Pangeran Diponegoro Pernah Jadi Raja di Madiun dengan Gelar Panembahan Herucokro
Setelah merebut keraton Kartosuro, cucu Sultan Agung, Pakubuwono I, kemudian memindahkan keraton ke Surakarta Hadiningrat. Ia memerintah hingga 1719.
Ia memiliki 11 anak, di antaranya adalah Pangeran Suryoputro, Pangeran Purboyo, Pangeran Suryokusumo, Pangeran Blitar, dan Pangeran Diponegoro. Suryoputro kemudian naik tahta menjadi Amangkurat IV pada 1719-1726.
Amangkurat IV yang dekat dengan Kompeni harus berhadapan dengan saudara-saudaranya itu. Pangeran Diponegoro yang tinggal di Madiun lalu menjadi raja dengan gelar Penembahan Herucokro Senopati Ing Alaga Ngabdurrahman Sayidin Panatagama.
Oohya! Baca juga ya:
Awal Kisah Cucu Sultan Agung Ini Memilih Melarikan Diri ke Semarang Menjadi Pakubuwono I
Ia mendapat dukungan dari para adipati mancanegara. Adipati Joyopuspito dari Surabaya yang memimpin pasukan mancanegara melawan Kompeni dan Kartosuro diberi gelar Adipati Panatagama.
Joyopuspito menjadi penguasa Surabaya diangjat oleh Amangkurat III. Amangkurat III menghukum mati penguasa sebelumnya, Jayengrono, yang merupakan kakak dari Joyopuspito.
Jayengrono dibunuh atas permintaan Kompeni. Joyopuspito terharu dengan tugas yang diberikan kepadanya setelah kakaknya dihukum mati.
Tapi, Joyopuspito tidak memilih tunduk kepada Kompeni dan Kartosuro. Ia memimpin perlawanan terhadap Kompeni dan Kartosuro.
Oohya! Baca juga ya:
"Hamba tahu rahasia meninggalnya Kakang Adipati. Ada yang mengkhianatinya. Kalau Raja mengizinkan, sekarang ini juga saya akan maju perang," kata Joyopuspito kepada Patih Mataram, Sumobroto.
Sumobroto melaporkan ucapan Joyopuspito kepada Amangkurat III. Sumobroto kemudian memberi tahu jika Raja tidak suka jika Joyopuspito menyiapkan pasukan di hadapan raja.
Joyopuspito membawa pulang pasukannya. Kemudian meneruskan langkah ke medan perang melawan Kompeni dan Kartosuro. Hingga akhirnya mendukung penobatan Pangeran Diponegoro sebagai raja.
Karena Amangkurat IV memerintah hingga 1726. Berarti Pangeran Diponegoro yang berselisih dengan Amangkurat IV dan Konoeni ini bukan Pangeran Diponegoro yang meminpin Perang Jawa 1825-1830.
Untuk menjadi raja di wilayah timur, Pangeran Diponegoro mendapat restu dari ayahnya, Pakubuwono I. Di Pati, paman Amangkurat IV, Adipati Aryo Mataram, juga memberontak pada Kartosuro.
Pangeran Blitar dan Pangeran Purboyo masing-masing diberi sebidang tanah dan tiga ribu penduduk. Dengan jumlah pengikut ini, kekuasaan Pangeran Blitar lebih besar dari kekuasaan Pangeran Diponegoro.
Oohya! Baca juga ya:
Diponegoto hanya mendapat 1.000 penduduk. Diponegoro pernah dikalahkan oleh Pangeran Blitar, tetapi kemudian mereka bersekutu.
Ketika Diponegoro akan naik tahta, Pangeran Blitar melaporkannya kepada Pakubuwono I. Pakubuwono I pun mengirimkan bsla bantuan kepada Pangeran Blitar agar menyerbu Pangeran Diponegoro.
Ketika dua saudara itu berperang, Pakubuwono I jatuh sakit. Pangeran Blitar menghentikan penyerbuan kemudian pergi ke Kartosuro.
Bersama Panembahan Herucokro, Joyopuspito meneruskan peperangan melawan Kompeni pada masa pemerintahan Amangkurat IV. Pangeran Blitar dan Pangeran Purboyo juga melibatkan diri.
Ma Roejan
Sumber rujukan:
Babad Tanah Jawi Jilid IV, penerjemah Amir Rokhyatmo dkk, penyunting Sapardi Djoko Damono dan Sonya Sondakh (2004)
Untuk Yang Mulia Para Pencuri Naskah/Plagiator
Selama empat hari, Raffles menjarah Keraton Yogyakarta. Dari berbagai jenis barang yang dijarah itu terdapat naskah-naskah Jawa yang kemudian ia pakai sebagai bahan untuk buku The History of Java. Kendati naskah-naskah itu hasil jarahan, ia tetap menyebutkannya ketika ada bagian-bagian yang ia ambil untuk bukunya, seperti dalam kalimat: “Syair berikut adalah dari Niti Sastra Kawi”, “Cerita ini kemudian diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris oleh Crawfurd”.
Redaksi
oohya.republika@gmail.com