aryo Penangsang akan diberi hadiah tanah.
Ki Juru Mertani menyarankan kepada saudara sepupunya, Ki Ageng Pemanahan, agar menjalankan taktik berbohong ini. Maka, "Pemanahan dan Panjawilah yang membunuh Penangsang --itulah yang disiarkan kepada umum," ujar Dr HJ de Graaf.
Oohya! Baca juga ya:
Pernah tak Puasa, Sultan Agung Rayakan Lebaran dengan Garebek Syawal (Grebeg Syawal)
Jika dilaporkan yang membunuh Aryo Penangsang adalah Sutowijoyo, dikhawatirkan hanya diberi hadiah hiburan berupa pakaian yang bagus. Kekhawatiran itu beralasan, sebab anak Ki Ageng Pemanahan itu masih kanak-kanak.
Hadiah sayembara itu adalah tanah di Pati dan Mataram. Ki Ageng Pemanahan mengalah untuk tidak memilih Pati
Ia meminta tanah di Pati diberikan kepada saudara sepupunya, Ki Ageng Panjawi. Ia memilih tanah di Mataram.
"Biarlah kakak Panjawi memperoleh Pati yang sudah menjadi kota dengan banyak penduduk, dan saya memilih Mataram yang masih merupakan hutan belantara," ujar Ki Ageng Pemanahan.
Oohya! Baca juga ya:
3 Sahabat Nabi tak Ikut Perang Tabuk, Kenapa Dikucilkan 50 Hari?
Ki Ageng Panjawi pun segera pergi ke Pati untuk mengurus hadiah yang baru diterima itu. Ki Ageng Pemanahan ditugasi ke Jepara untuk melapor kepada Ratu Kalinyamat bahwa Aryo Penangsang telah mati.
Joko Tingkir mengadakan sayembara itu karena Ratu Kakinyamat meminta bantuannya untuk menyingkirkan Adipati Jipang Aryo Penangsang. Ratu Kalinyamat kehilangan dua orang yang dicintainya, karena dibunuh oleh Aryo Penangsang.
Pertama kakaknya yang menjadi sultan Demak, Prawoto. Kedua, suaminya.
Joko Tingkir, adik iparnya, sebenarnya juga menjadi sasaran pembunuhan dari Aryo Penangsang. Joko Tingkir selamat, karena orang yang disuruh gagal membunuh Joko Tingkir.
Ratu Kalinyamat pun menghentikan tapa telanjang. Ia lalu memberi hadiah wilayah Prawoto dan Kalinyamat serta berbagai perhiasan.
Tapi Ki Ageng Pemanahan menolak hadiah itu. Ia tetap memilih hutan di Mataram.
Oohya! Baca juga ya:
Beringin dan Istana Emas di IKN, Ini Kata Serat Kaca Wirangi
Dari Ratu Kalinyamat ia hanya mengambil dua cincin Ratu Kalinyamat. Pertama cincin dengan permata delima, kedua cincin bermata berlian.
Selesai tugas di Kalinyamat, Ki Ageng Pemanahan pulang ke Selo, Grobogan. Ia bawa 150 orang Selo ke hutan di Mataram.
Tapi Ki Ageng Pemanahan tak bisa segera membuka hutan di Mataram. Joko Tingkir menuda penyerahan tanah hadiah itu.
Ki Ageng Pemanahan tentu kecewa. Yerbayang jika ia melaporjan tang membunuh Aryo Penangsang adalah Dutoeijoyo, pasti hadiahnyavadalah hadiah hiburan.
Untuk mengobati rasa kecewa itu, Ki Ageng Pemanahan pergi bertapa ke Kembang Lampir. Sunan Kalijaga menemuinya karena heran Ki Ageng Pemanahan menyepi.
Oohya! Baca juga ya:
27 Maret Soeharto Jadi Presiden, Ini Nasib Istana Kepresidenan
Setelah tahu duduk perkara, ia bawa jiwa Ki Ageng Pemanahan ke hadapan Adipati Pajang Joko Tingkir. Ia meninta Joko Tingkir memenuhi janjinya menyerahkan hadiah kepada Ki Ageng Pemanahan.
Joko Tingkir melontarkan banyak dalih. Salah satunya, ia sedang mencari tanah yang lebih cocok untuk Ki Ageng Pemanahan.
Hutan di Mataram ia sebut kurang cocok untuk hadiah. Apalagi hadiah untuk orang yang telah membantunya membunuh Adipati Jipang.
Tentu saja, Joko Tingkir mennyembunyikan alasan aslinya. Joko Tingkir sebenarnya sedang terusik oleh ramalan Sunan Giri bahwa dari Mataram kelak akan muncul raja yang akan menguasai Tanah Jawa.
Ramalan Sunan Giri terbukti. Pada 1613, cucu Danang Sutowijoyo menjadi raja agung Mataram. Ia dukenal sebagai Sultan Agung, berhasil menguasai Tanah Jawa.
Ma Roejan
Sumber rujukan:
Awal Kebangkitan Mataram, karya Dr HJ de Graaf
Untuk Yang Mulia Para Pencuri Naskah/Plagiator
Selama empat hari, Raffles menjarah Keraton Yogyakarta. Dari berbagai jenis barang yang dijarah itu terdapat naskah-naskah Jawa yang kemudian ia pakai sebagai bahan untuk buku The History of Java. Kendati naskah-naskah itu hasil jarahan, ia tetap menyebutkannya ketika ada bagian-bagian yang ia ambil untuk bukunya, seperti dalam kalimat: “Syair berikut adalah dari Niti Sastra Kawi”, “Cerita ini kemudian diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris oleh Crawfurd”.
Redaksi
oohya.republika@gmail.com