Lincak

Sultan Agung Tumpas Pemberontakan, Pajang Tertipu Janji Adipati Manduro

Foto adegan film Sultan Agung. Pada 1618, Sultan Agung menumpas pemberontakan Pajang. Pajang tertipu oleh janji Adipati Manduro yang akan mendukung Pajang, ternyata jadi pimpinan pasukan Mataram.

Adipati Manduro mengirim utusan ke Pajang untuk menyampaikan surat. Setelah berbasa-basi, isi suratnya menawarkan janji dukungan jika Adipati Pajang berniat melakukan pemberontakan terhadap Mataram.

Adipati Pajang menyampaikan rasa terima kasihnya dan menyatakan sedang menunggu waktu untuk memberontak terhadap Sultan Agung. Di waktu yang hampir bersamaan itu, Sultan Agung mendengar kabar bahwa Pajang memiliki kuda yang sangat bagus.

Sultan Agung mengirim utusan untuk meminta kuda yang bernama Domba itu. Adipati Pajang menyatakan, kuda yang dimaksud Sultan Agung bukan miliknya, melainkan milik Tambakboyo, sehingga ia perlu memintanya kepada Tambakboyo, anak buah Adipati Pajang.

Scroll untuk membaca

Scroll untuk membaca

Oohya! Baca juga ya:

Untuk Apa Kakek Sultan Agung Minta Perhiasan Kerajaan Pajang?

Tambakboyo berang. “Kalau Si Domba diminta Sang Raja, lebih baik istri saya yang diminta oleh Gusti,” kataTamakboyo.

Tambakboyo pun segera menaiki kudanya, berputar-putar sambil mengayun-ayunkan tombak. Utusan Sultan Agung menjadi panas hatinya melihat tingkah Tambakboyo.

Pulang ke Mataram, utusan segera melaporkan sikap Tambakboyo kepada Sultan Agung. “Ia bertinkah, membuat hati panas. Orang Pajang benar-benar akan berontak,” kata sang utusan.

Ia juga melaporkan sesumbar orang Pajang yang tak gentar menghadapi pasukan Mataram. Sultan Agung pun murka karenanya.

Mungkinkah orang Pajang semakin berani karena telah mendapatkan pernyataan dukungan dari Adipati Manduro? Apa isi surat Adipati Manduro?

Oohya! Baca juga ya:

Tiga Tokoh Grobogan Keturunan Raja Majapahit Ini Bantu Joko Tingkir di Keraton Pajang

“Bersama ini, Adinda, saya ingin membicarakan maksud Adinda untuk berbalik melawan Mataram. Waktunya sudah tepat. Kalau nanti perang melawan Raja, saya akan berada di belakang. Percayalah, serahkan pada saya kalau terjadi perang,” kata Manduro di dalam suratnya.

Ketika Mataram menyerbu Pasuruan, Adipati Manduro pernah hendak menerjang pagar yang dibangun Ki Joyosuponto. Joyosuponto ditugasi untuk memata-matai orang-orang Mataram yang dikirim ke Pasuruan, untuk melihat yang patuh dan yang mbalelo kepada Sultan Agung.

Perilaku Adipati Manduro saat itu juga dilaporkan kepada Sultan Agung. Tapi Sultan Agung merasa masygul, mungkinkah Adipati Manduro yang sudah tua itu akan memberontak?

Kemarahan atas tindakan Tambakboyo dan sesumbar orang-orang Pajang membuat Sultan Agung mengeluarkan perintah. “Boyonglah orang Pajang sampai habis,” kata Sultan Agung.

Jika ada yang melawan, perintahnya jelas: bunuh. Maka, prajurit Mataram pun berangkat ke Pajang.

Pajang pun bersiaga. Ada 40 prajurit digdaya yang disiapkan.

Oohya! Baca juga ya:

Menurut Bilal, Ini Alasan Nabi Muhammad tidak Menumpuk Harta

Mereka berkumis dan berjenggot, tampak menakutkan. Jika ditusuk, mereka tersenyum, jika ditombak mereka mengerling, jika ditembak, mereka tertawa.

Penampilan sangar, tapi nama mereka lucu-lucu. Pemimpin pasukannya bernama: Gelap Gampar, Jurang Grawah, Langit Bedah, Macan Gruguh, Sapi Gumarang, Kala Ndaru, Kala Marcu.

Masih ada lagi. Yaitu Mercu Kunda, Duda Selawase, Edan Sabendina, Keneng Laknat, Jaya Jegrang, Ronggo Lalumati, Demang Sodoedan, Joko Prabangsa, Walang Alas, Pasar Arungan, Gagak Rimang, Ronggo Janur, Suduk Kocar-kacir, Ora Kawarasan, Keneng Tulah Selawase, Dudo Yete-mete, Joko Kawak, Ginepok Jengat Ngayun.

Pasukan Mataram dipimpin oleh Adipati Manduro. Panembahan Puruboyo, Panembahan Juminah, Adipati Sumedang, dan Demang Tanpanangkil mendampingi Adipayi Manduro.

“Siapa lamban geraknya, bunuhlah saja,” kata Sultan AGung kepada Adipati Manduro.

Oohya! Baca juga ya:

Mengapa Diponegoro tak Jadi Membunuh Jenderal Belanda Sebelum Ia Ditangkap oleh Jenderal Itu?

Ketika pasukan Mataram dan pajang berperang, anak buah Tambakboyo berhasil melukai Adipati Sumedang. Panembahan Juminah oun turun tangan, sehingga membuat banyak orang Pajang yang mati.

Melihat hal itu, Adipati Pajang pun ikut turun tangan membantu Tambakboyo yang kerepotan dikepung prajurit Mataram. Tambakboyo berupaya melepaskan diri sambil mengumpat Adipai Manduro.

Tambakboyo menilai Adipati Manduro telah ingkar janji. Dalam suratnya mengaku akan mendukung Pajang jika Pajang memberontak terhadap Mataram, eh ternyata hanya janji palsu.

Adipati Pajang dan Tambaboyo pada 1618 itu tercatat melarikan diri ke Surabaya. Pajang telah gagal memberontak terhadap Sultan Agung.

Ma Roejan

Sumber rujukan:
- Babad Tanah Jawi Buku I, penerjemah Amir Rokhyatmo dkk, penyunting Sapardi Djoko Damono dan Sonya Sodakh (2004)
- Kerajaan-Kerajaan Islam di Jawa, karya Dr HJ de Graaf dan Dr Th G Th Pigeaud (1985)

Untuk Yang Mulia Para Pencuri Naskah/Plagiator

Selama empat hari, Raffles menjarah Keraton Yogyakarta. Dari berbagai jenis barang yang dijarah itu terdapat naskah-naskah Jawa yang kemudian ia pakai sebagai bahan untuk buku The History of Java. Kendati naskah-naskah itu hasil jarahan, ia tetap menyebutkannya ketika ada bagian-bagian yang ia ambil untuk bukunya, seperti dalam kalimat: “Syair berikut adalah dari Niti Sastra Kawi”, “Cerita ini kemudian diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris oleh Crawfurd”.

Redaksi
[email protected]