Lincak

Pesta untuk De Kock Sebelum Diponegoro Ditangkap

Lukisan Raden Saleh tentang penangkapan Diponegoro pada 28 Maret 1830. Sebelum Diponegoro ditangkap oleh De Kock, di Batavia diadakan pesta untuk De Kock pada pertengahan Februari 1830.

Permusuhannya dengan Gubernur Jenderal Du Bus membuat Hendrik Markus de Kock me jauh dari Batavia dan Buitenzorg. Setelah Van den Bosch tiba pada 31 Januari 1830, De Kock menjadi pusat perhatian lagi

Pada 15 Februari 1830, De Kock melakukan peletakan batu pertama untuk pembangunan kuil Freemason di Weltevreden, Batavia. De Kock adalah presiden Tarekat Freemason dan wakil grand master Freemason di Hindia Belanda.

Scroll untuk membaca

Scroll untuk membaca

Pada Februari itu, sebelum Diponegoro ditangkap, De Kock sudah menugasi Kolonel Cleerens untuk mulai berupaya mengajak Diponegoro berunding. Di Batavia pada 17 Februari 1830 Societat de Harmonie kemudian mengadakan pesta untuk De Kock yang dihadiri 400 tamu undangan, termasuk Gubernur Jenderal Van den Bosch.

Oohya! Baca juga ya: De Kock Sukses Tipu Diponegoro, Mengapa Batal Jadi Gubernur Jenderal?

"Meski kelihatan terlalu dini, namun ternyata tepat waktu. Beberapa hari kemudian, ibarat lapisan gula di atas kue, datang berita bahwa 'pemimpin penberontakan Diponegoro dan pengikutnya, pada tanggal 16 bulan ini menyerah kepada Kolonel Cleerens di Komiet'," ujar Martin Bossenbroek.

De Kock sebenarnya bebar-benar tidak mau bertemu dengan Du Bus. Tetapi ketika ia dari Magelang ke Batavia, Van den Bosch membujuknya untuk menemui Du Bus.

Selama ia berselisih dengan Du Bus, De Kock memang memilih tinggal di Magelang. Tujuannya agar tidak sering bertemu dengan Du Bus.

Ketika De Kock ditunjuk sebagai gubernur jenderal sementara, ia tetap berada di Magelang. Du Bus yang sudah habis masa jabatannya tetap tinggal di Buitenzorg hingga Van den Bosch tiba pada 31 Januari 1830.

De Kock melakukan kunjungan kepada Van den Bosch pada 2 Februari 1830. Saat itulah De Kock menemui Du Bus.

Oohya! Baca juga ya:

Bicara Simbol, Beda Jokowi dengan Sunan Kudus dalam Membangun Kota

Enpat hari kemudian De Kock juga ikut mengantar kepergian Du Bus pulang ke Belanda. Du Bus melambaikan tangan, De Kock berharap tidak akan pernah berjumpa dengannya lagi.

Du Bus menjadi gubernur jenderal tanpa pernah berkarier di militer. Tapi De Kock kesal karena Du Bus selalu memoyoknya hingga akhir masa jabatannya.

De Kock sudah lama mengenal Van den Bosch. Kampung mereka sama, di sekitar Sungai Maas dan Waal. Di militer De Kock lebih senior.

Maka, meski lima bekas tahun berpisah, De Kock tanpa ragu-ragu menjelaskan hal-hal yang sudah ia lakukan untuk menjaga keamanan di Jawa. Kepada Van den Bosch ia menyatakan tidak bertindak kasar untuk menghentikan perang.

Yang ia lakukan adalah  cara halus: mengontrol perang saudara. "Bukan untuk menaklukkan orang Jawa, melainkan untuk menenangkan hati mereka," kata Martin Bossenbroek.

Ia merangkul pengikut-pengikut Diponegoro yang berniat bak. Tapi ia akan memburu yang berniat jahat.

Oohya! Baca juga ya:

Putri Cempa Jadi Istri Raja Majapahit dan Ibu Raden Patah, di Manakah Lokasi Cempa Negeri Asal Penyebar Islam di Jawa Itu?

Berniat baik berarti mau bekerja sama dengan Belanda. Berniat jahat berarti tetap memusuhi Belanda.

Van den Bosch menyimak laporan De Kock, tetapi tidak sepenuhnya menyetujuinya. Ia punya keputusan sendiri: Tidak perlu lagi berunding dengan Diponegoro.

Pilihan untuk Diponegoro hanya dua: mati atau masuk penjara. Van den Bosch menyimpan rasa ragu keputusannya ini akan dijalankan oleh De Kock yang akrab dan para pangeran Yogyakarta dan Surakarta.

Tetapi rupanya dugaannya salah. De Kock memenuhi permintaannya.

De Kock pun kemudian menangkap Diponegoro dengan tipu daya. Pada 16 Februari 1830 Diponegoro menyatakan bersedia berunding, tanggal 8 Maret pergi ke Magelang, tanggal 28 Maret ditangkap.

Kemenanggan De Kock ini telah dirayakan di Batavia pada pertrngahan Februari 1830.

Ma Roejan

Sumber rujukan:
Pembalasan Dendam Diponegoro, karta Martin Bossenbroek (2023)

Untuk Yang Mulia Para Pencuri Naskah/Plagiator
Selama empat hari, Raffles menjarah Keraton Yogyakarta. Dari berbagai jenis barang yang dijarah itu terdapat naskah-naskah Jawa yang kemudian ia pakai sebagai bahan untuk buku The History of Java. Kendati naskah-naskah itu hasil jarahan, ia tetap menyebutkannya ketika ada bagian-bagian yang ia ambil untuk bukunya, seperti dalam kalimat: “Syair berikut adalah dari Niti Sastra Kawi”, “Cerita ini kemudian diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris oleh Crawfurd”.

Redaksi
[email protected]

Berita Terkait

Image

Makan Siang Bergizi, Anak 10 Tahun di Batavia Meninggal karena Kurang Gizi

Image

Siapa Pakualam, Pangeran Yogyakarta yang Mendapat Hadiah Tanah di Grobogan dari Raffles?

Image

Di Grobogan Ada Tanah yang oleh Raffles Dihadiahkan kepada Pakualam