Tak Ada Pahlawan Lokal Jadi Monumen di Grobogan, Kenapa?

Susuhunan Amangkurat IV mengangkat Ngabehi Wongsodipo menjadi bupati Grobogan. Itu terjadi pada 4 Maret 1726 yang kemudian dicatat sebagai tanggal kelahiran Kabupaten Grobogan. Wongsodipo kemudian berganti nama menjadi Raden Tumenggung (RT) Martopuro.
Ia semula hanyalah pekatik Amangkurat IV, tetapi berjasa menyelamatkan nyawa Amangkurat IV dalam sebuah peperangan. Wilayah Kabupaten Grobogan saat itu mencakup Selo, Teras, Karas, Wirosari, Santenan, dan Grobogan.
RT Martopuro dikenal sebagai bupati yang merangkul orang-orang Cina dan berhasil merebut markas Kompeni di Semarang, tapi hingga kini sebagai pahlawan lokal namanya belum diabadikan jadi monuman di Grobogan. Gedung olahraga di Simpang Lima Purwodadi, misalnya, malah dijadikan monumen untuk mengabadikan nama Bung Karno.
Pada mulanya, keinginan Martopuro merangkul orang-orang Cina di tentang di lingkungan keraton. Bahkan oleh Pakubuwono II yang saat itu masih remaja.
Martopuro membangkang, bahkan menaikkan jabatannya sendiri menjadi adipati, dan berganti nama menjadi Adipati Puger. Pada saat memakai nama Adipati Puger, wilayah Grobogan mencakup Demak, santenan, Cengkal Sewu, Wirosari, Selo, Teras Karas, Blora, dan Jipang.
Pada akhirnya, Pakubuwono II menyetujui keinginan Martopuro. Bahkan menyetujui pula rencana Martopuro menyerbut markas Komoeni di Semarang bersama orang-orang Cina. Rencana penyerbuan itu disusun oleh Patih Notokusumo bersama Martopuro.
Dengan sstrateginya, Martopuro bisa menipu Kompeni. Ia mendapatkan bantuan persenjataan dari Kompeni, dengan dalih senjata itu akan digunakan untuk mengusir orang Cina.
Namun, yang terjadi, senjata itu digunakan untuk menyerbu markas Kompeni di Semarang. Martopuro berpura-pura memburu orang-orang Cina, padahal itu adalah strategi untuk mencegah Kompeni yang turun tangan menyerbu orang-orang Cina.
Di tengah perburuan, Martopuro bahkan menyediakan perbekalan kepada orang-orang Cina, untuk melanjutkan perjalanan ke Demak, menunggu hingga waktunya tiba untuk bergabung dengan Maartopuro menyerbu Semarang.
Cukup layaklah nama Martopuro diabadikan dalam bentuk monumen di Grobogan, menggantikan dominasi nama-nama pahlawan nasional yang bukan dari Grobogan tapi bertebaran namanya di Purwodadi. Sudah seharusnya, pemerintah Grobogan menghargai jasa pahlawan-pahlawan lokal Grobogan.
Ada dua patung Diponegoro di ibu kota Kabupaten Grobogan. Namun, tak ada patung Nyi Ageng Serang.
Pada saat Perang Diponegoro meletus, yang memimpin perang di wilayah Grobogan bukan Diponegoro, melainkan Nyi Ageng Serang bersama Pangeran Serang, sehingga sudah sepantasnya namanya diabadikan di monuman di Grobogan.
