Lincak

Mengapa Pajang Memberontak kepada Sultan Agung Raja Mataram?

Foto adegan film Sultan Agung. Kakek Sultan Agung, Panembahan Senopati menjadi raja karena putra mahkota Pajang menyerahkan kekuasaan kepadanya. Mengapa Pajang memberontak kepada Sultan Agung?

Setelah membangun Mataram, Ki Ageng Pemanahan hanya memakai nama Ki Ageng Mataram. Tidak ada embel-embel Senopati Ingalaga.

Baru anaknyalah, Danang Sutowijoyo, yang memakai embel-embel Senopati Ingalaga Sayidin Panatagama, yang kemudian dipakai sebagai gelar raja-raja berikutnya, termasuk Sultan Agung. Sultan Agung menjadi raja ternama dari Mataram.

Setelah menggantikan ayahnya menjadi penguasa di Mataram, Danang Sutowijoyo kemudian mendapatkan serah terima kekuasaan dari Pangeran Benowo, putra mahkota Pajang. Tetapi mengapa di kemudian hari, Pajang memberontak kepada Mataram?

Scroll untuk membaca

Scroll untuk membaca

Oohya! Baca juga ya:

Tiga Tokoh Grobogan Keturunan Raja Majapahit Ini Bantu Joko Tingkir di Keraton Pajang

Pangeran Benowo adalah anak Sultan Hadiwijoyo, yang berarti juga adik angkat Sutowijoyo. Sebelum Joko Tingkir memiliki anak, ia terlebih dulu menjadikan Sutowijoyo sebagai anak angkatnya. Joko Tingkir kemudian menjadi Sultan Pajang bernama Sultan Hadiwijoyo.

Benowo memilih berdakwah, seperti yang disarankan oleh gurunya, Sunan Kalijaga. Tapi Panembahan Senopati tidak menempati keraton di Pajang, melainkan tetap di Mataram, dan mengembangkan Mataram.

Lewat Panembahan Senopati, keinginan Ki Ageng Selo --yang memiliki garis keturunan Raja Majapahit Brawijaya V lewat Bondan Kejawan—untuk melanjutkan kekuasaan atas Tanah Jawa terwujud. Cucu Panembahan Senopati, Sultan Agung, mampu memperluas kekuasaan Mataram tidka hanya atas Jawa, melainkan juga Kalimantan dan Sumatra.

Ayah Senopati, Ki Ageng Mataram, yang semula bernama Ki Ageng Pemanahan adalah cucu dari Ki Ageng Selo. Ki Ageng Selo yang pernah menjadi gurunya Joko Tingkir adalah cucu dari Bondan Kejawan, yang merupakan anak Raja Majapahit Brawijaya V yang dibuang ke Grobogan.

Sebelum Benowo menyerahkan kekuasaan kepada Senopati, sepeninggal Sultan Hadiwijoyo, Pajang sempat dikuasai oleh Adipati Demak. Adipai demak itu, Aryo Pangiri, dijadikan sultan Pajang oleh Sunan Kudus.

Oohya! Baca juga ya:

Menurut Bilal, Ini Alasan Nabi Muhammad tidak Menumpuk Harta

Sunan Kudus rupanya ingin mengembalikan kekuasaan Demak. Tetapi Aryo Pangiri sebenarnya hanyalah keponakan Sultan Prawoto, sultan Demak terakhir yang dibunuh oleh Aryo Penangsang.

Aryo Pengiri menempati keraton Pajang. Ia membawa pejabat-pejabat dari Demak, termasuk prajurit-prajurit sewaan.

Pangeran Benowo menjadi terasa asing tinggal di keraton, sehingga ia menyusun siasat dengan Sutowijoyo untuk mengusir raja baru Pajang itu. Pada 1588, Aryo Pangiri terusir dari keraton Pajang.

Aryo Pangiri tidak dihukum mati, melainkan hanya diikat lalu dipulangkan ke Demak. Tapi Benowo tidak bersedia menjadi raja, sehingga ia menyerahkan kekuasaan kepada Sutowijoyo.

Sutowijoyo tidak ingin memerintah dari Pajang. Ia memerintah dari Mataram dengan nama Panembahan Senopati Ingalala Sayidin Panatagama.

Pajanh hanya ia jadikan sebagai kadipaten. Gagak bening dari Mataram ia tunjuk sebagai adipati Pajang.

Oohya! Baca juga ya:

Mengapa Diponegoro tak Jadi Membunuh Jenderal Belanda Sebelum Ia Ditangkap oleh Jenderal Itu?

Setelah merombak Pajang, Gagak Bening meninggal pada 1591. Anak dari Pangeran Benowo yang masih muda ditunjuk oleh Panembahan Senopati sebagai adipati Pajang yang baru.

Tak disangka-sangka, pada 1617-1618, Pajang memberontak kepada Mataram. Saat itu Mataram sudah dipimpin oleh Sultan Agung.

Panembahan Senopati telah meninggal pada 1601. Penggantinya, Prabu Anyokorowati, meninggal pada 1613.

Anak Anyokrowati, Pangeran Ransang menggantikannya. Pangeran Rangsang kelak dikenal sebagai Sultan Agung.

Gelar Sultan Agung cukup panjang. Yaitu: Sampeyan Dalem Ingkang Sinuhun Kangjeng Sultan Agung Adi Prabu Anyokrokusumo Senopati Ingalaga Abdurrahman Sayidin Panatagama Khalifatullah Tanah Jawi.

Oohya! Baca juga ya:

Apa yang Dilakukan Nabi Muhammad Saat Terjadi Gerhana Matahari, Sehingga Para Sahabat Nabi Mencarinya?

Pangeran-pangeran di Pajang banyak yang tidak puas terhadap Mataram. Mereka membantu Adipati Pajang memberontak kepada Sultan Agung pada 1617-1618.

Ketidakpuasan itu terjadi sejak lama. Sejak Mataram masih dibangun oleh Ki Ageng Mataram dan Panembahan Senopati.

Mataram yang mulai berkembang didukung oleh orang-orang Pajang yang diangkut dari Pajang ke Mataram. Mereka bertani dan berdagang di Mataram, sehingga membuat Pajang semakin surut perekonomiannya.

Sultan Agung berhasil memadamkan pemberontakan itu. Tapi entah karena apa, cucu Sultan Agung yang di kemudian hari menjadi raja Mataram pada 1677, yaitu Amangkurat II, memindahkan keraton di Kotagede ke Kartosuro.

Kartosuro berada di wilayah Pajang. Lokasi keraton Kartosuro tak jauh dari bekas lokasi keraton Pajang seabad sebelumnya. Apakah untuk "menghibur" orang Pajangyang suka memberontak?

Ma Roejan

Sumber rujukan:
- Babad Tanah Jawi, penerjemah Amir Rokhyatmo, penyunting Sapardi Djoko Damono dan Sonya Sondakh (2004)
- Kerajaan-Kerajaan Islam di Jawa, karya Dr HJ de Graaf dan Dr Th G Th Pigeaud (1985)

Untuk Yang Mulia Para Pencuri Naskah/Plagiator

Selama empat hari, Raffles menjarah Keraton Yogyakarta. Dari berbagai jenis barang yang dijarah itu terdapat naskah-naskah Jawa yang kemudian ia pakai sebagai bahan untuk buku The History of Java. Kendati naskah-naskah itu hasil jarahan, ia tetap menyebutkannya ketika ada bagian-bagian yang ia ambil untuk bukunya, seperti dalam kalimat: “Syair berikut adalah dari Niti Sastra Kawi”, “Cerita ini kemudian diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris oleh Crawfurd”.

Redaksi
oohya.republika@gmail.com

Berita Terkait

Image

Mataram Tutup Pelabuhan, Banjarmasin Punya Benteng Terapung, Apa Gunanya?