Lincak

Sebelum Menyerbu Kompeni di Batavia, Sultan Agung Mataram Meminta Bantuan Portugis tetapi Baru Disetujui Dua Tahun Setelah Penyerbuan Usai

Foto adegan film Sultan Agung saat pemberangkatan pasukan untuk menyerbu Kompeni di Batavia. Ketika sedang persiapan, Sultan Agung meminta bantuan kepada Portugis, tapi baru disetujui pada 1631.

Sultan Agung sudah lama memperhatikan kekuatan Portugis. Maka, ketika ia mempersiapkan diri untuk menyerbu Batavia, ia berkirim surat ke Portugis yang ada di Malaka untuk meminta bantuan.

Dari Malaka dikirim kapal ke Goa, India, tempat raja muda Portugis berkuasa, yang menempuh perjalanan empat bulan, untuk menyampaikan keinginan Sultan Agung. Portugis menerima tawaran persekutuan dari Mataram itu.

Kompeni yang menjadi ketar-ketir, takut jika Portugis menambah pengiriman orang-orangnya ke Jawa. Informasi yang muncul kemudian, Portugis memang bersedia membantu 40 kapal jika Sultan Agung melakukan penyerbuan lagi.

Scroll untuk membaca

Scroll untuk membaca

Oohya! Baca juga ya:

Berkaca pada Hilirisasi yang Dibicarakan Selepas Debat Cawapres

Janji itu disampaikan oleh beberapa orang Portugis menghadap kepada Sultan Agung. Mereka datang dengan membawa hadiah kuda Persia.

“Memanfaatkan musim hujan, utusan ini diduga berangkat dengan kapal perangnya sendiri dari Malaka pada sekitar pergantian tahun 1630-1631,” tulis HJ de Graaf.

Pada Maret 1631, Kompeni mendapat kabar adanya utusan Portugis yang membawa hadiah kuda untuk Sultan Agung itu. Kabar didapatkan dari orang-orang Aceh yang terdampar di perairan Semarang. Mereka semula adalah tahanan Portugis yang berhasil melarikan diri.

Portugis bahkan akan menambah bantuan kapal sehingga mencapai 60 kapal yang akan datang pada 1632. Tentu janji bantuan ini tidak ada gunanya lagi lagi Mataram, sebab Sultan Agung sudha tidak berniat menyerbu Batavia.

Namun, kehadiran mereka tetap berguna. Yaitu menambah pengetahuan dalam pengoperasian meriam.

Oohya! Baca juga ya:

Tsunami Aceh, Kontak Senjata TNI-GAM Membuat Anak-Anak Pengungsi di Kamp Pengungsi Posko Jenggala di Lhok Nga Ketakutan

Sebelum pulang ke Malaka, utusan Portugis itu menjanjikan percepatan pengiriman kapal. Akhir 1631 kapal dijanjikan sudah tiba di Jepara dan bisa digunakan untuk mengawal kapal-kapal Mataram.

Sultan Agung pun kemudian mengirim utusan ke Goa, India, pada April 1932. Pada 1 Desember 1932, Kompeni di Batavia mengirim surat ke Belanda, memberi tahu jika ada utusan di Goa, tempat raja muda Portugis berkuasa.

“Mungkin orang Portugis membantu transportasinya. Mereka sangat menghargai kedatangan para utusan Mataram tersebut, karena yakin Raja Mataram sangat membenci Belanda,” tulis De Graaf.

Sultan Agung juga meminta bantuan Portugis dibuatkan kapal dayung dalam jumlah yang banyak. Namun Portugis tidak memenuhinya.

Alasannya, Portugis tidak yakin 100 persen Raja Mataram membenci Belanda. Sebab, menurut Portugis, kebanyakan raja di negeri taklukan memihak kepada Belanda.

Catatan Portugis menyebut, Sultan Agung meminta bantuan armada untuk merebut Batavia dengan 100 ribu prajuritnya. Minta juga ahli mesin, ahli meriam, ahli panjat benteng.

Setelah berhasil menaklukkan Batavia, Sultan Agung disebutkan akan menyerahkan kota itu kepada Portugis. Catatan yang aneh, tentu saja.

Oohya! Baca juga ya:

Dapat Tugas Cari Anggota Pramuka Non-Muslim, Mengapa Para Santri dari Karawang Ini Mondar-Mandir Cari WC di Kemah Bakti Harmoni Beragama?

Bagaimana mungkin telah bersusah-payah merebut Batavia, tetapi kemudian menghadiahkannya kepada pihak yang membantu?

Priyantono Oemar

Sumber rujukan:
Puncak Kekuasaan Mataram karya Dr HJ de Graaf (2002, edisi revisi)

Untuk Yang Mulia Para Pencuri Naskah/Plagiator

Selama empat hari, Raffles menjarah Keraton Yogyakarta. Dari berbagai jenis barang yang dijarah itu terdapat naskah-naskah Jawa yang kemudian ia pakai sebagai bahan untuk buku The History of Java. Kendati naskah-naskah itu hasil jarahan, ia tetap menyebutkannya ketika ada bagian-bagian yang ia ambil untuk bukunya, seperti dalam kalimat: “Syair berikut adalah dari Niti Sastra Kawi”, “Cerita ini kemudian diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris oleh Crawfurd”.

Redaksi
[email protected]