Dicopot Sebagai Putra Mahkota, Cucu Sultan Agung Ini Menjadi Raja Mataram di Semarang Atas Bantuan Kompeni
Namanya Raden Mas Darajat. Ia adalah cucu Sultan Agung dari Amangkurat I dengan permaisuri kedua, Ratu Wetan, dari Kajoran.
Ketika Raden Mas Rahmat, putra Amangkurat I dari permaisuri pertama, Ratu Kulon, posisi putra mahkota diambil dari Raden Mas Rahmat lalu diberikan kepada Raden Mas Darajat. Namun, kemudian dicopot lagi karena keluarga Kajoran mendukung Trunojoyo yang memberontak kepada Amangkurat I.
Ketika Trunojoyo menyerbu keraton, Amangkurat I dan Raden Mas Rahmat melarikan diri, sedangkan Raden Mas Darajat --yang dikenal sebagai Pangeran Puger-- mempertahankan keraton. Raden Mas Rahmat menjadi Amangkurat II dan merebut keraton dengan bantuan Kompeni, lalu pada 1703 digantikan oleh Amangkurat III, Pangeran Puger melarikan diri ke Semarang pada 1704, kemudian menjadi raja Mataram dengan nama Pakubuwono I.
Oohya! Baca juga ya:
Pada saat melarikan diri, ada pengikutnya di Kapugeran yang tidak ikut dengannya. Orang itu lalu melapor kepada Patih Sumobroto. Saat itu Mataram telah memiliki raja baru, yaitu Amangkurat III, menggantikan Amangkurat II yang meninggal pada 1703.
Amangkurat III yang mendapat laporan dari Sumobroto segera memerintahkan pengejaran. “Tangkaplah dia. Apabila melawan, habisi saja,” perintah Amangkurat II.
Para pengejar dapat menyusul rombongan Pangeran Puger ketika hampir sampai dekat Sungai Tuntang. Mas Rangga di Semarang mengirimkan orang-orangnya untuk menjemput Pangeran Puger.
Cucu Sultan Agung itu pun selamat dari pengejaran tentara Kartosuro. Kemudian menetap di Semarang.
Adipati Surabaya yang mendukung Pangeran Puger, mengirimkan 1.000 prajuritnya ke Semarang. Ia juga mendukung jika Pangeran Puger menjadi raja Mataram, meski berkedudukan di Semarang.
Oohya! Baca juga ya:
Untuk menjadi raja, Pangeran Puger masih menunggu kepulangan Mas Rangga yang ia utus ke Batavia untuk berunding dengan Gubernur Jenderal Kompeni. Gubernur Jenderal Kompeni setuju jika Pangeran Puger menjadi raja.
Adapun gelar Sang Prabu adalah Sinuhun Pakubuwono Senopati Ing Alaga Abdurrahman Sayidina Panatagama. Dikenal sebagai Pakubuwono I, ia mendapat dukungan dari orang-orang pesisir.
“Bala tentara Kartosuro banyak yang menyusul ke Semarang untuk mengabdikan diri dan menyampaikan persembahan,” tulis Babad Tanah Jawi.
Perilaku Amangkurat III disebut sebagai penyebab banyak prajurit Kartosuro memilih bergabung dengan Pakubuwono I, sang cucu Sultan Agung. Pakubuwono I pun kemudian menyiapkan diri untuk menyerbu Kartosuro.
Surodiningrat dari Madura memimpin pasukan penyerbuan ke Kartosuro pada September 1705. Surodiningrat membawa 1.000 prajurit pilihan. Prajurit Kompeni ikut membantu.
“Orang-orang kartosuro ketakutan melihat sepak terjang lawan,” tulis Babad Tanah Jawi.
Oohya! Baca juga ya:
Bupati Grobogan Berantem dengan Adipati Pati, Mengapa Adipati Pati Tinggalkan Amangkurat V?
Ketika Kartosuro telah kosong, Pakubuwono I masuk dengan menunggangi gajah. Mungkinkah gajah itu adalah gajah yang ditinggalkan oleh Amangkurat I saat melarikan diri?
Ketika Trunojoyo menyerbu Kartosuro, Amangkurat I melarikan diri pada malam hari dengan menunggang gajah. Kemungkinan, itu gajah yang didapat dari Patani.
Sebelum Trunojoyo menyerbu keraton, Amangkurat I sempat mengutus penguasa Semarang untuk pergi mencari gajah ke Patani, Siam. Gajah itu kemudian dipakai oleh Amangkurat I melarikan diri.
tetapi di tengahperjalanan, gajah itu ditinggalkan begitu saja, dan Amangkurat I melanjutkan perjalanan dengan ditandu karena sakit. Pangeran Puger menemukan gajah itu di pinggir jalan.
Ternyata bukan. Gajahnya memang didapat dari Siam, tetapi bukan gajah yang dibeli pada masa Amangkurat I.
Oohya! Baca juga ya:
Setelah Cari Tempat untuk Mangkubumi, Mengapa Bupati Grobogan Melarikan Diri ke Hutan?
“Raja mengendarai gajah yang diberi pelana indah. Konon gajah itu adalah pemberian Raja Siam kepada Sunan Mangkurat Mas,” tulis Babad Tanah Jawi mengenai gajah yang ditunggangi Pakubuwono I.
Sunan Mangkurat Mas adalah sebutan lain untuk Amangkurat III. Hadiah gajah dari Raja Siam itu, menurut Babad Tanah Jawi, oleh Dipati Sematang tidak diteruskan kepada Amangkurat III.
Ia memberikan gajah tersebut kepada Pakubuwono I. Pakubuwono I, sang cucu Sultan Agung, kemudian bertahta di keraton Kartosuro,.
Amangkurat III melarikan diri dan meminta bantuan ke Pasuruan. Suropati, buron Kompeni, memberi bantuan kepada Amangkurat III.
Ma Roejan
Sumber rujukan:
Babad Tanah Jawi Jilid IV, penerjemah Amir Rokhyatmo, penyunting Sapardi Djoko Damono dan Sonya Sondakh (2004)
Untuk Yang Mulia Para Pencuri Naskah/Plagiator
Selama empat hari, Raffles menjarah Keraton Yogyakarta. Dari berbagai jenis barang yang dijarah itu terdapat naskah-naskah Jawa yang kemudian ia pakai sebagai bahan untuk buku The History of Java. Kendati naskah-naskah itu hasil jarahan, ia tetap menyebutkannya ketika ada bagian-bagian yang ia ambil untuk bukunya, seperti dalam kalimat: “Syair berikut adalah dari Niti Sastra Kawi”, “Cerita ini kemudian diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris oleh Crawfurd”.
Redaksi
oohya.republika@gmail.com